18 September 2020
08:05 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Meski pasar properti tertekan selama masa pandemi, namun minat masyarakat untuk membeli properti ternyata tidak sepenuhnya hilang, terlihat dari hasil survei konsumen Indonesia Property Watch atau IPW pada awal September ini.
Tergerusnya daya beli memang membuat sebagian masyarakat menahan pembelian propertinya, namun ternyata ada sebagian masyarakat yang masih menyimpan minat membeli properti saat ini.
CEO IPW Ali Tranghanda mengklaim, pasar properti tidak secara drastis kehilangan daya beli. Meski hal itu berbanding terbalik dengan realita bahwa pertumbuhan ekonomi secara nasional masih mengalami kontraksi.
“Survei ini paling tidak diharapkan dapat memetakan perubahan perilaku yang ada di pasar properti saat pandemi berlangsung,” tulis Ali dalam rilis pers, Kamis (17/9).
Ia mengatakan, sifat anomali pasar properti tergambar dari masih besarnya minat masyarakat untuk membeli properti saat ini. Pernyataan itu berdasar pada hasil survei yang menunjukkan 68,09% dari 285 responden, menyatakan berminat membeli properti meski pandemi masih berlangsung.
Dilihat dari preferensi konsumen dalam memilih properti, paling banyak konsumen mempertimbangkan harga unit yang ditawarkan, dinyatakan oleh 28,46% responden. Disusul responden yang mementingkan brand pengembang sebanyak 16,21%, serta kedekatan dengan fasilitas umum sebesar 15,42%.
Hasil survei IPW juga menunjukkan bahwa faktor luas tanah dan luas bangunan, ternyata tidak terlalu memengaruhi pengambilan keputusan konsumen, selama harga unit yang ditawarkan sesuai.
Untuk harga, rentang yang diminati sebagian besar konsumen, masih di segmen menengah. Dengan 29,79% responden memilih properti di kisaran harga Rp500 juta sampai Rp1 miliaran, disusul properti harga Rp300–500 juta yang dipilih 28,72% responden, serta Rp1–3 miliar sebesar 23,40%. Kemudian konsumen yang memilih properti di bawah harga Rp300 juta, ada 10,64% responden.
Hasil ini, kata Ali, sejalan dengan survei tren penjualan pasar properti yang dilakukan IPW tiap kuartal. Di mana segmen menengah masih menjadi segmen gemuk yang tetap membukukan penjualan sampai saat ini.
Sedangkan di segmen menengah atas dengan harga di atas Rp3 miliar tersisa potensi permintaan sebesar 7,45%.
“Meskipun demikian keputusan untuk membeli properti terbilang relatif masih penuh ketidakpastian. Responden yang akan merealisasikan pembelian properti dalam jangka waktu di bawah 6 bulan sebesar 11,7%,” jelas Ali.
Sementara yang mengaku akan membeli properti dalam kurun 6 bulan sampai 1 tahun, ada 10,64% responden. Selebihnya memilih membeli properti lebih dari 1 tahun bahkan belum ada rencana kapan akan memutuskan untuk membeli properti.
Hasil survei memperlihatkan, faktor yang paling mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli properti saat ini adalah faktor harga. Lantaran harga properti pada masa pandemi dipercaya lebih murah dibandingkan sebelumnya. Hal itu disuarakan oleh 34,45% responden.
Meski demikian, Ali mengingatkan bahwa saat ini tengah terjadi pergeseran pembeli ke segmen yang lebih rendah. Konsumen yang dulu ingin membeli properti seharga di atas Rp1 miliar, sekarang diperkirakan memilih segmen harga yang lebih rendah di kisaran Rp500 juta sampai Rp1 miliar.
Hal ini terlihat dari hasil survei dimana tren harga rata-rata penjualan rumah mengalami penurunan. Begitu juga di segmen menengah yang tadinya ingin membeli Rp500 jutaan mulai bergeser ke segmen harga Rp300 jutaan.
“Konsumen yang tadinya mempunyai daya beli Rp300 jutaan sekarang hanya mampu membeli properti di bawah Rp300 jutaan,” sambungnya menegaskan.
Selain itu, cara pembayaran yang fleksibel dan promo menarik dari pengembang juga menjadi faktor penting berikutnya.
Namun ternyata ada fenomena, di mana segmen pembeli properti di bawah harga Rp300 juta, tidak mau membeli rumah yang terlalu murah. Termasuk rumah subsidi dengan berbagai alasan, yang membuat golongan ini terpaksa menunda untuk sementara waktu.
“Sedangkan pasar yang cukup terdampak adalah di segmen perumahan subsidi dimana golongan masyarakat ini mengalami tekanan daya beli yang cukup besar,” kata Ali.
Motif pembelian properti saat ini pun, survey gambarkan, menjadi beragam. Sebagian besar responden atau sebanyak 42,55% konsumen menganggap, masa pandemi ini merupakan saat yang tepat untuk membeli properti untuk disimpan dalam jangka panjang sebagai investasi. Sedangkan 22,34% responden mengaku, membeli properti untuk segera dihuni (end user).
Hal menarik lainnya, ternyata ada 18,09% responden yang membeli properti untuk segera dijual lagi jika harga naik nantinya. Mereka ini masuk dalam golongan investor jangka pendek atau spekulator.
Selain itu motif membeli properti sebagai tabungan untuk anak-anak mewakili 10,64% responden. Selebihnya mengaku membeli properti untuk koleksi, ikut-ikutan, dan lainnya.
“Hasil tersebut sekaligus menggambarkan selain properti masih menjadi primadona untuk investasi jangka panjang, ternyata pembeli end-user pun masih cukup besar. Beberapa faktor di atas harus menjadi perhatian para pengembang agar dapat memengaruhi pengambilan keputusan pembelian konsumen saat ini,” papar Ali.
Untuk diketahui, sebagian besar responden terdiri dari masyarakat berusia 45-55 tahun sebesar 44,09% dan usia 35-45 tahun sebesar 30,11%. Ia menyebut, golongan ini menggambarkan golongan yang aktif sebagai pasar konsumen properti.
Sementara berdasarkan domisilinya, 37,63% responden bertempat tinggal di Jakarta, 45,17% bertempat tinggal di Bogor, Depok, Bekas, dan Banten. Sementara, selebihnya tersebar di Jawa dan luar Jawa. (Zsazya Senorita)