c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

20 Oktober 2025

18:08 WIB

APINDO Ungkap Tantangan Struktural Sektor Riil Dalam Pertumbuhan Ekonomi

Industri yang melemah sebelum mencapai puncak dan investasi yang bergeser dari padat karya ke padat modal jadi tantangan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Penulis: Siti Nur Arifa

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">APINDO Ungkap Tantangan Struktural Sektor Riil Dalam Pertumbuhan Ekonomi</p>
<p id="isPasted">APINDO Ungkap Tantangan Struktural Sektor Riil Dalam Pertumbuhan Ekonomi</p>

Seorang pekerja membuat sepatu di salah satu pabrik sepatu Nike di Bitung, Banten, Kamis. AntaraFoto /Jefri Aries

JAKARTA - Ketua Umum Bidang Perdagangan APINDO Anne Patricia Sutanto mengungkap, terdapat tantangan struktural yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi RI, yakni persentase pekerja formal, industri yang melemah sebelum mencapai puncak dan investasi yang bergeser dari padat karya ke padat modal.

APINDO mencatat, terdapat 3 sektor yang menyerap tenaga kerja paling besar yakni pertanian, akomodasi dan layanan makanan, serta manufaktur. Khusus sektor pertanian, dari 40 juta tenaga kerja yang ada baru 12% yang tercatat sebagai tenaga kerja formal.

“(tenaga kerja) Pertanian itu 40 juta saat ini baru 12% formal, mungkin ini juga salah satu sebabnya pemerintah nurunin PLP (Pengelolaan Lahan Pertanian), itu karena pekerja formalnya baru terserap 12%,” ujar Anne dalam Forum Diskusi Capaian Satu Tahun Kinerja Kabinet Merah Putih di Bidang Perekonomian di Jakarta, Senin (20/10).

Baca Juga: ILO Bahas Tenaga Kerja Berbasis Platform Digital, APINDO: Baru 15% dan Penuh Tantangan

Lebih lanjut, sektor akomodasi dan layanan makanan menjadi sektor yang telah menyerap sebanyak 27 juta tenaga kerja, namun baru 29% atau sekitar 7,8 juta tenaga kerja yang tercatat sebagai pekerja formal.

Terakhir, Anne mengungkap manufaktur menjadi sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja dengan catatan pekerja formal di kisaran 61% atau sekitar 12,2 juta tenaga kerja.

Masih minimnya tenaga kerja formal yang terserap dari keseluruhan sektor, menurut Anne, juga membuktikan bahwa investasi yang saat ini masuk ke Indonesia telah bergeser dari investasi padat karya ke padat modal.

“investasi kita ini dalam beberapa tahun terakhir, saya bisa bilang 5 tahun terakhir ya kita malah beralih dari padat karya ke padat modal,” kata Anne.

Dalam paparannya, Anne merinci pada kisaran 10 tahun lalu setiap Rp1 triliun investasi dapat menciptakan hingga 4.000 pekerja. Namun hingga kuartal II/2025, jumlah investasi yang sama hanya mampu menyerap sekitar 1.393 pekerja.

Di saat bersamaan, Anne mengungkap industri manufaktur RI telah mengalami pelemahan sebelum mencapai puncak, dengan kondisi deindustrialisasi dini sejak krisis akhir abad ke-20, tepatnya di kisaran tahun 2000-an saat industri manufaktur menyumbang kontribusi sebesar 29% terhadap PDB.

Setelahnya, kontribusi terus menurun hingga berada di bawah 20%, dengan catatan terakhir di mana kontribusi manufaktur terhadap PDB pada tahun 2024 hanya sebesar 18,98%.

APINDO mencatat, pada tahun 2024 industri manufaktur nonmigas dan gas bumi mengalami penurunan PDB sebesar 0,84 poin persentase. Sementara itu dalam satu dekade terakhir, 9 dari 15 subsektor industri mengalami kontraksi.

Kesiapan Industri dan Pemerintah
Penurunan industri manufaktur yang terjadi dalam satu dekade terakhir, menurut Anne berbanding terbalik dengan prinsip padat karya yang gencar digaungkan sebagai pilar pertumbuhan oleh pemerintah.

“Saya ingat 25 Oktober 2015 Presiden sebelumnya menjanjikan pillar of growth-nya Indonesia ini sebenarnya padat karya… pada acara Sarasehan 8 April Pak Prabowo juga menjanjikan sektor padat karya ini menjadi pillar of growth,” kata Anne.

Baca Juga: Pekerja Informal Masih Mendominasi, Ini Alasan Pemerintah

Sebab itu, ke depan Anne mengatakan pihaknya bersama para pelaku usaha ingin melihat bagaimana kesiapan pemerintah dalam menghadapi tantangan struktural yang saat ini terjadi, di saat dunia usaha menurutnya sudah memiliki kesiapan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.

“jadi kami sebenarnya di dunia usaha ingin bersama-sama pemerintah melihat bagaimana tantangan struktural sektor riil itu benar-benar di-debottlenecking (menghilangkan hambatan),” ujar Anne.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar