16 Januari 2019
19:00 WIB
JAKARTA- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan kebijakan uang muka 0% untuk kredit kendaraan dilakukan dengan sangat selektif. Insentif tersebut dipastikan hanya berlaku bagi perusahaan pembiayaan yang sehat dengan level Non Perforimng Financing (NPF) di bawah 1%, dan diberikan untuk calon debitur yang memiliki profil risiko sangat baik.
Dengan syarat ketat tersebut, sebanyak 102 perusahaan pembiayaan (multifinance) dinyatakan tidak dapat memanfaatkan pelonggaran uang muka (down payment/DP) menjadi 0% untuk pembiayaan kendaraan bermotor. Ini karena ke 102 perusahaan tersebut memiliki rasio pembiayaan bermasalah di atas 1%.
Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang W Budiawan di Jakarta, Rabu (16/1) mengatakan, saat ini hanya 46% dari total 188 perusahaan pembiayaan yang memiliki NPF sektor kendaraan bermotor setara atau di bawah 1% secara netto.
Dengan demikian, sebanyak 54% dari total 188 perusahaan pembiayaan atau 102 perusahaan tak berhak memperoleh keringanan syarat pembebasan uang muka kepada nasabah.
"Saat ini hanya 46% yang bisa memanfaatkan (DP 0%) dari total seluruh perusahaan pembiayaan," kata Bambang.
Sayangnya, Bambang enggan merinci seluruh identitas perusahaan pembiayaan tersebut. Hanya saja, beberapa perusahaan pembiayaan berskala besar dan memiliki kualitas pembiayaan yang sehat, menurutnya, sudah mampu menyalurkan pembiayaan kendaraan bermotor dengan bebas uang muka.
Pembebasan uang muka atau keringanan DP 0% ini sejatinya tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 35/POJK.05/2018 yang diterbitkan pada 27 Desember 2018 lalu. Keringanan ini cukup signifikan mengingat dalam aturan sebelumnya, OJK menetapkan kewajiban DP untuk motor dan mobil paling rendah sebesar 5% dan paling tinggi sebesar 25%.
Dalam pasal 20 di POJK tersebut pun, tidak tertulis DP% ini bersifat wajib. Ia menerangkan penerapan pelonggaran DP 0% ini sifatnya memang kondisional, tergantung risiko yang dinilai masing-masing perusahaan. Jadi, penerapan DP 0% juga tergantung penilaian dari masing-masing perushaan terhadap nasabah.
"Kalau perusahaan tersebut akhirnya tidak mau menerapkan, ya tidak masalah," tuturnya.
Bambang meyakini 102 perusahaan pembiayaan tersebut memiliki tata kelola yang baik jika ingin menyalurkan pembiayaan bebas uang muka. OJK, sebagai regulator, berjanji tidak akan lepas tangan dan tetap mengawasi penerapan pembebasan uang muka ini.
“Dengan demikian tidak perlu dikhawatirkan akan memicu kenaikan NPF, karena Perusahaan Pembiayaan yang layak pun harus memperhitungkan risikonya dan tidak semua calon debitur yang layak juga bisa mendapatkan DP 0% ini,” kata Bambang.

Adapun, perusahaan pembiayaan yang memiliki tingkat kesehatan keuangan dengan kondisi minimum sehat dan mempunyai nilai Rasio NPF Neto, untuk pembiayaan kendaraan bermotor lebih tinggi dari 1% dan lebih rendah atau sama dengan 3%, wajib menerapkan ketentuan uang muka paling rendah 10% dari harga jual kendaraan. Ketentuan ini berlaku untuk pembiayaan kendaraan bermotor roda dua dan tiga, kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk pembiayaan investasi atau pembiayaan multiguna.
Bagi perusahaan pembiayaan yang memiliki NPF Neto lebih tinggi dari 3% dan lebih rendah atau sama dengan 5%, wajib menerapkan ketentuan uang muka paling rendah 15% dari harga jual kendaraan. Ketentuan tersebut sama dikenakan untuk perusahaan pembiayaan yang mempunyai nilai NPF Netto, lebih rendah atau sama dengan 5%.
Khusus untuk perusahaan pembiayaan yang mempunyai nilai rasio NPF Neto lebih tinggi dari 5%, wajib menerapkan ketentuan uang muka paling rendah 20% dari harga jual kendaraan.
"Perlu dipahami juga, POJK Nomor 35 itu bukan hanya satu ayat saja soal DP 0%, tapi ada ratusan ayat yang turut mengikutinya termasuk soal kehati-hatian," imbuhnya.
Pertumbuhan Pembiayaan
Asal tahu saja, pemangkasan habis syarat uang muka kendaraan bermotor ini dilatarbelakangi pertumbuhan pembiayaan dan kredit perbankan yang belum sesuai ekspetasi OJK dan pemerintah. Pertumbuhan piutang perusahaan pembiayaan per November 2018 hanya 5,14% (yoy), sedangkan kredit perbankan tumbuh 12,9% (yoy) hingga akhir 2018.
Perusahaan pembiayaan sendiri, selama ini memang menjadi salah satu debitur kredit perbankan. Paslnya, salah satu sumber pendanaan perusahaan pembiayaan bersumber dari pinjaman perbankan.
"OJK dan pemerintah belum happy dengan itu. Jadi mesinnya itu adalah salah satunya di pembiayaan" kata Bambang.
Sekadar informasi, berdasarkan data OJK, per November 2018, terdapat 185 Perusahaan Pembiayaan (PP) yang terdiri dari 182 PP Konvensional dan 3 PP Syariah (full pledge). Selain itu, terdapat 33 PP yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS).
Perkembangan industri pembiayaan secara umum sendiri, masih menunjukkan pertumbuhan yang positif sampai dengan November 2018 dibandingkan dengan perkembangan tahun 2017. Aset mengalami peningkatan menjadi Rp500,39 triliun atau tumbuh sebesar 6,12% yoy.
Komposisi Aset Industri PP terdiri dari Aset PP konvensional sebesar Rp477,51 triliun atau sebesar 95,43%. Selanjutnya, aset PP Syariah (Full Pledge dan UUS) sebesar Rp22,88 triliun atau sebesar 4,57%.
Selain itu, berdasarkan status kepemilikan, komposisi aset Industri PP terdiri dari aset PP yang terafiliasi dengan Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) sebesar Rp213,07 triliun (30 PP) atau sebesar 42,58%. Lalu, aset PP yang terafiliasi dengan bank sebesar Rp158,87 triliun (33 PP) atau sebesar 31,75% dan aset PP yang tidak terafiliasi sebesar Rp128,46 triliun (122 PP) atau sebesar 25,67%.
Adapun piutang pembiayaan mengalami pertumbuhan sebesar 5,14% (yoy) dengan nilai outstanding per November 2018 mencapai Rp433,86 triliun yang terdiri dari pembiayaan multiguna sebesar Rp254,29 triliun (58,61%). Selanjutnya, pembiayaan investasi sebesar R135,69 triliun (31,27%), pembiayaan modal kerja sebesar Rp23,87 triliun (5,50%), pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebesar 19,87 triliun dan sisanya adalah pembiayaan lainnya berdasarkan persetujuan OJK.
Berdasarkan hasil analisis laporan bulanan PP periode Desember 2016 sampai dengan November 2018, NPF industri PP sendiri menunjukkan perbaikan dari rasio NPF 3,08% pada November 2017 menjadi 2,83% pada November 2018.

Risiko Tinggi
Sebelumnya, Wakil Presiden (Wapres) M Jusuf Kalla dan Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengkritisi kebijakan DP 0% yang diinisiasi OJK. Kalla menilai kebijakan uang muka 0% untuk penyaluran pembiayaan kendaraan bermotor baik mobil dan motor berisiko tinggi atau high risk.
"Kalau DP 0 bisa menimbulkan banyak kredit macet, high risk , jangan pula begitu," ujar Kalla.
Menurutnya, kendati DP nol persen bisa memudahkan masyarakat untuk memiliki kendaraan pribadi, namun hal itu dapat menimbulkan dampak yang berisiko tinggi, yakni kredit macet.
"Kalau terjadi high risk begitu yang bekerja nanti para penagih utang," tuturnya.
Senada dengan Wapres, Budi Karya mengaku tidak menyetujui aturan uang muka atau DP 0% untuk penyaluran pembiayaan kendaraan bermotor baik mobil dan motor. "Saya termasuk yang tidak setuju karena hal ini menimbulkan risiko bagi industri leasing itu sendiri, termasuk mobilnya," kata Budi
Ia menjelaskan DP 0% untuk mobil dan motor dinilai tidak memberikan risiko buat debitur. Dikhawatirkan, setelah kendaraan diterima, dua-tiga bulan selesai dan dikembalikan. "Jadi mereka (debitur) harus punya tanggung jawab, (transaksi) di awal itu ada uang muka," tandasnya. (Faisal Rachman)