03 Juni 2021
08:55 WIB
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Fin Harini
JAKARTA - PT Penyelenggara Program Perlindungan Investor Efek Indonesia (P3IEI) atau Indonesia Securities Investor Protection Fund (Indonesia SIPF) menyatakan, Dana Perlindungan Pemodal (DPP) per April 2021, mencapai sebesar Rp229,83 miliar. Dana itu dapat digunakan untuk melindungi pemodal dari kehilangan aset.
"Sampai dengan April 2021, alhamdulillah DPP kami sudah mencapai Rp229,83 miliar," ujar Direktur Utama Indonesia SIPF, Narotama Aryanto saat diskusi virtual dengan awak media di Jakarta, Rabu (2/6).
Selain DPP, pihaknya juga punya dana Cadangan Ganti Rugi Pemodal atau CGRP yang saat ini tercatat sudah mencapai Rp150 miliar. Dana ini merupakan dana yang dapat digunakan saat DPP tidak cukup untuk melakukan penggantian atas aset pemodal yang hilang.
Lebih lanjut, Narotama menjelaskan, sumber pendanaan DPP adalah kontribusi dana awal dari Bursa Efek Indonesia (BEI), Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) yang merupakan Organisasi Regulator Mandiri atau SRO di pasar modal.
Sumber lainnya, yaitu dari iuran keanggotaan, yang terdiri dari iuran keanggotaan awal dan tahunan. Serta, dana yang diperoleh dari kustodian sebagai pelaksanaan hak subrogasi. Selain itu, DPP bisa bersumber dari hasil investasi DPP itu sendiri. Juga, sumber lain yang ditetapkan OJK.
Narotama mengatakan, salah satu fungsi utama Indonesia SIPF adalah treasury atau investasi. Namun, dana tersebut dikelola dengan sangat rigid dan memerhatikan manajemen risiko yang ketat.
"Dalam mengelola, kami tidak dituntut high profit, terkait dengan hasil investasi tersebut. Namun demikian, yang terpenting adalah availability-nya kalau amit-amit terjadi kasus yang membutuhkan klaim dari DPP tersebut," kata Narotama.
Ia mengakui bahwa pihaknya berusaha semaksimal mungkin dalam mengelola DPP tersebut, sehingga menghasilkan pengembangan yang optimum.
Sementara itu, terkait dengan besaran ganti rugi kepada pemodal kerap mengalami peningkatan dari tahun 2013, 2015, hingga 2021. Pada 2013, batasan paling tinggi pembayaran ganti rugi untuk setiap pemodal pada satu kustodian dengan menggunakan dana perlindungan pemodal adalah Rp25 juta. Lalu, batasan paling tinggi pembayaran ganti rugi untuk setiap kustodian dengan menggunakan dana perlindungan pemodal adalah Rp50 miliar.
Namun, pada 2015, batasan paling tinggi pembayaran ganti rugi untuk setiap pemodal pada satu kustodian dengan menggunakan dana perlindungan pemodal naik menjadi Rp100 juta. Sedangkan, batasan paling tinggi pembayaran ganti rugi untuk setiap kustodian dengan menggunakan dana perlindungan pemodal tetap Rp50 miliar.
Pada awal 2021, batasan paling tinggi pembayaran ganti rugi untuk setiap pemodal pada satu kustodian dengan menggunakan dana perlindungan pemodal naik menjadi Rp200 juta. Sementara, batasan paling tinggi pembayaran ganti rugi untuk setiap kustodian dengan menggunakan dana perlindungan pemodal juga naik menjadi Rp100 miliar.
Risiko yang Dilindungi
Dalam kesempatan tersebut, Narotama juga menuturkan risiko yang dilindungi Indonesia SIPF, yakni risiko unauthorized transfer atau fraud oleh Kustodian.
Sementara, risiko yang tidak dilindungi Indonesia SIPF antara lain penurunan harga atau nilai instrumen investasi, likuiditas instrumen investasi, delisting emiten. Kemudian, kehilangan instrumen investasi berbentuk warkat atau script, gagal bayar instrumen investasi, dan yang terakhir adalah gagal bayar akibat Repo.
"Perlindungan Indonesia SIPF ibarat perlindungan oleh Airbag. Perlindungan harus tetap ada, perlindungan harus bagus, perlindungan untuk kejadian terburuk, dan kejadian tersebut diharapkan tidak terjadi," tuturnya.
Namun, ia menegaskan tidak semua pemodal bisa dilindungi. Menurutnya, terdapat beberapa kriteria pemodal yang dilindungi. Pertama, menitipkan asetnya dan memiliki rekening efek pada Kustodian. Lalu, memiliki sub rekening efek pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. Serta, memiliki Nomor Tunggal Identitas Pemodal atau SID.
Adapun pengecualian pemodal, yaitu pemodal yang terlibat atau menjadi penyebab aset pemodal hilang. Selanjutnya, pemodal merupakan pemegang saham pengendali, Direktur, Komisaris, atau pejabat satu tingkat di bawah Direktur Kustodian. Pengecualian lainnya adalah ketika pemodal merupakan afiliasi dari pihak-pihak di atas.
Untuk aset yang dilindungi, yakni efek yang tercatat dan terdaftar di PT KSEI, meliputi efek ekuitas, efek bersifat utang, efek derivatif, dan reksadana. Selain itu, dana pada kustodian dibukakan rekening dana nasabah pada bank atas nama pembeli.