c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

29 Oktober 2018

18:10 WIB

Indonesia-Norwegia Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Kelautan-Perikanan

Dua pertiga komoditas ekspor Norwegia berasal dari aktivitas kelautan dan pantai

Editor: Agung Muhammad Fatwa

Indonesia-Norwegia Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Kelautan-Perikanan
Indonesia-Norwegia Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Kelautan-Perikanan
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (kanan) berjabat tangan dengan Menteri Luar Negeri Norwegia Ine Marie Eriksen Soreide (kiri) saat mengadakan pertemuan bilateral di Nusa Dua, Bali, Minggu (28/10). ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana

NUSA DUA – Memiliki kesamaan menjadikan laut sebagai sumber ekonomi negara, Indonesia dan Norwegia sepakat untuk menjalin kerja sama di bilang kelautan dan perikanan.

Kerja sama yang disepakati dalam Sidang Komisi Bersama RI-Norwegia tersebut ditandai dengan penandatanganan Letter of Intent (LoI) yang dilaksanakan di sela-sela kegiatan konferensi kelautan atau "Our Ocean Conference" (OOC) di Nusa Dua, Bali, Senin (29/10). Naskah LoI ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dan Menteri Luar Negeri Norwegia Ine Marie Eriksen Soreide.

"Jadi, untuk Norwegia dan Indonesia, laut itu adalah sebuah kehidupan. Jadi, kami bekerja sama dalam menanggapi berbagai isu yang berkaitan dengan kelautan," ucap Menlu Norwegia Ine Marie Eriksen Soreide, dilansir dari Antara.

Dalam Sidang Komisi Bersama RI-Norwegia, kedua menlu fokus membahas kerja sama kelautan dan perikanan, khususnya dalam memerangi penangkapan ikan secara ilegal dan membangun ekonomi kelautan berkelanjutan.

Menlu Soreide menyebutkan bahwa pemerintah Norwegia memberikan perhatian besar terhadap isu-isu kelautan. Pasalnya, dua pertiga komoditas ekspor Norwegia berasal dari aktivitas kelautan dan pantai.

Mengutip worldstopexport.com, ekspor Norwegia didominasi oleh komoditas energi termasuk minyak, dengan nilai US$58,3 miliar atau 57,2% dari total ekspor US$102 miliar di 2017. Untuk diketahui, Norwegia dikenal dengan aktivitas pengeboran minyak lepas pantai yang besar dan modern.

Lalu, berada di urutan kedua adalah perikanan dengan nilai US$11 miliar atau 10,8%. Termasuk di dalamnya ekspor ikan segar US$6,7 miliar, fillet fish beku US$1,9 miliar, dan ikan beku utuh US$1,5 miliar.

Juga, ekspor kapal dengan nilai US$1,6 miliar atau setara 1,6% dari total ekspor.

Dalam kesempatan itu, Menlu Soreide menyebutkan kehadiran delegasi negaranya dalam kegiatan OOC 2018 guna mempersiapkan Norwegia menjadi tuan rumah OOC 2019.

"Kami juga akan menjadi tuan rumah OOC tahun depan. Kami terinsipirasi dan akan belajar dari pengalaman Indonesia menjadi tuan rumah OOC," ujar dia.

Sebelumnya, "Our Ocean Conference" dilaksanakan untuk pertama kali di Washington DC, Amerika Serikat pada 2014. Selanjutnya, OOC dilaksanakan di Chile pada 2015, di Washington DC pada 2016, dan di Malta pada 2017.

Perhelatan Our Ocean Conference (OOC) 2018 di Bali Nusa Dua Convention Center, 29-30 Oktober 2018 merupakan ajang penting bagi pemerintah Indonesia. Dengan menjadi negara pertama Asia yang menjadi tuan rumah Our Ocean Conference menunjukkan bahwa Indonesia dipandang mampu dalam memperjuangkan isu kedaulatan dan hak laut, baik melalui diplomasi maritim maupun kebijakan dalam negeri.

Startup Perikanan
Sementara itu, sebuah lembaga kolaborasi dan inovasi global SecondMuse bekerja sama dengan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Pemerintah Australia memberikan komitmen pendanaan untuk inovasi-inovasi yang mendukung perikanan berkelanjutan di Indonesia.

Direktur Second Muse Indonesia Simon Baldwin di Nusa Dua, Bali, Minggu malam (28/10), mengatakan setidaknya ada sekitar satu juta dolar AS yang dapat digunakan untuk mendukung perusahaan rintisan atau startup yang inovatif dan usaha kecil hingga menengah agar mereka dapat berkembang dengan inovasinya yang dapat mendukung perikanan keberlanjutan di Indonesia.

Komitmen untuk mengakselerasi para inovator bernama the Seafood Innovation Project (SIP) ini, menurut Simon, termasuk yang pertama di Indonesia. Dan harapannya menjadi bentuk dukungan bagi cara-cara baru untuk meningkatkan keberlanjutan sektor akuakultur dan perikanan di seluruh Indonesia.

"Kami telah mengidentifikasi bahwa ada kebutuhan untuk memfasilitasi kemitraan publik-swasta dalam rangka mengembangkan solusi yang inovatif di sektor perikanan Indonesia," kata Simon.

Program ini, lanjutnya, akan berada di garis depan dalam mengumpulkan sumber daya lintas sektoral untuk memupuk inovasi yang berdampak besar bagi keberlanjutan perikanan di Indonesia guna membantu menjaga sumber daya kelautan tersebut untuk generasi selanjutnya.

SIP, lanjut Simon, mencoba membangun ekosistem inovasi yang mendukung perikanan berkelanjutan dari para pemangku kepentingan, mulai dari perusahaan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademia hingga pemerintahan.

Komitmen yang disampaikan pada malam menjelang pelaksanaan Our Ocean Conference (OOC) 2018 di Nusa Dua, Bali, ini baru akan mulai dijalankan pada 19 November 2018, dengan mulai mencari inovasi-inovasi yang potensial digunakan memecahkan satu atau lebih dari tiga persoalan, yakni pembiayaan inovatif, teknologi baru dan penciptaan permintaan pasar.

Program ini, lanjut Simon, akan menerima ide-ide pada berbagai tingkatan, mulai dari bentuk pengembangan prototipe hingga secara komersial terbukti memberikan solusi dengan potensi berdampak di Indonesia.

Setidaknya nantinya akan ada sampai 10 inovator terpilih yang mengikuti program akselerator komunitas yang disesuaikan selama 8 bulan yang telah secara khusus dirancang untuk menjadi sumber inovasi dan mengembangkan bisnis mereka.

Pada peluncuran SIP ini turut dipresentasikan dua inovasi yang mendukung perikanan tangkap berkelanjutan maupun akuakultur berkelanjutan, salah satunya JALA yang merupakan starup monitor tambak udang dari Yogyakarta. Turut hadir Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Zulficar Mochtar dan sejumlah pemangku kepentingan di sektor kelautan dalam dan luar negeri. (Fin Harini)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar