14 Desember 2017
17:09 WIB
JAKARTA- Pemerintah memastikan, 7 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) akan beroperasi tahun depan. Pengoperasian 7 KEK ini menyusul 4 KEK yang sudah beroperasi tahun ini. Di tahun 2018-2019, pemerintah pun akan menetapkan beberapa daerah sebagai KEK.
Berdasarkan Rancangan Penetapan KEK tahun 2015-2019, saat ini pemerintah sudah menetapkan 12 KEK. Sebanyak 4 KEK telah beroperasi, yakni KEK Sei Mangkei (Sumatera Utara), KEK Tanjung Lesung (Banten), KEK Mandalika (Lombok Tengah, NTB) dan KEK Palu (Sulawesi Tengah), sementara 7 KEK lainnya tahun depan.
Kegiatan utama di KEK Tanjung Lesung dan Mandalika menitikberatkan ke sektor pariwisata. Sedangkan KEK Sei Mangkei ditetapkan sebagai industri pengolahan kelapa sawit dan karet. Sementara kgiatan utama di KEK Palu adalah Industri pengolahan nikel dan bijih besi, industri pengolahan kakao, industri rumput laut dan industri pengolahan rotan.
Adapun ketujuh KEK ditargetkan beroperasi tahun depan yakni KEK Arun Lhokseumawe (Aceh), KEK Galang Batang, KEK MBTK, KEK Morotai, KEK Bitung, KEK Tanjung Api-Api dan KEK Tanjung Kelayang. Satu KEK lainnya yakni KEK Sorong ditargetkan beroperasi pada tahun 2019.
“Total target investasi di 12 KEK itu adalah Rp698,4 triliun. Untuk tahun 2018 rencananya KEK yang ditetapkan akan meningkat menjadi 15 dan tahun 2019 menjadi 17 KEK. Ada sembilan KEK potensial ditetapkan tahun 2018-2019,” ucap Enoh Suharto Pranoto Sekretaris Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus dalam paparannya di seminar yang diadakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Kamis (14/12).
Kesembilan KEK itu adalah KEK Merauke, KEK Melolo, KEK Tanjung Gunung, KEK Singhasari, KEK Kertajati, KEK Pulau Asam, KEK Kuala Tanjung, dan KEK Kijing. Satu wilayah lainnya adalah Batam yang rencananya akan ditransformasi menjadi KEK.

Peta Kawasan Ekonomi Khusus. KEK.go.id
Investasi Asing
Asal tahu saja, masih kecilnya investasi asing dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI) atau investasi langsung ke Indonesia, mendorong pemerintah menetapkan beberapa kawasan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Para investor yang berinvestasi di kawasan tersebut akan mendapatkan beberapa insentif untuk meningkatkan daya saiang dengan wilayah dari negara-negara sekitarnya.
Berdasarkan data dari World Investment Report 2017 dan BKPM yang didapatkan Validnews.co dari Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus, rata-rata aliran investasi asing secara global pada tahun 2012 sampai dengan 2016 nilainya mencapai US$1.417,58 miliar. Sementara yang masuk ke Indonesia hanya sebesar US$27,99 miliar atau hanya 1,97% dari total aliran investasi global.
Selain itu, rendahnya realisasi investasi dibandingkan dengan pengajuan (komitmen investasi) pada periode 2010 sampai dengan 2016 juga menjadi permasalahan yang sedang dihadapi Indonesia.
“Rasio perbandingan rata-rata realisasi dan rencana investasi pada 2010 sampai dengan 2016 untuk PMA sebesar 27,5% dan PMDN sebesar 31,8%. Selain itu, wilayah investasi antara Jawa dan luar Jawa juga tidak seimbang,” kata Enoh.
Sekadar informasi, berdasarkan data dari BKPM realisasi investasi PMDN 2012 sampai dengan 2016 di pulau Jawa adalah sebesar 57,81%, sedangkan di luar Jawa adalah 42,19%. Adapun untuk realisasi investasi PMA 2012 sampai dengan 2016 di pulau Jawa adalah sebesar 54,75% dan luar Jawa sebesar 45,25%.
Pemerintah sendiri dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 telah menetapkan sasaran pembangunan nasional di bidang investasi antara lain meningkatnya Investasi PMA dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) menjadi Rp933 triliun pada tahun 2019. Untuk mendorong perluasan investasi khususnya di luar wilayah Jawa, pemerintah telah menetapkan beberapa kawasan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
“Sederhananya para investor yang berinvestasi di kawasan tersebut akan mendapat fasilitas seperti berbagai insentif pusat dan daerah. Konsep dasar KEK adalah pemberian fasilitas pada penyiapan kawasan yang lokasinya mempunyai aksesibilitas ke pasar global (akses ke pelabuhan dan atau bandara),” ucap Enoh menjelaskan.
Harapannya dengan memberikan insentif tertentu, maka hal tersebut dapat meningkatkan daya saing wilayah tersebut dengan wilayah di negara-negara sekitarnya. Dengan meningkatnya daya saing, diharapkan dapat menarik investor untuk berinvestasi di kawasan tersebut.
Beberapa insentif berupa fasilitas dan kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus antara lain fasilitas fiskal seperti tax holiday 20-100% selama 5-25 tahun (untuk investasi sesuai kegiatan utama yang ditetapkan di KEK) dan investment allowance sampai dengan 10 tahun (untuk investasi non kegiatan utama). Investor juga diberikan pembebasan bea masuk dan PDRI (pajak dalam rangka impor) tidak dipungut untuk barang modal seperti mesin, peralatan dan suku cadang. Selain itu Daftar Negatif Investasi (DNI) juga tidak diberlakukan di daerah KEK.
Fasilitas lainnya adalah percepatan pelaksanaan berusaha seperti kemudahan perizinan berusaha, kemudahan investasi langsung konstruski (KLIK) dan percepatan pelaksanaan dalam bentuk pemenuhan persyaratan (checklist).
Sebelumnya, pada kesempatan terpisah, ekonom dari Universitas Indonesia Faisal Basri menilai penetapan metode KEK sebenarnya sudah kuno dan kurang efektif dalam mendorong pertumbuhan industri.
“KEK itu konsep yang sudah kuno karena bea masuk di Indonesia sebenarnya sudah nyaris 0%. Untuk apa ada KEK lagi, nanti hanya akan menjadi pintu masuk barang selundupan seperti Batam,“ ujar Faisal saat ditemui Validnews usai kegiatan Forum Wartawan Industri (Forwin), Rabu (13/12).
Menurut Faisal, penetapan suatu daerah menjadi KEK sebaiknya mempertimbangkan ketersediaan infrastruktur energi seperti pipa dan sumur gas. Hal ini diperlukan untuk mendukung kebutuhan pelaku industri di dalam kawasan itu.
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini sedang dalam tren pelemahan dan terus turun dalam tiga tahun terakhir lantaran industri manufakt mengalami deindustrialisasi yang prematur. Padahal sector ini yang berkontribusi banyak terhadap penerimaan pajak,“ kata Faisal. (Rizal)