11 Juli 2017
04:07 WIB
YOGYAKARTA - Dianugerahi jutaan titik panorama alam yang memukau, Indonesia dapat dikatakan beruntung karena mampu menarik devisa negara dari sektor pariwisata melalui pantai dan gelombang ataupun gunung-gunung yang menjulang. Namun sampai kapan Indonesia puas dengan hal tersebut? Bagaimanapun panorama-panorama cantik tersebut pada waktunya akan terasa mulai membosankan jika dikunjungi berulang kali.
Hal tersebut disadari betul oleh pemerintah DIY Yogyakarta. Karena itu, Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta bakal mengoptimalkan peran ekonomi kreatif untuk mendorong pengembangan pariwisatanya.
"Pariwisata tidak bisa dilepaskan dari ekonomi kreatif. Jika ingin mengembangkan potensi pariwisata dengan optimal, peran ekonomi kreatif dan industri kreatif harus dilibatkan secara maksimal," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, Yunianto Dwi Sutono di Yogyakarta, Selasa (11/7).
Ekonomi kreatif memang menjadi harapan untuk perekonomian Indonesia, tidak terkecuali untuk daerah-daerah yang selama ini mengandalkan pariwisata untuk meraup pendapatan asli daerah (PAD)-nya. Berdasarkan data Statistik Ekonomi Kreatif 2016 hasil kerja sama Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan Badan Pusat Statistik (BPS), dari kurun 2010—2015 besaran PDB ekonomi kreatif naik dari Rp525,96 triliun ke Rp852,24 triliun. Bahkan di tahun 2015, ekonomi kreatif telah menyumbang 7,66% bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Menurut Yunianto seperti dilansir oleh Antara, ekonomi kreatif bisa mendorong pengembangan pariwisata Yogyakarta. Maklum saja, salah satu jenis pariwisata yang tenar di Yogyakata adalah wisata belanja.
Ada beberapa sentra wisata belanja di Yogyakarta yang jadi favorit pelancong. Sebut saja Pasar Beringharjo dan Malioboro yang menjadi incaran turis kala berburu batik. Di kawasan belanja ini, produk-produk kriya maupun fashion khas Yogyakarta tak jarang dibuat secara handmade menjadi barang dagangan andalan dan dicari oleh para pelancong. Ada pula kawasan Kotagede yang terkenal dengan kerajinan perak bakarnya.
Jika ekonomi kreatif kian dikembangkan, pilihan produk khas dari Yogyakarta bakal makin beragam. Karena itu Yunianto berpendapat, sektor industri kreatif harus digandeng untuk mengoptimalkan potensi wisata belanja Yogyakarta.
Tidak ingin menunda-nunda memanfaatkan potensi ekonomi kreatif untuk menopang pertumbuhan sektor pariwisata, tahun ini, Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta langsung melakukan kajian guna menyiapkan Yogyakarta sebagai kota kreatif.
"Dalam pengembangan ekonomi kreatif atau industri kreatif, Dinas Pariwisata memiliki tugas untuk mempromosikan potensi ekonomi kreatif. Sedangkan, pembinaan dan pengembangan menjadi ranah dari instansi lain, yaitu Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Dinas Koperasi UKM Tenaga Kerja dan Transmigrasi," tuturnya menerangkan.
Keseriusan meningkatkan industri kreatif menjadikan Yogyakarta sebagai panutan dalam pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia. Hal tersebut diakui sendiri oleh Kepala Bekraf, Triawan Munaf kepada Validnews di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Ia menyebut, dari segi konektivitas dan aksesibilitas, industri kreatif di Yogyakarta tidak kalah disandingkan dengan Singapura maupun Hong Kong. Lebih lagi, Yogyakarta memiliki konsep pengintegrasian festival-festival seni.
“Yogyakarta itu ada sekitar 16 festival besar, sudah bersatu mereka. Agar apa? Agar kalendernya bisa diatur. Jadi, kalau orang bule datang ke sini, sekaligus bisa menonton beberapa. Pembeli datang ke Indonesia, ke Yogya datang,” tutur Triawan.
Hingga 2017 ini, Artjog yang menjadi pengintegrasian festival-festival seni di Kota Pelajar tersebut telah memasuki tahun kesepuluh. Tema Artjog tahun ini adalah “Changing Perspektive” yang pelaksanaannya ditempatkan di Jogja National Museum pada 20 Mei—19 Juni 2017. (Theodora Nirmala Fau)