04 Juni 2019
17:48 WIB
JAKARTA – Kurang lebih 750 ribu kendaraan tercatat sudah meninggalkan Ibu Kota Jakarta sejak H-7 Lebaran hingga akhir minggu lalu. Dari jumlah itu separuh lebih atau 54,56%-nya mengarah ke tengah dan timur Jawa. Trans Jawa menjadi jalur favorit pemudik tahun ini.
Tak ayal kepadatan terjadi pada sejumlah ruas di lintasan baru yang kini sudah tembus dari Jakarta hingga ke Pasuruan itu.
Kontras dengan hal itu, ruas non tol terpantau lengang. Animo masyarakat yang tinggi akan Trans Jawa menyedot kepadatan dari jalur nasional alternatif seperti jalur selatan Jawa. Baru pada Minggu (2/6) Jalur Selatan Jawa mengalami puncak kepadatan. Itu pun pemudik dengan kendaraan roda dua yang pastinya tak bisa lewat jalur bebas hambatan Trans Jawa.
‘Pindah jalur’ yang ramai-ramai dilakukan pemudik tahun ini cukup membuat Dinas Pariwisata Jawa Barat ketar-ketir juga. Bagaimana tidak? Kini Jakarta-Jawa Tengah bisa ditempuh lebih kurang 8–10 jam saja. Mobilitas masyarakat ke tempat yang makin dipermudah, berpotensi menimbulkan bahaya, mengingat wisata di tempat terdekat jadi kurang menarik perhatian pengunjung untuk mampir.
“Iya memang pasti ada orang mikir, dari pada saya (berwisata.red) ke Jawa Barat mending saya ke Jawa Tengah. Pasti terjadi,” kata Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Jawa Barat (Jabar), Dedi Taufik kepada Validnews, Minggu (2/6).
Meski begitu, ia optimistis, adanya Trans Jawa masih tetap akan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke daerahnya. Terlebih tahun ini naiknya tiket pesawat mendorong masyarakat lebih banyak menggunakan jalur darat.
Peningkatan wisatawan diprediksi akan mencapai 5–7%. Optimisme ini muncul melihat tingkat okupansi hotel di beberapa daerah di Jawa Barat yang kini lebih tinggi dari biasanya.
Persiapan
Untuk kian mendorong wisata Jabar, termasuk ke jalur selatan yang kurang diminati pemudik, dispar provinsi mengoperasikan SMS blast bekerja sama dengan Telkomsel. Lewat kerja sama ini, masyarakat pengguna Telkomsel yang melewati destinasi wisata di Jabar akan menerima pesan singkat berisi informasi mengenai keberadaan destinasi tersebut.
Berbagai tempat wisata juga telah berbenah diri sejak beberapa bulan lalu untuk mengantisipasi lonjakan kunjungan. Peningkatan fasilitas dilakukan agar pengunjung merasa nyaman saat berwisata.
Sejalan dengan itu, evaluasi telah dilakukan dinas pariwisata daerah di berbagai tempat wisata agar atraksi, amanitas, dan akses (3A) mumpuni performanya. Dedi menyebutkan bahwa evaluasi dilakukan menyeluruh mulai dari harga tiket hingga kapasitas air bersih untuk berbilas usai bermain di pantai.
Untuk libur tahun ini, pemerintah provinsi pun menghimbau sejumlah tempat wisata untuk tidak menaikan harga tiket secara berlebihan. Kepuasan konsumen jadi hal yang utama agar wisata tetap menggeliat.
Berbagai destinasi wisata baru juga coba dibangun agar muncul daya tarik baru bagi masyarakat.
“Jalur darat itu kan kita hubungkan antara jalur Pantura dan selatan dengan tempat wisata,” imbuh Dedi.
Menghubungkan jalur mudik dan destinasi wisata, menurut Dedi, lantaran keunikan yang dimiliki daerahnya. Menurutnya, Jawa Barat bukan hanya sebagai lintasan mudik dari Jakarta menuju kota lain di Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Jawa Barat pun menjadi tujuan mudik.
“Untuk itu kami sudah menyiapkan beberapa tempat yang bisa dikunjungi pada saat mudik,” imbuhnya.
Jawa Barat sendiri, menurutnya, menyuguhkan beragam variasi wisata. Lebih kurang 30% wisata berbasis alam, 65% wisata berbasis kebudayaan, dan 5% wisata buatan dari total 321 destinasi wisata.
Adapun jalur selatan memiliki berbagai destinasi wisata unggulan. Kementerian Pariwisata menyebutkan beberapa destinasi wisata itu sebagai magnet yang menarik pengunjung cukup banyak.
Beberapa di antaranya ada Pantai Pasir Putih Geopark Ciletuh dan Desa Adat Kesepuhan Ciptagelar di Sukabumi, Wana Wisata Pikland di Cianjur, dan Wisata Air Panas Sabda Alam di Garut. Selanjutnya, ada Orchid Forest Cikole di Kabupaten Bandung, Tonjong Canyon Cipatujah di Tasikmalaya, serta Green Canyon di kabupaten Pengandaran.
“Jadi tergantung di kitanya (pemprov.red) untuk buat satu cerita pariwisata. Dan kita juga punya keunggulan kekuatan pariwisata, itu modal menurut saya,” katanya.
Lebih lanjut dijelaskan Dedi, khusus jalur selatan Jawa sendiri sebenarnya terbagi jadi dua. Ada Lintas Selatan Jawa dengan panjang 888 km dan Pantai Selatan (Pansela) Jawa dengan panjang 1.267 km. Khusus Jawa Barat, kota yang dilalui jalur selatan itu ada Bandung, Nagrek, Malangbong (Garut), Tasikmalaya, sampai Ciamis. Sedangkan untuk jalur Pantai selatan membentang dari Sukabumi sampai ke Pangandaran.
Sambil melintas, lanjut Dedi, pemudik nantinya bisa mampir ke Kebun Binatang Cikajang di Garut. Kemudian ada health tourism di Cipanas, di mana pengunjung bisa menikmati mandi di sumber air panas yang dipercaya bisa menyembuhkan penyakit kulit dan membuat badan rileks. Lalu, sampai ke daerah perbatasan Garut-Tasikmalaya, ada Kampung Naga yang berbasis kebudayaan.
Kemudian di Jalur Bandung–Nagrek–Malangbong ke Rajapolah juga ada beberapa destinasi wisata di sana. Terutama di Rajapolah yang berdekatan dengan Gunung Galunggung. Sementara, di Ciamis ada Karangkamulyan yang berbasis kebudayaan (cagar budaya).
Meski demikian, Dedi mengakui, sejumlah pekerjaan rumah masih jadi perhatian pihaknya saat ini. Utamanya ketika lonjakan wisatawan terjadi di daerah dengan ruas jalan yang kurang memadai lebarnya. Di daerah Bandung–Ciwidey setelah Tol Soreang contohnya.
Kendalanya, pengembangan ruas jalan menuju tempat wisata Kawah Putih dan Phinisi itu berada di bawah pemerintah nasional. Dedi mengatakan Pemda Jabar akan tahun depan berencana mengusulkan pelebaran jalan di situ. Sebab disadari akses jalan yang baik akan menentukan pengembangan daerah wisata.
Menunggu rencana itu terealisasi, Pemda telah menyiapkan alternatif wisata untuk mengantisipasi tingginya pelancong saat musim libur tiba. Selain Kawah Putih dan Phinisi, kini kantong-kantong wisata lain di sekitar Ciwidey telah dikembangkan. Salah satunya adalah Kampung Sabilulungan. Di sana ada taman wisata agro science yang menawarkan wisata edukasi pada pengunjung.
Akses menuju destinasi wisata satu ini terbilang mudah. Apalagi kini ruas tol Soreang–Pasirkoja (Soraja) telah dibuka untuk publik. Keluar dari Tol Soraja, pemudik bisa langsung menemukan tempat wisata ini berdampingan dengan Kompleks Pemerintah Kabupaten Bandung.
“Di Soreang menuju Sabilulungan itu ada sebuah atraksi baru di sana jadi bisa ada menonton film 4D. kemudian ada edukasinya,” jelas Dedi.
Tetap Diminati
Berbeda dengan Dedi, Kadis Pariwisata Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kwintarto mengaku tidak terlalu khawatir dengan keberadaan Trans Jawa. Kabupaten yang juga dilalui pemudik jalur selatan itu menurutnya punya segmen pengunjung tersendiri. Pengunjung yang mampir ke Yogyakarta jadi salah satu incarannya.
“Kalau prediksi saya walau ada Tol Trans Jawa, kalau memang senang, mereka (wisatawan.red) tetap ke sana (tempat wisata.red). Jadi memang prediksi saya tidak terlalu pengaruh,” kata Kwintarto saat dihubungi Validnews, Senin (3/6).
Dari prediksi pihaknya, destinasi wisata di Bantul akan mengalami kenaikan kunjungan hingga 5–10% dibanding Lebaran tahun lalu. Destinasi wisata retribusi pemerintah diperkirakan akan kedatangan 350-40 ribu pengunjung selama bulan Juni ini.
Asal tahu saja, hanya ada beberapa titik wisata saja yang harus menyetorkan retribusinya ke pemerintah daerah. Yaitu di seluruh kawasan pantai-pantai, Gua Selarong dan Gua Cermei.
Sementara tempat wisata di luar dinas pariwisata diprediksi akan kedatangan 900 ribuan sampai 1 juta pengunjung tahun ini. Destinasi wisata itu, seperti di Dlingo, Manting, Kasongan, Imogiri. Termasuk di Piyungan, Plered, dan Sedayu. Tempat-tempat tersebut dikelola langsung oleh masyarakat. Walaupun, begitu pembinaan kepada masyarakat masih dilakukan oleh dinas pariwisata setempat.
Secara umum menurut Kwintarto, Parangtritis memang masih jadi andalan wisata di Bantul. Meskipun rangkaian pantai sekitarnya pun kini mulai bergeliat pengembangan wisatanya. Seperti Pantai Parang Kusumo, Depok, Cemoro Sewu, Gubuk Pasir, dan laguna. Tren baru yang berkembang kini dikatakannya memang ada peralihan wisata ke arah barat lantaran kawasan timur pantai Bantul yang makin padat.
“Hampir kita pastikan di Mangunan itu tetap di hutan pinus, Seribu Batu, di Jurang Tembelan dan seputaran Dlingo jadi tren yang kedua di Bantul. Itu favorit masih,” ujarnya.
Pemudik juga diyakini bakal memadati pusat wisata kerajinan di Bantul. Di pusat kerajinan kulit di Manding misalnya, pengunjung seringkali harus kesulitan mencari tempat parkir karena pengunjung yang membeludak.
Ada juga pusat kerajinan Kasongan. Walaupun tidak seramai Manding, gerabah asli tempat itu jadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Sementara untuk para pecinta batik, Giri Royo dan Widirejo bisa jadi salah satu tempat wisata pilihan.
Pada lebaran kali ini, menurut Kwintarto, puncak kedatangan wisatawan ke Bantul diprediksi terjadi 4 hari setelah Lebaran. Namun, petugas dinas pariwisata akan terus siaga 20 hari selanjutnya. Pasalnya, libur Lebaran tahun ini juga bertepatan dengan libur sekolah.
Kwintarto menjamin akses jalan telah memadai ke sejumlah tempat wisata. Apalagi akses menuju Makam Raja Imogiri sudah dilebarkan. Jadi meski kunjungan membeludak, diharapkan kondisi jalan tetap lancar.
Diakui Kwintarto, dari pantauan dua tahun terakhir, jalan menuju peristirahatan terakhir raja-raja Mataram ini memang relatif padat. Tapi, pihaknya menjamin meski padat kendaraan masih bergerak di jalur tersebut.
Koordinasi telah dilakukan dengan berbagai pihak. Termasuk juga penambahan personil di lapangan yang hingga tiga kali lipat banyaknya. Semuanya dilakukan untuk menjaga kenyamanan pengunjung.
Untuk diketahui, jika melalui jalur selatan Jawa Tengah-Yogyakarta pemudik akan melewati beberapa kabupaten. Mulai dari Cilacap, Kebumen, Purworejo, Kulonprogo, Bantul dan Gunung Kidul. Kementerian Pariwisata sendiri telah menandai sejumlah tempat wisata yang jadi andalan di kabupaten-kabupaten tersebut.
Beberapa destinasi menjadi unggulan Kemenpar, seperti Kemit Forest yang berlokasi di Cilacap. Destinasi wisata baru ini menampilkan kehijauan hutan pinus yang dipadukan dengan hiasan payung dan lampu lampion berwarna warni. Cocok untuk latar foto yang instagramable.
Tak hanya menikmati pemandangan yang memanjakan mata, pengunjung juga bisa menjajal wahana sepeda gantung yang memicu adrenalin, maupun wahana panahan dengan tiket berkisar Rp15 hingga Rp20 ribu. Untuk tiket masuk ke lokasi, pengunjung dikenai Rp5.000 per orang ini.
Destinasi unggulan berikutnya adalah Bukit Pentulu Indah di Kebumen. Sama seperti Kemit Forest, Bukit Pentulu Indah juga menyajikan pemandangan hutan pinus. Pengunjung cukup merogoh kocek Rp5.000 untuk masuk ke lokasi ini.
Di lokasi ini, pengunjung bisa menemukan wahana flying fox, menikmati tidur siang santai di atas tempat tidur gantung alias hammock, atau menikmati pemandangan dari ketinggian gardu pandang.
Jika tak sempat mampir di kedua hutan pinus tersebut, masih ada hutan pinus lainnya yang ada di jalur selatan. Yakni, Hutan Pinus Pengger di Bantul, Yogyakarta. Wisata ala mini memiliki spot yang sungguh instagramable.
Di lokasi dengan tiket masuk kurang dari Rp10 ribu ini, pengunjung tak hanya menikmati udara asri dan kehijauan pinus saja. Ada spot untuk menikmati hiruk pikuk kota Yogyakarta. Spot ini cocok disambangi saat malam hari, saat lampu-lampu kota Yogyakarta tampak berkilauan bak kunang-kunang di kejauhan.
Destinasi alternatif lainnya adalah Alun-Alun Purworejo, Kali Biru di Kulonprogo, serta Goa Pindul di Gunung Kidul. Di destinasi terakhir ini, pengunjung bisa menjajal aktivitas cave tubing, sambil menikmati pemandangan stalaktit dan stalagmit saat menyusuri gua.
“Sayang, kalau pas musim liburan, Gua Pindul penuh banget. Saya ke sana sekitar tiga tahun lalu, pas liburan juga. Benaran enggak bisa menikmati pemandangan, senggolan mulu sama pengunjung lainnya. Airnya juga enggak ngalir waktu itu, karena penuhnya,” ujar Nia Juleha, karyawan swasta kepada Validnews, Selasa (4/6).
Menurut Kementerian Pariwisata, destinasi wisata panorama masih bisa dinikmati pemudik yang terus menggunakan jalur selatan hingga ruas Jawa Timur. Ada Pantai Prigi, Pantai Kili-Kili, Hutan Mangrove Pancer Cengkrong di Trenggalek. Lalu, Pantai Gemah, Pantai Kadung Tumpang, dan Pantai Pathok Gebeng di Tulungagung. Kemudian, Pantai Sukamade; Pantai Pulau Merah di Kabupaten Malang, serta Pantai Sukamade; Pantai Pulau Merah, dan Air Terjun Kalibendo di Banyuwangi.
Panorama Cantik
Khusus wilayah Jawa Tengah-Yogyakarta, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memprediksi kepadatan akan mulai terjadi di Cilacap. Tepatnya kepadatan tertinggi terjadi pada hari Lebaran sepanjang dari Cilacap, Selarang, Jludri, Wawar, Jali, sampai ke Yogyakarta. Tapi, masyarakat diminta tak khawatir lantaran keindahan panorama dan mulusnya jalan akan membuat pemudik tetap nyaman di jalan.
“Sepanjang Pantai selatan dari Cilacap sampai ke Yogyakarta itu jalannya mulus. Jalannya lurus dan relatif sangat menarik karena dari Cilacap sampai ke Yogyakarta itu pemandangan alamnya luar biasa, kata Plt Staf Ahli Kementerian PUPR Bidang Sosial Budaya dan Peran Masyarakat, Lutfiel Annam Ahmad kepada Validnews, Selasa (28/5).
Lebih lanjut dijelaskannya, ada 6 jalur mudik yang tersedia untuk masyarakat di Pulau Jawa tahun ini. Ada jalur Pantai Utara (Pantura). Kemudian sejajar itu ada Jalur Pantura lewat Jawa Tengah. Ada pula jalur selatan dan jalur pantai selatan yang di sampingnya terdapat lintas penghubung antara utara dan selatan. Terakhir tentunya Tol Trans Jawa.
Pemerintah menurutnya hanya memfasilitasi dalam infrastruktur jalan. Himbauan menggunakan jalan alternatif diberikan kepada masyarakat yang memang tidak ingin melakukan perjalanan yang monoton. Belum lagi, kepadatan diyakini akan berdampak pada munculnya kemacetan di sejumlah ruas tol. Nah, jalur selatan dan pantai selatan bisa jadi salah satu alternatif menghindari kepadatan.
“Pansela (Pantai Selatan) ini memang jalannya tidak terlalu besar, tapi lalu lintas yang lewat di sana relatif sedikit dibanding yang utara,” kata dia.
Sebagai pemudik, pesona jalur selatan juga diakui Richard Saerang (28 tahun). Menurutnya meski jalurnya naik-turun dan berliku, jalur selatan lebih asyik untuk mudik. Itu ketimbang harus melaju di jalur lurus monoton seperti Pantura dan yang terbaru Trans Jawa.
“Pantai di selatan itu lebih menyenangkan untuk dilihat. Ada momen-momen di mana ketika ada belokan di ketinggian kita bisa melihat pantai di bawahnya,” kenangnya.
Pemuda yang kerap mudik Jakarta–Nganjuk itu mengaku pernah mengunjungi beberapa tempat wisata di jalur selatan. Walaupun tidak melulu waktu mudik Lebaran digunakan untuk kegiatan ini. Salah satu pengalaman paling seru yang diingatnya adalah ketika berkunjung Green Canyon.
Destinasi wisata air itu memang relatif mahal. Untuk melakukan aktivitas menyusuri ngarai lokal ini perlu uang Rp200 ribu untuk menyewa perahu motor berkapasitas 6–8 orang. Itu sudah termasuk dengan dua orang pemandu. Biaya tambahan harus dikeluarkan lagi jika mau berpetualang lebih seru, yaitu body rafting.
Meski begitu ia ikhlas saja mengeluarkan uang demi pengalaman baru yang ingin dirasakannya. Namanya juga liburan. Mahal memang, tapi menurutnya fasilitas di sana seperti toilet misalnya bisa dibilang layak bagi pengunjung. Selain menyuguhkan pengalaman menarik, menurutnya tempat wisata saat ini juga harus mengikuti perkembangan zaman. Instragramable istilahnya.
“Kalau sekarang kan kita tidak bisa luput dari apakah tempat itu instagramabel atau tidak,” ujar dia.
Senada dengan Richard, Budi Sartono (63 tahun) juga menyuarakan hal yang serupa. Kakek dengan dua cucu ini dari dulu sudah langganan melalui jalur selatan Jawa untuk bisa sampai ke kampung halamannya di Yogyakarta. Tapi pantai bukan satu-satunya daya tarik jalur ini baginya.
Selain panorama untuk berfoto, kegiatan menjajal makanan khas secara langsung juga lebih menarik baginya. Seperti misalnya yang disuguhkan di tempat wisata Waduk Sermo. Waduk besar untuk pengairan Kulonprogo dan Wates ini, menyediakan wisata kuliner. Wisata tersebut dikemas cantik dengan konsep floating restaurant.
“Di Brosot (Bantul.red) itu kan ada juga di pinggir pantai itu ada sepeda motor yang disewakan untuk dipakai di pinggir pantai. Ada juga ikan yang bisa langsung dibeli dari nelayan,” cerita dia kepada Validnews, Minggu (2/6).
Pengalaman langsung itu menurutnya membuat dirinya ingin datang lagi ke daerah wisata tersebut. Masing-masing dari kita tentu punya cara sendiri untuk memilih referensi jalur pergi dan memanjakan diri. Yang terpenting, stay safe, keep healthy dan jangan lupa bahagia… (Bernadette Aderi, Zsazya Senorita, Kartika Runiasari, Agil Kurniadi)