c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

02 Desember 2020

19:14 WIB

Masa Pandemi, Cash is King

Data hasil olahan Lifepal menunjukkan 73,6% responden lebih tertarik menyimpan dananya di tabungan

Editor: Agung Muhammad Fatwa

Masa Pandemi, <i>Cash is King</i>
Masa Pandemi, <i>Cash is King</i>
Ilustrasi investasi. Shutterstock/dok

JAKARTA – Tingkat ketidakpastian yang tinggi membuat sebagian masyarakat lebih memilih menyimpan dana ketimbang berinvestasi. Tercermin dari survei yang dilakukan PT Lifepal Technologies Indonesia, mayoritas responden lebih memilih menyimpan dana dalam bentuk tabungan.

"Menurut Survei Perilaku Keuangan dan Konsumsi Masyarakat Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) di Masa Pandemi, responden lebih tertarik menyimpan dana di tabungan saja," ujar Financial Educator dan Periset Lifepal, Aulia Akbar CFP dalam keterangan di Jakarta, Rabu (2/12).

Data yang diolah Lifepal menunjukkan bahwa 73,6% responden lebih tertarik menyimpan dananya di tabungan.

Hal itu pun juga tercermin di data Distribusi Simpanan Bank Umum yang dipublikasikan Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS. Data tersebut mengungkap, total simpanan bank umum mengalami kenaikan 11,3% dari Januari ke September 2020. Alias dari Rp6.035 triliun menjadi Rp6.721 triliun.

Aulia menuturkan, pandemi covid-19 yang menyebabkan ketidakpastian ekonomi tentu menyebabkan kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat untuk berinvestasi.

Tak heran jika masyarakat akhirnya lebih memilih untuk menyimpan dana di tabungan, ketimbang menempatkannya ke instrumen keuangan atau logam mulia.

"Namun, terlalu khawatir berinvestasi juga akan membuat dana yang dimiliki tidak bertumbuh di kemudian hari," tuturnya.

Sekadar informasi, survei dilakukan dengan metode random sampling terhadap 400 responden yang merupakan masyarakat domisili Jabodetabek. Survei berlangsung pada 6 Oktober hingga 18 November 2020.

Adapun perbandingan jumlah responden dalam survei ini adalah pria 47,4% dan wanita 52,6%. Responden dikategorikan pula ke dalam kategori penghasilan. Sebanyak 13% responden memiliki penghasilan di bawah Rp5 juta per bulan, 40,4% berpenghasilan Rp5 hingga 10 juta, 29,3% berpenghasilan Rp10 hingga Rp20 juta per bulan, dan 17,3% dengan penghasilan Rp20 juta ke atas per bulan.

Baca Juga:

Deposito Jadi Jawara
Dilihat dari sisi investasi, 53,7% responden masih lebih tertarik menyimpan dananya di deposito ketimbang membeli aset fisik, saham, reksa dana, atau menjadi pendana peer to peer (P2P lending).

Emas berada di urutan kedua investasi yang paling diminati. Dengan perbedaan minat menaruh dana di deposito dan membeli emas sangatlah tipis, yakni 0,1%.

Di bawah emas, ada saham sebesar 44,2%. Seperti diketahui, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG sempat mengalami koreksi tajam di Maret 2020.

Namun yang menarik, lanjut Aulia, setelah Indonesia dinyatakan memasuki resesi, IHSG justru mengalami pemulihan. Di pertengahan 18 November 2020, IHSG berada di level 5.557. Melihat data historis, koreksi tertajam pada 2020 ada pada 24 Maret, yaitu di level 3.937.

Survei membuktikan pula, ketertarikan responden untuk membeli instrumen investasi paling aman, yaitu surat utang negara masih lebih besar ketimbang membeli reksa dana campuran. Minat mengoleksi surat utang negara berupa obligasi atau sukuk sebesar 33,9%, sedangkan reksa dana campuran 32,8%.

Sementara itu, lanjut dia, mendanai platform P2P lending untuk mengembangkan dana, menjadi kegiatan investasi yang kurang diminati responden.

Aulia mengungkapkan, ada salah satu temuan unik dalam survei ini. Yakni, adanya minat yang cukup tinggi bagi perempuan untuk membeli reksa dana, baik pasar uang, pendapatan tetap, reksa dana saham, dan reksa dana campuran.

Selain reksa dana, perempuan juga lebih tertarik berinvestasi di instrumen pendapatan tetap berupa surat utang ketimbang pria. Surat utang yang dimaksud adalah surat utang negara maupun korporat atau swasta.

"Namun, untuk membeli emas, saham, ETF, dan menjadi pendana P2P lending, pria tampaknya lebih tertarik," imbuhnya.

Survei pada kelompok pendapatan dua digit menunjukkan, minat responden bergaji Rp10 hingga Rp20 juta per bulan dalam membeli aset investasi, baik dalam bentuk aset keuangan, logam mulia, atau menjadi pendana P2P lending tinggi.

"Hal itu ditunjukkan dalam persentase ketertarikan yang cukup besar terhadap penempatan dana di deposito, membeli emas, reksa dana, saham, surat utang, ETF, atau menjadi pendana P2P lending," ucap Aulia.

Uniknya, responden dengan penghasilan di bawah Rp5 juta justru menduduki posisi kedua sebagai kelompok pendapatan yang tertarik membeli aset-aset investasi. (Fitriana Monica Sari)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar