17 Juli 2017
16:46 WIB
JAKARTA – Perubahan sistem persinyalan yang bakal dipakai light rail transit Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (LRT Jabodetabek) menyebabkan anggaran pembangunan moda transportasi massal itu bisa ditekan hingga Rp6 triliun.
"LRT ini sudah sempat jalan, tapi kami hitung ulang, kami lihat ada teknologi yang bisa diubah, ternyata cost bisa kurangi sampai Rp6 triliun," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan saat membuka Kongres Teknologi Nasional (KTN) di Jakarta, Senin (17/7) seperti dikutip Antara.
Perubahan yang yang dilakukan adalah sistem persinyalan, dari fixed block yang mengatur headway atau jangka waktu kedatangan kereta berdasarkan jarak menjadi sistem moving block, yakni pengaturan jarak rangkaian kereta berdasarkan jeda waktu.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan dengan menggunakan moving block, waktu kedatangan kereta menjadi lebih singkat sehingga kereta yang beroperasi bisa lebih banyak. Dengan begitu, jumlah penumpang yang bisa diangkut bakal lebih banyak.
"Dengan penumpang yang lebih banyak, karena penumpang adalah faktor pembagi, maka dipastikan akan dapat angka investasi yang lebih rendah sehingga mendapatkan return yang lebih pendek. Di situlah penghematan itu," katanya.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan akan menggunakan sistem persinyalan moving block pada LRT Jabodebek sehingga menambah rincian anggaran proyek yang telah ditetapkan pemerintah sebesar Rp21,7 triliun menjadi sekitar Rp22 triliun.
"Ada kenaikan lagi biayanya, tapi ada kenaikan spesifikasi juga. Ada tambahan sekitar Rp200 miliar sampai Rp300 miliar," katanya.
Mantan Direktur Utama Angkasa Pura II itu menjelaskan pemerintah memang berupaya untuk merampingkan anggaran proyek transportasi massal itu. Namun, ia memastikan efisiensi dilakukan dengan tetap memberikan manfaat sebesar-besarnya agar perjalanan tetap tepat waktu.
Sesuai arahan Presiden Jokowi, pemerintah akan tetap mengejar target penyelesaian proyek LRT Jabodebek pada awal 2019. Sementara LRT Palembang ditargetkan rampung pertengahan 2018 guna mendukung Asian Games 2018.
Skema pembiayaan proyek LRT Jabodebek bersumber dari dana pemerintah, melalui Penyertaan Modal Negara (PMN), dan investasi.
PT KAI (Persero) yang ditunjuk menjadi investor dan operator proyek itu telah menerima PMN sebesar Rp2 triliun pada 2015. Sedangkan PT Adhi Karya (Persero) Tbk yang ditunjuk sebagai kontraktor telah mendapat PMN sebesar Rp1,4 triliun pada 2015.
Untuk mendukung proyek LRT Jabodebek, pemerintah mengusulkan PMN untuk KAI sebesar Rp5,6 trilun pada tahun ini.
Dengan demikian, dari total investasi yang dibutuhkan untuk sarana dan prasarana sebesar Rp27 triliun, tambahan Rp18 triliun akan didapatkan melalui skema pinjaman dari sejumlah lembaga keuangan, yakni Bank Mandiri, BNI, BRI dan Sarana Multi Infrastruktur. (Fin Harini)