26 November 2018
15:47 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
BAUBAU – Garuda Indonesia mengurangi frekuensi penerbangan dengan rute Baubau–Kendari, Sulawesi Tenggara, sebagai bentuk penyesuaian frekuensi dan optimalisasi rute-rute domestik maskapai itu.
"Betul, per 28 Oktober 2018 penerbangan Garuda Indonesia rute Baubau–-Kendari dan sebaliknya kini sudah kami sesuaikan dari setiap hari menjadi empat kali dalam seminggu," ujar Branch Manager Garuda Indonesia Baubau, Erlangga Dwi Aprianto, di Baubau, Sulawesi Tenggara, Senin (26/11).
Jadwal empat kali dalam seminggu itu adalah Selasa, Kamis, Sabtu dan Minggu.
Meski dikurangi, trafik Kendari–Baubau tetap dipandang potensial. Dengan pengurangan frekuensi penerbangan tersebut, menurut dia, tingkat isian penumpang sejauh ini boleh dibilang cukup memuaskan.
Untuk menjaring lebih banyak penumpang, jadwal penerbangan telah disesuaikan pada jadwal emas (golden time) yang banyak diminati oleh pengguna layanan penerbangan.
"Di hari-hari libur (day of service) yang tetap kami operasikan khususnya Sabtu dan Minggu, di mana masyarakat pengguna layanan melakukan perjalanan untuk berakhir pekan ataupun mengunjungi sanak keluarga," katanya.
Di samping itu, tambah dia, beberapa penumpang kini bisa melanjutkan perjalanan menuju Jakarta (transit via Kendari). Jadi, hal ini juga menjadi daya tarik tersendiri untuk menggunakan layanan penerbangan Garuda.
"Selain itu, tentu saja standar layanan, keselamatan dan keamanan yang selalu konsisten kami jaga," ujarnya.
Jadwal penerbangan untuk rute Baubau–Kendari dengan nomor penerbangan GA 7835, jelas dia, terbang dari pukul 07.45 dan tiba pukul 08.35 Wita. Sebaliknya, Kendari–Baubau dengan nomor penerbangan GA 7836 mengudara pada pukul 14.10 dan tiba pukul 15.00 Wita.
Dia juga mengatakan, kalau pun ke depan tren permintaan terus meningkat, maka tidak menutup kemungkinan penerbangan pada jalur tersebut akan disesuaikan kembali untuk beroperasi setiap hari.
Sebelumnya, Komisaris Utama Garuda Indonesia Agus Santoso mengatakan terdapat dua strategi yang dipilih Garuda demi menghadapi pelemahan rupiah. Yakni, dengan menggenjot pendapatan dalam dolar AS serta memangkas biaya operasional.
Dikutip dari Antara, Jumat (5/10) Agus mengatakan Garuda Maintenance Facility (GMF) Aero Asia menjadi salah satu ujung tombak demi menggenjot pendapatan. Pasalnya, salah satu anak perusahaan dari Garuda Indonesia itu punya pasar asing yang lebih banyak, bahkan menjadi salah satu perusahaan perawatan terbesar di kawasan Asia Pasifik.
“GMF lebih menghasilkan banyak dolar dan penetrasi di pasar regional Asia Pasifik sangat tinggi,” katanya.
Guna menarik lebih banyak pelanggan, menurut Agus, Garuda Indonesia kini mulai menjalin kolaborasi dengan Merpati Maintenance Facility (MMF).
“Kalau GMF saja yang kami dorong untuk memasarkan secara potensial ke luar negeri tidak kuat sehingga dibutuhkan ekspansi berupa kerja sama operasi dengan MMF di Surabaya," terang Sang Komisaris Utama.
Sementara itu, terkait pemangkasan operasional, Agus berpendapat, jika diperlukan strategi untuk penghematan bahan bakar. Salah satu metode penghematan yang dirasa tepat menurut Agus adalah menyesuaikan tipe pesawat dengan kondisi bandara serta rute di Indonesia.
Agus menilai, tipe pesawat CRJ-1000 Bombardier tidak cocok untuk dioperasikan di wilayah Indonesia. Hal ini karena membutuhkan bahan bakar yang banyak, sementara penumpang yang diangkut lebih sedikit dibandingkan dengan pesawat ATR.
“Kami akan mengevaluasi penerbangan yang disesuaikan dengan tipe pesawatnya, ada Boeing 737, Airbus 320, Airbus 330, ATR, ATR bahan bakar yang keluar lebih sedikit dibanding CRJ. CRJ itu kurang efisien untuk Indonesia,” paparnya.
Agus juga melanjutkan, nantikan Garuda Indonesia akan mengevaluasi rute-rute yang menguntungkan, ataupun yang membuat biaya operasional membengkak.
Sebelumnya, pada hari penunjukannya sebagai Direktur Utama baru Garuda Indonesia, Ari Askhara mengatakan, jika dirinya memang bertekad untuk menekan pengeluaran sebanyak US$150 juta hingga akhir 2018.
Salah satunya dengan menutup kebocoran operasional lewat evaluasi rute yang tidak menguntungkan. Selain itu, Askhara juga akan menambah sejumlah saluran dan segmen pendapatan demi efisiensi.
Bicara soal pendapatan, pada semester pertama (H1) 2018 Garuda Indonesia berhasil membukukan operating revenue sebesar US$1,9 miliar. Capaian itu tumbuh sebanyak 5,9% dibanding tahun lalu yang hanya sebanyak US$1,8 miliar. (Fin Harini, Shanies Tri Pinasthi)