26 Juni 2019
10:38 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Selama 2 tahun ke belakang, realisasi konsumsi liquefied petroleum gas (LPG) 3 kilogram selalu melebihi target pemerintah. Tak ayal kondisi tersebut membebani APBN karena LPG tabung 3 kilogram berstatus subsidi. Untuk itu, pemerintah akan mencoba sistem baru guna bisa membuat subsidi LPG 3 kilogram lebih tepat sasaran sehingga mampu menurunkan konsumsinya secara nasional.
"Beberapa mekanisme telah diuji coba termasuk menggunakan sistem geometrik, e-Voucher, dan uji coba oleh beberapa kementerian/lembaga di pemerintah," kata Kepala Badan Kebajakan Fiskal (BKF), Suahasil Nazara, dalam rapat panja lanjutan bersama Badan Anggaran DPR, di Jakarta, Selasa (25/6).
Sebagai informasi, realisasi konsumsi LPG tabung 3 kg pada 2017 dan 2018 mencapai masing-masing 6,31 miliar kg dan 6,53 miliar kg. Angka itu melampaui target subsidi LPG 3 kg yang dipatok sebesar 6,20 miliar kg pada 2017 dan 6,45 miliar kg pada 2018.
Menurut Suahasil, terus membengkaknya konsumsi LPG yang disubsidi dikarenakan distribusi tabung yang dibuat terbuka. Hal tersebut membuat masyarakat cenderung membeli tabung LPG 3 kilogram, baik untuk dikonsumsi maupun untuk ditimbun.
“Sehingga ada potensi terjadinya arbitrase, artinya ada yang bisa dioplos, bisa ditimbun," kata Suahasil lagi.
Ia juga menyampaikan kemungkinan terjadinya kebocoran. Maksudnya, karena dijual secara terbuka, LPG 3 kg dapat dibeli oleh golongan masyarakat manapun, termasuk mereka yang kaya.
"Sebanyak 73% dari tabung LPG itu dari impor. Ini menjadi yang disasar adalah neraca pembayaran kita," ia mengingatkan.
Mengulik data Badan Pusat Statistik (BPS), impor migas menjadi penyebab defisitnya neraca perdagangan Indonesia pada 2018 kemarin. Pasalnya, nilai impor migas yang mencapai US$29,81 miliar jauh lebih tinggi dibandingkan ekspor migas yang hanya US$17,40 miliar.
Dari jumlah nilai impor migas, impor gas sendiri sebenarnya hanya berkontribusi 10,26%. Pada tahun kemarin, total impor gas Indonesia berada di angka US$3,06 miliar.

Tidak hanya LPG, subsidi solar pun kini tengah diperhatikan. Suahasil memandang perlu mekanisme distribusi yang lebih rigid guna memastikan subsidi solar lebih tepat sasaran.
Persoalannya, realisasi sepanjang 2014–2018 berada di bawah kuota yang telah ditetapkan pemerintah dalam APBN. Namun, pada 2019 sepanjang Januari–April, volume solar yang telah dikonsumsi mencapai 5,07 juta kiloliter (kl) atau 35% dari nilai yang ditetapkan dalam APBN. Karena itu, subsidi solar tahun 2019 diperkirakan akan melebihi target.
"Harusnya kalau subsidi hanya untuk alamat dan nama-nama tertentu saja," katanya.
Subsidi BBM, termasuk LPG dan solar, termasuk dalam subsidi energi pemerintah. Pada tahun 2019 ini, nilainya dipatok berada di angka US$160 triliun. Nominal tersebut setara dengan 71,3% dari total subsidi pemerintah dalam APBN 2019 sebesar Rp224,3 triliun. (Sanya Dinda, Teodora Nirmala Fau)