27 Februari 2019
08:43 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA - Supaya dapat diserap pasar dalam negeri, pemerintah harus terus menciptakan industri yang bisa menyerap produksi karet dalam negeri. Hal itu dinilai akan dapat menolong harga karet yang saat ini mengalami pelemahan.
"Ciptakan industri atau pabrik yang bisa mengolah karet alam dalam negeri. Dengan demikian, nilainya menjadi lebih baik daripada kita sekadar menjual karet mentah," kata ekonom Universitas Indonesia, Lana Soelistiyaningsih, saat dihubungi Validnews, Selasa (26/2) malam.
Untuk melakukan itu, Lana mengatakan, pemerintah mungkin tidak bisa bekerja sendiri. Investor atau mitra yang bersedia bekerja bersama-sama pemerintah untuk membangun industri pengolah karet pun sangat dibutuhkan.
Saat ini, langkah yang dilakukan sebagian petani mengganti karet dengan tumbuhan lain dinilai Lana tidak bisa dihindari. Namun, dalam pandangannya, harga karet sewaktu-waktu bisa meningkat kembali. Pasalnya, saat ini, tak hanya harga karet yang tertekan. Komoditas-komoditas lain juga mengalami pelemahan harga seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia.
Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo), Moenardji Soedargo, meyakini penguatan harga karet akan memotivasi petani untuk meningkatkan produktivitas. Hal itu akan turut menurunkan idle capacity industri karet nasional.
Salah satu penyebab idle capacity industri karet, menurutnya, ialah pabrik crumb rubber yang tidak efisien. Ketidakefisenan pabrik itu menyebabkan ongkos pengelolaan lebih mahal dan pengeluaran turut meningkat.
“Pengeluaran yang meningkat ini pun tak bisa ditutup oleh ekspor karena harga karet sedang mengalami pelemahan,” katanya di Jakarta, Selasa (26/2).
Akhirnya, daya beli karet pabrik crumb rubber ke petani jadi menurun sehingga petani mulai enggan memproduksi karet. Idle capacity pabrik karet pun kian melebar.
Karena itu, Moenardji menghimbau pemerintah untuk mengurungkan rencana relaksasi izin investasi ke pabrik crumb rubber. Menurutnya, pabrik crumb rubber dengan modal asing baru boleh masuk ke Indonesia jika telah memiliki lahan untuk paling tidak memasok 20% dari karet yang dibutuhkan. Sementara itu, sisa kebutuhan sebesar 80% diminta bermitra dengan petani rakyat.
“Tapi kalau investor tidak berkenan untuk melakukan itu ya jangan masuk,” katanya.
Menurutnya, saat ini, kapasitas terpasang industri karet ialah 5,6 juta ton dalam satu tahun. Dari angka itu, kapasitas produksi paling baik dicapai tahun lalu, yaitu sebesar 3,6 juta ton. Itu berarti masih ada idle capacity sebesar 2 juta ton.
Produksi Turun
Sementara itu, penurunan produksi karet juga terus berlanjut, salah satunya di Sumatra Utara. Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatra Utara, Edy Irwansyah, beberapa waktu lalu memperkirakan produksi karet akan menurun lantaran harga jual yang tidak menjanjikan.
"Ada prediksi produksi karet alam Indonesia di 2019 menurun lagi dari 2018 karena sudah banyaknya pohon karet ditebang dampak harga jual yang tidak menjanjikan,” katanya seperti dilansir Antara, Minggu (24/2).
Sementara itu, dia mengatakan, pada bulan Februari, produksi karet di Sumut biasanya mengalami penurunan.
"Di Provinsi Sumatra Utara dan sentra produksi karet yang berada di belahan utara khatulistiwa, gugur daun memang terjadi pada bulan Januari sampai Maret," katanya.
Dia menjelaskan siklus perkembangan gugur daun dapat dikelompokkan menjadi lima fase. Fase pertama ditandai dengan munculnya tanda-tanda daun menguning sebagian. Fase kedua, ditandai dengan daun dalam kondisi kuning menyeluruh dan sebagian sudah gugur.
Fase ketiga ditandai dengan seluruh daun sudah gugur dan mulai muncul kuncup daun berwarna cokelat. Sementara, fase 4 dan 5 ditandai dengan daun mulai berwarna hijau muda serta terlihat dari daun berwarna hijau tua.
"Kelima fase tersebut memerlukan waktu sampai 3 bulan dan Sumut sudah memasuki fase kedua," ujar Edy.
Baca Juga:
Edy menyebutkan setelah rendah hingga April, produksi karet Sumut umumnya mengalami produksi tertinggi pada bulan Oktober Desember.
"Pengusaha dan petani karet berharap harga jual karet meningkat di tengah produksi yang sedang turun," katanya.
Terkait jumlah produksi karet Sumut dan nasional bulan Januari dan Februari 2019, Edy belum bisa menyebutkan angka pasti. Namun, pada bulan Januari dan Februari tahun 2018 lalu, Indonesia mampu memproduksi karet masing-masing sebesar 295 ribu ton dan 298 ribu ton.
Gapkindo sendiri memprediksi produksi karet pada tahun ini masih tertekan harga. Produksi disebut tak akan melampaui produksi pada 2018.
Hingga Januari-November, produksi karet tercatat sebesar 3,674 juta ton atau tumbuh tipis 1,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 3,629 juta ton. (Sanya Dinda)