17 Juni 2020
11:49 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengungkapkan perikanan budi daya di Indonesia masih belum tergarap optimal, baik dari sisi pengelolaan maupun hasilnya. Ia pun meminta United Nation Industrial Development Organization (UNIDO) memberi dukungan dalam menerapkan konsep budi daya modern.
Hal tersebut diutarakan Edhy dalam pertemuan virtual dengan UNIDO, Selasa (16/6).
Dalam kesempatan tersebut, Edhy memaparkan kondisi perikanan budi daya Indonesia yang menurutnya belum tergarap optimal. Khususnya lahan-lahan budi daya yang dikelola secara tradisional oleh masyarakat.
“Beberapa hari lalu saya baru melakukan kunjungan kerja di Pulau Sulawesi. Di sana, satu keluarga bisa memiliki 4-5 hektare tambak udang, namun hasilnya hanya 1-2 ton saja per tahun. Sedangkan tambak yang dikelola secara modern dengan sistem intensifikasi, per haktarenya bisa menghasilkan 5-6 ton,” jelas Edhy melalui keterangan tertulisnya, Rabu (17/6).
Data yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) melalui publikasi Statistik Indonesia 2019 dan 2020 menunjukkan terdapat penurunan produksi perikanan budi daya. Yakni, di kelompok produksi pembesaran ikan dan pembenihan.
Pada 2018, produksi pembesaran ikan mencapai 15,77 juta ton, turun 2,11% dibandingkan capaian tahun sebelumnya sebesar 16,11 juta ton. Untuk pembenihan, produksi juga turun 4,56%, dari 218,8 miliar ekor di 2017 menjadi 208,81 miliar ekor.
Dari kelompok budi daya perikanan, hanya produksi ikan hias yang mencatatkan pertumbuhan positif. Yakni, dari 1,19 miliar ekor menjadi 1,22 miliar ekor atau tumbuh 2,5%.
Ia pun mengutarakan keinginannya untuk mengelola tambak secara modern, dengan mengedepankan keseimbangan antara aspek ekonomi dan keberlanjutan.
Menurutnya, konsep budi daya seperti itu akan mendorong keberlanjutan ekosistem perikanan budi daya di Indonesia.
Salah satunya dengan menanam mangrove dan pohon vegetasi pantai pada sisa lahan yang tidak terpakai. Area tersebut pun bisa dipakai untuk budi daya udang lokal dan kepiting, sehingga aspek ekonominya dapat, dan kondisi alam tetap terjaga.
“Produktivitasnya dapat, keberlanjutannya juga dapat,” imbuhnya.
Kerja sama antara KKP dan UNIDO sudah terjalin sejak 2014 melalui program hibah luar negeri Sustainable Market Access through Responsible Trading of Fish in Indonesia (SMART-Fish Indonesia). Program hibah dari UNIDO dan Pemerintah Swiss tersebut akan berlangsung hingga 2022.
Di bawah program hibah dimaksud, KKP dan UNIDO juga menggelar pelatihan yang bertujuan meningkatkan kualitas produk perikanan Indonesia. Terutama dalam pengembangan komoditas unggulan seperti rumput laut, ikan patin, lele, udang, bandeng dan pengembangan pakan mandiri.
Pada pertemuan virtual tersebut, tim UNIDO diwakili oleh Chief in UNIDO's Quality Infastructure and Smart Production Division Steffen Kaser dan Chief Executive Officer of the Institute of Productivity Professor Mike Dilon. Kemudian Associate Industrial Development Expert in UNIDO's Quality Infastructure and Smart Production Division within the Department of Technology and Innovation Nima Bahramalian.
Sementara dari pihak Indonesia, dihadiri oleh Edhy yang didampingi Dirjen Penguatan Daya Saing Produk KP, Kepala Badan Riset dan SDM, serta Dirjen Perikanan Budi daya.
Baca Juga:
Dalam pertemuan tersebut, Edhy juga mengutarakan optimismenya bahwa sektor kelautan dan perikanan Indonesia mampu bertahan di tengah pandemi covid-19. Ia meyakini, semua sektor di bawah kementeriannya terus berproduksi, baik perikanan tangkap maupun budi daya.
“Ini adalah waktu yang sulit bagi semua negara di dunia, karena itu kami berjuang mengatasinya. Saya percaya dengan kerja sama yang baik, kita bisa mengatasi hambatan dan terus bereksplorasi. Kolaborasi dengan lembaga internasional dan komunitas investasi juga penting untuk memastikan keberlanjutan sektor ini,” ujarnya. (Zsazya Senorita)