19 Mei 2020
18:28 WIB
Editor: Fin Harini
JAKARTA – Periode April hingga 14 Mei 2020, Bank Indonesia (BI) mencatat aliran modal masuk mengalir lebih deras ketimbang kuartal I 2020. Aliran modal masuk turut mendongkrak nilai tukar rupiah terhadap dolar.
“Sejak April 2020 hingga 14 Mei 2020 mencatat net inflow US$4,1 miliar,” kata Gubernur BI kata Perry Warjiyo saat konferensi pers daring Pembacaan Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Jakarta, Selasa (19/5).
Menurut catatan BI, aliran dana asing meningkat setelah pada kuartal-I 2020 tercatat net outflow US$5,7 miliar.
Perry mengatakan aliran masuk modal asing dan besarnya pasokan valas dari pelaku domestik mendorong penguatan rupiah. Selain itu, penguatan nilai tukar rupiah juga seiring meredanya ketidakpastian pasar keuangan global dan terjaganya kepercayaan terhadap kondisi ekonomi Indonesia.
Setelah menguat pada April 2020, sambung Perry, rupiah pada Mei 2020 kembali mengalami apresiasi.
“Sampai 18 Mei 2020, rupiah menguat 5,1% secara rerata dan 0,17% secara point to point dibandingkan dengan level akhir April 2020,” ujar dia.
Namun demikian, rupiah masih mencatat penurunan sekitar 6,52% dibandingkan dengan level akhir 2019, akibat depresiasi yang dalam pada Maret 2020.
Pihaknya memandang level nilai tukar rupiah dewasa ini secara fundamental tercatat undervalued sehingga berpotensi terus menguat dan mendukung pemulihan ekonomi.
“Untuk mendukung efektivitas kebijakan nilai tukar, Bank Indonesia terus mengoptimalkan operasi moneter guna memastikan bekerjanya mekanisme pasar dan ketersediaan likuiditas baik di pasar uang maupun pasar valas,” katanya.
Perry juga menyebut secara keseluruhan ketahanan sektor eksternal ekonomi Indonesia tetap baik. Defisit transaksi berjalan kuartal I-2020 menurun menjadi di bawah 1,5% PDB, dari 2,8% PDB pada kuartal IV-2019.
Kondisi tersebut, lanjutnya, dipengaruhi menurunnya impor sejalan melambatnya permintaan domestik, sehingga meminimalkan dampak berkurangnya ekspor akibat kontraksi pertumbuhan ekonomi dunia.
Aliran masuk modal asing kembali membaik mulai April 2020 didorong meredanya ketidakpastian pasar keuangan global serta tingginya daya saing aset keuangan domestik dan tetap baiknya prospek perekonomian Indonesia.
Sebelumnya, transaksi modal dan finansial mengalami penurunan signifikan karena besarnya aliran modal keluar akibat kepanikan pasar keuangan global terhadap pandemi covid-19.
Neraca transaksi berjalan adalah cerminan kegiatan perekonomian lintas negara. Segala transaksi yang berasal dari perdagangan barang dan jasa serta pendapatan yang berasal dari investasi asing akan tercatat dalam neraca transaksi berjalan.
Indonesia mencatatkan defisit transaksi berjalan sejak akhir 2011. Menurut catatan BI, defisit transaksi berjalan di Indonesia dibiayai oleh aliran modal finansial dan cadangan devisa.
Dengan adanya gejolak ekonomi yang mengganggu aliran modal asing masuk, transaksi modal dan finansial tak mampu menutup defisit transaksi berjalan. Akibatnya, neraca pembayaran mengalami defisit dan menyebabkan nilai tukar rupiah melemah.
Perry juga mengatakan posisi cadangan devisa akhir April 2020 meningkat menjadi US$127,9 miliar atau setara pembiayaan 7,8 bulan impor atau 7,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Angka ini berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
BI, lanjutnya, menilai posisi cadangan devisa ini lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah serta kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah.
“Bank Indonesia memprakirakan defisit transaksi berjalan 2020 menurun menjadi di bawah 2,0% PDB, dari prakiraan sebelumnya 2,5%-3,0% PDB,” kata dia.
Baca Juga:
Quantitative Easing Rp583,5 Triliun
Untuk memastikan likuiditas di pasar uang dan perbankan tetap terjaga. Bank Indonesia (BI) mengaku telah melakukan quantitative easing (QE) mencapai Rp583,5 triliun.
“Sejak awal 2020, Bank Indonesia telah melakukan injeksi likuiditas ke pasar uang dan perbankan hingga mencapai Rp583,5 triliun," kata Perry.
Ia mengatakan jumlah tersebut lebih besar dari yang disampaikan pada April 2020 yang sebesar Rp503,8 triliun.
Perry mengatakan, injeksi likuiditas tersebut dilakukan melalui berbagai skema yaitu pembelian SBN di pasar sekunder, penyediaan likuiditas lewat transaksi term-repo SBN, swap valas, serta penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah.
Likuiditas perbankan, lanjutnya, masih cukup memadai hingga saat ini. Hal tersebut ditandai dengan rerata harian volume PUAB pada April 2020 sebesar Rp9,2 triliun. Selain itu, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) juga tetap besar yakni 24,16% pada Maret 2020.
Dia mengatakan, situasi ini berdampak positif pada penurunan suku bunga. Pada Aprill 2020, rata-rata suku bunga PUAB O/N dan suku bunga JIBOR tenor 1 minggu bergerak stabil di kisaran level BI7DRR yakni 4,31% dan 4,6%. Sementara rata-rata tertimbang suku bunga deposito dan kredit tercatat masing-masing 5,92% dan 10,17%.
Perry menilai, penurunan suku bunga tersebut berdampak pada kenaikan pertumbuhan besaran moneter M1 dan M2 pada Maret masing-masing 15,6% dan 12,1%.
"Bank Indonesia akan terus memastikan kecukupan likuiditas di pasar uang dan perbankan dalam mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional, khususnya dalam rangka restrukturisasi kredit perbankan," ujarnya. (Rheza Alfian)