01 Juli 2019
19:32 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Platform fintech Akulaku berencana mulai melirik pembiayaan produktif yang menyasar pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui produk SMI loan dan CAR loan. Rencananya, dua produk ini akan diluncurkan akhir tahun 2019.
"Mudah-mudahan akhir tahun ini bisa diluncurkan," kata Director of Corporate Affairs and Public Relations Akulaku Indonesia, Anggie Setia Ariningsih, saat media gathering di Hotel Veranda, Jakarta, Senin (1/7).
Ia menyatakan, pihaknya mulai melirik pembiayaan produktif setelah sebelumnya menyalurkan kredit konsumtif saja. Menurutnya, baik SMI loan maupun CAR Loan bisa mencapai kredit hingga Rp50 juta. Nantinya produk pembiayaan untuk UMKM daN CAR loan juga tersedia di aplikasi Akulaku.
SMI Loan merupakan pembiayaan yang ditujukan bagi para merchant yang telah bergabung dalam Akulaku. Produk diharapkan dapat menjadi modal kerja bagi para UMKM. Sementara itu, CAR loan merupakan pinjaman kendaraan yang bisa diarahkan untuk kegiatan produktif. Di mana jaminannya adalah BPKB kendaraan roda empat.
"CAR loan bisa untuk kredit produktif maupun konsumtif, tapi kita terus dorong kalau pinjaman sampai sebesar itu kalau bisa untuk produktif," ucap Anggie.
Anggie menjelaskan, pinjaman UMKM ini akan diberikan pada 120 ribu merchant yang sudah bergabung dengan Akulaku. Namun, secara bertahap pembiayaan akan diperluas untuk UMKM lainnya. Pembiayaan ini bisa berupa modal kerja bagi UMKM, misalnya dalam memenuhi bahan baku produksi.
"Akulaku memang consumer loan, tapi di balik itu kita punya 120 ribu merchant mitra yang kita kasih pinjaman,” ungkap Anggie.
Ia mengakui sistem di Akulaku tidak bisa merekam mana pembiayaan produktif dan konsumtif. Karenanya, pihaknya ingin meluncurkan produk khusus kredit produktif.
"Sejauh ini target kami 20% pembiayaan produktif, pengennya, kita coba pelan-pelan," tegasnya.
Anggie menambahkan verifikasi bagi penyaluran pembiayaan UMKM ini akan melihat apakah bisnisnya benar-benar ada atau tidak. Selain itu, pihaknya juga akan melakukan verifikasi data UMKM dari domisili usaha, tagihan pembayaran, dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan untuk memastikan peminjam menarik kredit sesuai kebutuhan modal kerja.
"Karena susah kalau enggak tahu jejak transaksinya lalu tiba-tiba ngasih pinjaman antah berantah. Kita saja kan enggak mau kasih pinjaman ke orang yang baru dikenal," cetusnya.
Hanya saja diakui Anggie, kredit konsumer bagi fintech lending memiliki kecepatan dalam pembalikan modal. Namun, pihaknya menginginkan ada pembiayaan sektor produktif untuk membantu UMKM Indonesia sebagaimana dicanangkan pemerintah.
"Kita bisa menjangkau orang lebih jauh dan pengembalian akan lebih terjamin daripada consumer loan," ucap Anggie.
Tekan Kredit Macet
Anggie menambahkan, sepanjang tahun 2018, Akulaku menyalurkan pembiayaan hingga Rp 9,8 triliun. Sementara, untuk Januari sampai Juni 2019, penyaluran pembiayaan rata-rata Rp 1,5 triliun setiap bulannya atau mencapai sekitar Rp 9 triliun sampai semester I-2019.
"Target kita pembiayaan akan naik 2—3 kali lipat dari penyaluran pembiayaan sepanjang 2018," ujarnya.
Adapun tingkat kemampuan bayar (TKB) 90 Akulaku atau kredit macet di bawah 5%. Adapun jumlah pengguna aplikasi Akulaku mencapai 20 juta pengguna, meningkat dari sebelumnya 15 juta pengguna sampai Desember 2018.
"Pertumbuhan user sangat baik," kata Anggie.
Akulaku sendiri adalah platform fintech yang sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Melalui Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor KEP-436/NB.11/2018 tanggal 18 April 2018, Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan memberikan pemberlakuan izin usaha kepada perusahaan pembiayaan PT Maxima Auto Finance setelah melakukan perubahan nama menjadi PT Akulaku Finance Indonesia.
Lebih lanjut, Akulaku sendiri menyatakan pengantongan izin oleh OJK dilakukan oleh Asetku, layanan peer to peer lending yang berafiliasi dengan Akulaku.
"Kita sudah beroperasi sejak Desember 2018 dan nanti Desember 2019 kita harus memasukkan progres untuk mendapatkan perizinan" tambah Anggie.
Penyelenggara financial technology (fintech) lending yang mengantongi izin penuh dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sampai Mei kemarin tercatat ada 5 perusahaan. Menyusul Danamas yang sudah dari Juli 2017 menyabet izin penuh, empat perusahaan fintech lending lainnya akhirnya memperoleh izin yang sama pada 13 Mei kemarin. Keempatnya adalah Investree, Amartha, Dompet Kilat, dan KIMO.
Dengan diperolehnya izin penuh, status hukum fintech lending akan semakin kuat. Penutupan terhadap usaha mereka pun tidak bisa dilakukan sewenang-wenang oleh otoritas terkait.
Pengajuan izin penuh pun wajib dilakukan oleh seluruh fintech lending yang terdaftar di OJK. Kurun waktu pendaftaran izin maksimal satu tahun sejak perusahaan tersebut memperoleh status terdaftarnya. Hanya saja, proses yang perlu dilewati untuk mendapatkan izin penuh terkesan lama. Bagi keempat fintech lending ini pun, jarak antara pengajuan izin hingga pemerolehnya mencapai 1 tahun.
“Mengapa proses perizinan selama ini lama? Kami ingin memastikan ketika mereka mendapatkan izin yang permanen, kewenangan permanen, industri ini benar-benar tetap sehat, stabil, dan bisa bertumbuh,” papar Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi, kepada Validnews, beberapa waktu lalu.
Bukan hanya 4 fintech lending yang sudah mengantongi izin. Hendrikus menjelaskan, jumlah penyelenggara fintech yang tengah mengurus izin sampai April kemarin pun sebenarnya sudah ada 30 perusahaan.
Untuk diketahui juga, sejak akhir Oktober 2018 kemarin, sebenarnya sudah ada 17 perusahaan yang sebenarnya sudah melengkapi segala persyaratan untuk bisa memperoleh status izin penuh, termasuk 4 fintech lending di atas. Namun selain persyaratan, perusahaan juga mesti lulus uji lapangan sebelum akhirnya memperoleh izin penuh.
Tadinya pula ditargetkan sudah ada beberapa perusahaan fintech lending yang akan menerima izin penuh pada kisaran bulan Februari. Hanya saja karena terdapat masalah terkait data yang menyita perhatian publik dan dianggap krusial, Hendrikus melanjutkan, prosesnya menjadi akan lambat. (Kartika Runiasari, Teodora Nirmala Fau)