c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

22 September 2025

10:50 WIB

Analis: Kebijakan Pemerintah Jadi Pemicu Pelemahan Rupiah

Analis mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah dipengaruhi kebijakan ekonomi pemerintah, seperti pemberian likuiditas Himbara, Program 8+4+5, MBG, defisit RAPBN, hingga keputusan BI-Rate.

Editor: Khairul Kahfi

<p>Analis: Kebijakan Pemerintah Jadi Pemicu Pelemahan Rupiah</p>
<p>Analis: Kebijakan Pemerintah Jadi Pemicu Pelemahan Rupiah</p>
Petugas menunjukkan uang pecahan dolar AS dan rupiah di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Kamis (15/5/2025). Antara Foto/Muhammad Adimaja

JAKARTA - Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong mengatakan, pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi kebijakan ekonomi pemerintah.

“Kebijakan ekonomi ekspansif atau pelonggaran pemerintah dan kekhawatiran defisit anggaran masih menekan rupiah,” katanya melansir Antara, Jakarta, Senin (22/9).

Baca Juga: Rupiah Menguat Jelang FOMC, Sentimen Domestik Jadi Pembatas

Berdasarkan pantauan pagi ini, nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan Senin (22/9) di Jakarta, menguat tipis sebesar 0,2% atau Rp33, dari sebelumnya Rp16.601 menjadi Rp16.634 per dolar AS. Sementara, per 19 September 2025, kurs rupiah sesuai Jisdor Bank Indonesia (BI) berada di level Rp16.578 per dolar AS.

Di sisi lain, Bloomberg mencatat, dolar AS yang dipantau pada pukul 09.54 WIB (17/9) terpantau menguat 0,03% atau melemah sekitar Rp5 terhadap mata uang rupiah. Sementara ini, rupiah ditransaksikan Rp16.606 per dolar AS, dengan proyeksi pergerakan harian sekitar Rp16.606-16.640 per dolar AS.

Baca Juga: Prabowo Restui Menteri Keuangan Realokasi Anggaran MBG Yang Mandek

Pada penutupan perdagangan Senin (21/9), Indeks Dolar AS (DXY) yang mengukur kinerja terhadap mata uang lainnya, termasuk EUR, JPY, GBP, CAD, CHF, dan SEK terpantau ditutup menguat ke level 97,80 poin atau naik 0,16 persen poin dibandingkan penutupan sebelumnya yang berkisar 97,64 poin.

Adapun pergerakan DXY kemarin (21/9) berkisar antara 97,63-97,81 atau bergerak menguat dibanding kondisi beberapa waktu belakangan terhadap rentang level DXY 52 pekan terakhir di kisaran 96,21-110,17 poin.

Adapun beberapa kebijakan yang dimaksud ialah pemberian likuiditas oleh pemerintah sebesar Rp200 triliun kepada bank-bank BUMN atau Himbara, paket stimulus 'Program 8+4+5' senilai Rp16,23 triliun, hingga Makan Bergizi Gratis (MBG).

Selain itu, pasar juga menyoroti defisit anggaran yang telah direvisi menjadi Rp689,1 triliun atau 2,68% dari PDB dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Milik Negara (APBN) 2026, dari rancangan sebelumnya Rp638,8 triliun atau 2,48% dari PDB.

Kemudian, sentimen negatif terhadap kurs rupiah dipengaruhi pula oleh keputusan Bank Indonesia (BI) melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) September 2025 yang memutuskan lanjut memangkas suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 basis poin (bps), sehingga berada pada level 4,75%.

Baca Juga: Ini Rencana BGN Untuk Anggaran 2026 Sebesar Rp268 T

Begitu halnya dengan suku bunga deposit facility yang diputuskan turun sebesar 25 bps ke level 4,25%, dan suku bunga lending facility turun 25 bps ke level 5,75%.

Di ranah global, rupiah masih tertekan akibat rebound dolar AS seiring sikap less dovish Federal Reserve (The Fed) pasca Federal Open Market Committee (FOMC).

“Namun demikian, ada potensi BI (Bank Indonesia) akan aktif mengintervensi. Triple intervensi BI di pasar spot, Non Deliverable Forward, dan SBN (Surat Berharga Negara),” kata Lukman.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut, Lukman memperkirakan, rupiah berkisar Rp16.500-16.650 per dolar AS pada hari ini.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar