c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

07 Agustus 2018

15:19 WIB

Di Cianjur, Ratusan Ton Ikan Budi Daya Mati

Petani pembudi-daya ikan di Cianjur kehilangan ratusan juta rupiah

Editor: Agung Muhammad Fatwa

Di Cianjur, Ratusan Ton Ikan Budi Daya Mati
Di Cianjur, Ratusan Ton Ikan Budi Daya Mati
Ilustrasi warga menunjukkan ikan yang mati akibat pencemaran sungai. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

CIANJUR – Ratusan ton ikan hasil budidaya di Waduk Jangari, Kecamatan Mande, Cianjur, Jawa Barat mati. Diduga, matinya ratusan ton ikan tersebut akibat cuaca. Dan, diperparah dengan pencemaran air dari limbah perusahaan garmen serta peternakan sapi di bagian hulu sungai yang mengalir ke waduk.

Ujungnya, puluhan petani ikan merugi hingga ratusan juta rupiah akibat ikan yang mereka budidayakan mati. "Seharusnya bulan ini bukan waktunya terjadi upwelling, namun diduga ikan yang diternak mati karena limbah peternakan dan perusahaan garmen yang dibuang ke waduk," kata Ketua Kompepar pesona wisata Jangari, Hendrawadi Cianjur, Selasa (7/8).

Ia menjelaskan, bukan saja petani rugi, tapi secara luas wisatawan enggan untuk datang ke Jangari. Para petani berharap dinas terkait di Pemkab Cianjur dan institusi hukum segera menindak tegas perusahaan yang membuang limbahnya ke Waduk Cirata khususnya genangan air Jangari.

“Kami juga meminta penguasa teritorial baik itu pemerintah daerah dan pemerintah pusat segera menangani dampak tercemarnya air waduk Cirata di Jangari," ujarnya.

Ace (35) pemilik kolam jaring apung Jangari, mengatakan dia mengalami kerugian hingga Rp20 juta rupiah akibat tercemarnya air waduk. Benih ikan mas dan ikan nila sebanyak 1,5 kuintal yang disemai mati. "Estimasi masa panen akan menghasilkan bobot ikan seberat 1,5 ton, ditambah biaya pakan ikan sebanyak 2 ton sebesar Rp 8 juta sehingga total kerugian mencapai Rp20 juta," katanya, dikutip Antara.

Ia menjelaskan, ada beberapa faktor penyebab matinya ikan di Jangari, sejak 3 hari terakhir seperti angin dari Selatan yang datang lebih cepat diperparah dengan tercemarnya air waduk oleh limbah. Petani yang sudah menggeluti propesi itu, secara turun temurun dari orang tuanya, menilai saat ini pasokan air di Jangari mengalami surut dan terlihat sangat kotor diduga bercampur limbah.

"Memang ada masa ikan mati secara massal karena upwelling, biasanya bulan 10 dan 11 setiap tahunnya. Sedangkan sekarang baru saja menginjak bulan 8 hampir semua ikan di Kolam jaring apung mati," tambahnya.

Genjot Produksi
Di Sukabumi, tak jauh dari Cianjur, Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKP3) setempat kini berupaya menggenjot produksi benih ikan air tawar, yakni nila dan mas untuk kebutuhan pasokan budidaya perikanan. Untuk upaya ini, dinas memperbaiki sarana dan prasarana khususnya induk ikan harus mempunyai kualitas sehingga produksi telur dan daya tetasnya baik, dengan tingkat ketahanan hidup benih hingga dewasa mencapai 80% lebih.

"Target produksi benih ikan mas dan nila pada 2018 ini mencapai 1,5 juta ekor," kata Kepala Bidang Perikanan DKP3 Kota Sukabumi Budi Buntaran di Sukabumi, Senin.

Kini, di Balai Benih Ikan DKP3 di Kelurahan Sukakarya, Kecamatan Warudoyong, juga disediakan seperti pakan, vitamin dan obat. Ini diharapkan bisa meningkatkan produksi benih ikan dengan maksimal.

Peningkatan produksi ini karena meningkatnya permintaan apalagi konsumsi ikan warga Sukabumi cukup tinggi. Setiap tahunnya, sebanyak 200 ribu ekor benih ikan ditebar ke sejumlah aliran sungai yang ada di wilayah Kota Sukabumi, untuk menjaga ekosistem.

Tak Melaut
Konsumsi ikan di Kota Sukabumi 39,47 kilogram per kapita. Sedangkan benih ikan dari BBI dipasarkan ke berbagai daerah diantaranya ke Cianjur dan Bogor dan tergantung permintaan.

Terkait produksi perikanan, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia, Sumatera Utara meminta kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan agar menunda pelaksanaan Pelayanan Perizinan Terintegrasi Secara Elektronik, karena ratusan kapal nelayan di daerah itu, tidak diperbolehkan untuk melaut.

Diberitakan Antara, Wakil Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumut Nazli, di Medan, Selasa, mengatakan kapal nelayan tersebut, mengalami kendala dengan PP Nomor 24 Tahun 2018, tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.

Beleid ini mewajibkan,  setiap kapal penangkapan ikan milik nelayan yang berada di atas 30 Gross Ton (GT) pengurusan izin SIUP dan SIPI melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Sedangkan, kapal milik nelayan yang berada di bawah 30 GT, merupakan kewenangan Provinsi Sumatera Utara.

Belakangan,  sampai saat ini nelayan yang akan mengurus SIUP dan SIPI melalui KKP tersebut, mengalami kesulitan setelah diberlakukannya PP Nomor 24 Tahun 2018. Menurutnya, dalam Pelayanan Perizinan Terintegrasi Secara Elektronik, yang telah diberlakukan masih terdapat berbagai kelemahan dan proses pengurusan SIUP dan SIPI yang cukup lama.

"Akibatnya, kapal nelayan tidak berani pergi menangkap ikan ke laut, karena bisa saja mereka ditangkap petugas TNI AL, Polisi Perairan dan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) karena tidak memiliki SIUP dan SIPI," ujarnya.

Karena hal ini, ada kapal nelayan yang sudah hampir dua bulan lebih tidak melaut dan mereka masih menganggur di rumah. Akibatnya, mereka terlilit hutang dengan para pengusaha perikanan.

Kapal ikan nelayan yang belum bisa melaut itu, berasal dari wilayah Pantai Barat dan Pantai Timur Sumatera, yakni Sibolga/Tapanuli Tengah, Asahan, Tanjung Balai, Batubara, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Belawan dan beberapa daerah lainnya. (Rikando Somba)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar