22 September 2022
19:21 WIB
Editor: Fin Harini
JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) mengatakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) Bersubsidi akan memberi andil kenaikan inflasi sebesar 1,8-1,9%. Sampai akhir tahun, inflasi diproyeksi mencapai lebih dari 6%.
“Kurang lebih akan menambah inflasi IHK kurang lebih 1,8-1,9% dan karenanya pada akhir tahun ini tentu saja akan sedikit lebih tinggi dari 6%,” katanya dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan September, Jakarta, Kamis (22/9).
Ia menjelaskan, dampak second round dari kenaikan harga BBM Bersubsidi akan berlangsung selama tiga bulan ke depan. Inflasi disebut sudah mulai meningkat mulai bulan ini.
Survei pemantauan harga yang dilakukan BI pada bulan ini pun sudah menunjukkan inflasi akan mencapai 5,89% dan akan terus meningkat pada bulan-bulan berikutnya dan diproyeksi melandai setelah tiga bulan.
Peningkatan inflasi tersebut disebabkan karena naiknya harga bensin, tarif angkutan umum, dan bahan-bahan kebutuhan pokok lainnya. “Second round impact-nya akan kita lihat tentu saja tidak hanya bulan ini tapi sekitar tiga bulan ke depan,” ucap Perry.
Oleh karena itu, ia menuturkan, langkah-langkah pengendalian inflasi perlu dilakukan baik dari sisi pasokan maupun sisi permintaan.
Dari sisi pasokan, pemerintah bersama BI telah melakukan Rapat Koordinasi Nasional bersama Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPID) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) untuk melakukan gerakan nasional pengendalian inflasi pangan di beberapa daerah.
Selain mengendalikan inflasi, di 18 daerah juga telah dilakukan gerakan nasional pengendalian tarif angkutan umum dan diharapkan bisa menekan inflasi hingga akhir tahun ini.
“Harapannya tentu saja inflasi kenaikannya bisa lebih terkendali dan semoga memang meskipun akan sedikit lebih tinggi 6% tentu saja itu puncaknya dan akan menurun,” ucap Perry.
Seperti diketahui, tekanan inflasi meningkat didorong oleh masih tingginya harga energi dan pangan global, serta dampak dari penyesuaian harga BBM di dalam negeri.
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Agustus 2022 tercatat sebesar 4,69% secara tahunan (year on year/yoy) seiring dengan meningkatnya inflasi kelompok harga diatur Pemerintah (administered prices) yang sebesar 6,84% yoy dan inflasi inti yang menjadi 3,04% yoy.
Sementara itu, inflasi kelompok pangan bergejolak (volatile food) menurun menjadi 8,93% yoy sejalan dengan peningkatan pasokan dari daerah sentra produksi.

Tekan Inflasi Inti
Perry juga menyampaikan, beberapa kebijakan yang telah dilakukan pemerintah bertujuan untuk menekan inflasi inti kembali di bawah sasaran, yakni di bawah 4% mulai kuartal III/2023. Sasaran inflasi inti masih berada di 3 plus minus 1%.
Ia menjelaskan, untuk memastikan stabilitas harga dan ekonom, BI akan mengendalikan inflasi inti. Hal ini dilakukan karena inflasi inti menunjukkan kekuatan permintaan dari sisi ekonomi.
“Sementara dari sisi pasokan koordinasi dengan pemerintah antara lain dengan gerakan nasional pengendalian inflasi pangan,” ujarnya.
Ia menambahkan, kebijakan suku bunga yang dilakukan BI pun memerlukan kurang lebih empat kuartal untuk berdampak langsung ke inflasi. Untuk itu, BI menyatakan akan menekan ekspektasi inflasi dari sekarang agar segera turun dan tidak memiliki dampak yang terlalu tinggi.
“Tentu saja kenapa harus front loaded, kenapa harus pre-emptive, kenapa harus forward looking, karena dampak dari kebijakan moneter khususnya kebijakan suku bunga terhadap inflasi itu perlu waktu kurang lebih sekitar empat kuartal,” ujarnya.
Untuk diketahui, BI kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,25% pada September 2022. Ini kenaikan kedua kali setelah bulan sebelumnya BI menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,25%.
RDG BI juga menaikkan suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 3,50%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 5,00%.