c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

28 Juli 2023

08:00 WIB

Alasan Penundaan Cukai Minuman Berpemanis Tidak Relevan

Konsumsi minuman berpemanis terus meningkat drastis, mencapai 15 kali lipat dalam dua dekade terakhir.

Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi

Alasan Penundaan Cukai Minuman Berpemanis Tidak Relevan
Alasan Penundaan Cukai Minuman Berpemanis Tidak Relevan
Ilustrasi. memilih minuman di mini market kawasan Jakarta Selatan, Selasa (22/11/2022). ValidNewsID/Arief Rachman

JAKARTA - Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menilai, alasan pemerintah menunda penerapan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tidak relevan. Pasalnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mengatakan, penundaan cukai salah satunya karena kondisi ekonomi yang belum pulih pascapandemi.

Padahal, menurut CISDI, cukai MBDK tidak dikenakan pada kebutuhan pokok. Melainkan pada produk, seperti susu berpemanis, soda, hingga minuman serbuk kemasan.

"Tingginya beban biaya kesehatan sebesar Rp108 triliun (BPJS, 2019) yang diakibatkan penyakit terkait konsumsi gula, justru seharusnya membuat cukai MBDK menjadi kebijakan yang penting untuk segera diterapkan di Indonesia,” ungkap Project Lead Food Policy CISDI, Calista Segalita, melalui siaran pers, Kamis (27/7).

Calista mengatakan, pemerintah juga menunda penerapan cukai MBDK dengan dalih yang sama pada tahun lalu. Padahal, cukai MBDK sudah menjadi pembahasan sejak 2016. Cukai MBDK juga masuk dalam Peraturan Presiden Nomor 130 Tahun 2022 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2023.

"Tapi, lagi-lagi pemerintah menunda pengesahannya tahun ini. Pemerintah seolah abai dengan fakta yang menunjukkan konsumsi minuman berpemanis terus meningkat drastis, mencapai 15 kali lipat dalam dua dekade terakhir," terang Calista.

Menurut Calista, kenaikan konsumsi MBDK juga beriringan dengan kenaikan prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia. Di antaranya obesitas, diabetes, hipertensi, penyakit jantung, hingga gizi kurang. Oleh karena itu, regulasi yang mengatur pembatasan konsumsi MBDK, salah satunya melalui cukai, kian mendesak untuk diberlakukan.

Terlebih, bercermin dari 49 negara yang menerapkan cukai MBDK, Calista menyebut, prevalensi sejumlah penyakit yang berkaitan dengan konsumsi gula dapat ditekan.

Terkait hal ini, Calista menyampaikan, CISDI memiliki empat rekomendasi bagi pemerintah. Pertama, segera menerapkan cukai MBDK minimal 20% berdasarkan kandungan gula. Ini dapat menekan konsumsi MBDK sampai 17,5%.

Kedua, lakukan edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya mengonsumsi makanan dan minuman berpemanis secara berlebihan.

Ketiga, terapkan cukai MBDK secara serentak ke seluruh skala usaha.

Keempat, pertajam regulasi tentang pelabelan informasi gizi pada produk MBDK sehingga masyarakat dapat mengetahui bahaya mengonsumsi MBDK terlalu banyak.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar