21 Oktober 2025
14:00 WIB
Standar Emisi Kendaraan Dan Masa Depan Transportasi Ramah Lingkungan Di Indonesia
Memahami standar emisi kendaraan bukan cuma soal tahu aturan teknis, namun juga tentang kesadaran. Pasalnya, setiap kendaraan yang kita gunakan punya kontribusi terhadap udara yang kita hirup.
Penulis: Oktarina Paramitha Sandy
Editor: Rikando Somba
Warga memasuki bus listrik Transjakarta di Halte Bundaran Senayan, Jakarta, Jumat (20/9/2024). Antara Foto/Sulthony Hasanuddin
Langit di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, atau Bandung, jarang benar-benar tampak biru akhir-akhir ini. Tak hanya itu, udaranya pun terasa tidak sehat.
Dominasi kabut, yang sebenarnya adalah asap kendaraan, membuat pandangan agak buram. Bahkan, di beberapa daerah, sejak pagi kamu mungkin sudah merasakan perih di tenggorokan.
Kondisi ini bukan kebetulan, tetapi terjadi akibat kualitas udara di perkotaan yang semakin memburuk.
Menurut laporan IQAir pada 2024, indeks kualitas udara di Jakarta kerap masuk kategori tidak sehat, dengan kadar PM2.5 beberapa kali lipat di atas ambang batas aman WHO. Penyebab utamanya? Emisi yang dihasilkan kendaraan bermotor yang setiap hari memenuhi jalanan kota.
Seperti diketahui, setiap harinya kendaraan yang beroperasi secara bersamaan, seperti mobil pribadi, motor, truk, dan angkutan umum, semuanya melepaskan gas buang dari hasil pembakaran bahan bakar fosil. Gas-gas, seperti karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), dan partikel halus (PM2.5), bercampur di udara, membentuk lapisan polusi yang sulit dihindari.
Maka dari itu, setiap kali kamu menghirup udara di tengah kemacetan, kemungkinan besar kamu juga sedang menghirup sisa pembakaran dari knalpot kendaraan di sekitarmu, loh!
Menurut inventarisasi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, sektor transportasi darat menyumbang sekitar 75% dari total polusi udara di ibu kota. Angka itu menggambarkan betapa dominannya peran kendaraan bermotor dalam memburuknya kualitas udara yang kamu hirup setiap hari. Polusi udara dari kendaraan menjadi pemicu utama meningkatnya kasus penyakit pernapasan kronis, seperti asma, bronkitis, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Kamu mungkin tidak selalu menyadarinya, tapi efek jangka panjang dari kondisi ini sangat nyata, dan tidak hanya berdampak pada kesehatan manusia. Di sisi lain, gas-gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO₂) dan NOx ikut memperparah efek rumah kaca, yang menyebabkan peningkatan suhu udara di perkotaan. Fenomena yang sering kamu rasakan ini merupakan “urban heat island” atau suhu panas berlebih di wilayah padat penduduk.
Ozon di lapisan permukaan bumi, yang terbentuk akibat reaksi antara sinar matahari dan NOx, juga dapat merusak tanaman dan menurunkan hasil panen. Hujan asam yang terjadi akibat pencampuran sulfur dan nitrogen di udara pun perlahan merusak infrastruktur kota, mulai dari jembatan baja hingga bangunan bersejarah.
Dikutip dari penelitian berjudul Measurement of Real-world Motor Vehicle Emissions in Jakarta (2022), ada banyak kendaraan di Jakarta, terutama yang bermesin diesel, masih menghasilkan kadar nitrogen oksida (NOx) dan karbon monoksida (CO) jauh di atas batas aman yang ditetapkan. Artinya, meskipun secara teknis kendaraan tersebut mungkin lolos uji emisi, dalam kondisi penggunaan sehari-hari, mereka tetap menjadi sumber utama pencemar udara.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa polusi udara di perkotaan tidak akan membaik tanpa pembenahan menyeluruh terhadap emisi gas buang kendaraan. Bukan hanya dari sisi regulasi, tapi juga dari perilaku pengguna dan pengawasan di lapangan.
Banyak kendaraan yang berusia tua masih beroperasi tanpa perawatan rutin, sistem pembakaran tidak efisien, dan bahan bakar yang digunakan masih memiliki kadar sulfur tinggi. Kombinasi faktor-faktor inilah yang membuat kualitas udara di kota-kota besar sulit membaik, meski kebijakan lingkungan terus diperbarui.
Karena itu, penerapan standar emisi kendaraan menjadi langkah strategis untuk memperbaiki kualitas udara di Indonesia. Standar ini berfungsi sebagai batas toleransi seberapa besar gas buang yang boleh dikeluarkan oleh kendaraan bermotor. Semakin ketat aturannya, semakin besar pula dorongan bagi produsen otomotif untuk berinovasi menciptakan mesin yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
Saat ini Indonesia telah menerapkan standar Euro 4 untuk kendaraan baru, sebuah langkah maju setelah lebih dari satu dekade bertahan di Euro 2. Namun transisi menuju Euro 5 dan Euro 6 masih menjadi tantangan besar. Selain membutuhkan infrastruktur bahan bakar yang lebih bersih, penerapannya juga menuntut sistem uji emisi yang konsisten dan penegakan hukum yang tegas di lapangan.
Langkah ini penting karena standar emisi bukan hanya urusan teknis otomotif, tapi bagian dari upaya nasional untuk menciptakan transportasi rendah emisi. Transportasi yang lebih bersih berarti udara yang lebih sehat, angka penyakit pernapasan yang menurun, dan kota yang lebih layak huni. Dengan penerapan regulasi yang kuat dan kesadaran masyarakat yang tumbuh, Indonesia punya peluang besar untuk memperbaiki kualitas udaranya secara bertahap.
Lalu, apa itu standar emisi kendaraan?
Aturan Batas Emisi
Secara sederhana, standar emisi kendaraan adalah batas maksimum gas buang yang boleh dilepaskan kendaraan bermotor ke udara. Jadi, setiap kendaraan, baik mobil, motor, maupun truk, tidak bisa seenaknya mengeluarkan asap tanpa aturan. Ada batas yang harus dipatuhi agar udara yang kamu hirup setiap hari tetap aman bagi kesehatan.
Gas yang diukur dalam standar ini bukan hanya satu atau dua jenis, tapi beberapa komponen utama seperti karbon monoksida (CO), hidrokarbon (HC), nitrogen oksida (NOx), dan partikulat halus (PM). Semua zat ini punya dampak serius jika jumlahnya melebihi ambang batas aman. CO, misalnya, bisa menghambat pasokan oksigen ke darah. Sementara NOx dan HC berperan besar dalam pembentukan ozon troposfer serta hujan asam yang merusak ekosistem. Adapun partikulat halus, debu mikroskopis hasil pembakaran bahan bakar, dapat masuk jauh ke dalam paru-paru dan memicu gangguan pernapasan kronis.
Di tingkat global, sistem pengaturan emisi ini dikenal dengan nama standar Euro, mulai dari Euro 1 hingga Euro 6, dengan tingkat ketat yang semakin tinggi di setiap levelnya. Semakin besar angkanya, semakin sedikit emisi yang boleh dilepaskan kendaraan. Misalnya, pada standar Euro 2 (yang dulu diterapkan di Indonesia), kadar nitrogen oksida (NOx) yang diizinkan untuk kendaraan diesel mencapai 0,7 gram per kilometer. Namun pada Euro 6, batas tersebut turun drastis menjadi hanya 0,08 gram per kilometer. Perbedaannya sangat signifikan dan berdampak langsung pada penurunan polusi udara di kota-kota besar.
Menariknya, aturan ini berbeda untuk kendaraan berbahan bakar bensin dan diesel. Proses pembakaran keduanya memang tidak sama. Mesin bensin cenderung menghasilkan lebih banyak karbon monoksida dan hidrokarbon, sedangkan mesin diesel menghasilkan nitrogen oksida dan partikulat halus dalam jumlah lebih tinggi. Itulah mengapa kendaraan bermesin diesel sering kali mendapat perhatian khusus dalam kebijakan pengendalian emisi.
Untuk memastikan kendaraan tetap memenuhi standar, pemerintah menerapkan uji emisi berkala. Di Jakarta, misalnya, kendaraan pribadi wajib mengikuti uji emisi untuk memastikan gas buangnya masih berada dalam batas aman. Hasilnya menentukan apakah kendaraanmu masih layak jalan atau perlu perawatan. Langkah ini bukan hanya formalitas administratif, tapi juga bagian penting dari upaya menjaga kualitas udara agar tetap bersih dan sehat untuk kamu dan masyarakat luas.
Dalam penelitian berjudul Status of Vehicle Emission Standards in the ASEAN Region (2024), disebutkan bahwa negara-negara yang menerapkan standar emisi lebih ketat terbukti berhasil menurunkan kadar polutan utama seperti NOx dan PM2.5 dalam jangka waktu lima tahun setelah kebijakan diberlakukan. Temuan ini menegaskan bahwa kebijakan emisi yang kuat dan konsisten bisa membawa dampak nyata bagi kualitas udara dan kesehatan masyarakat.
Jadi, memahami standar emisi kendaraan bukan cuma soal tahu aturan teknis, tapi juga tentang kesadaran. Kesadaran bahwa setiap kendaraan yang kamu gunakan punya kontribusi terhadap udara yang kamu hirup. Semakin patuh kendaraanmu terhadap standar emisi, semakin besar pula peran kamu dalam menjaga bumi tetap layak untuk dihidupi.

Perkembangan Standar Emisi Kendaraan di Indonesia
Kalau kamu perhatikan, perjalanan Indonesia dalam menerapkan standar emisi kendaraan berlangsung cukup panjang dan penuh dinamika. Negara kita memang bukan yang paling cepat di kawasan dalam mengadopsi kebijakan ini, tapi langkah-langkah yang ditempuh menunjukkan komitmen kuat menuju sistem transportasi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Upaya pengendalian emisi kendaraan di Indonesia mulai dilakukan sejak tahun 2005, ketika pemerintah secara resmi menerapkan standar Euro 2 untuk kendaraan bensin dan diesel. Kebijakan ini menjadi tonggak penting dalam sejarah pengendalian polusi udara di sektor transportasi, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung yang saat itu mulai merasakan dampak serius dari peningkatan jumlah kendaraan bermotor.
Kemudian pada tahun 2018, pemerintah melangkah lebih jauh dengan memberlakukan standar Euro 4 untuk kendaraan bensin tipe baru. Dikutip dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 20 Tahun 2017, aturan ini mengatur baku mutu emisi gas buang untuk kendaraan kategori M (mobil penumpang), N (mobil barang), dan O (gandengan). Penerapan standar ini menandai era baru di mana produsen kendaraan harus memastikan setiap unit yang dipasarkan mampu memenuhi ambang batas emisi yang lebih ketat.
Selanjutnya, pada tahun 2022, kebijakan serupa diberlakukan untuk kendaraan bermesin diesel. Rencana awal sebenarnya dijadwalkan berlaku pada 2021, namun sempat tertunda akibat pandemi COVID-19. Keterbatasan tenaga ahli dan proses uji komponen yang sebagian besar masih dilakukan di luar negeri membuat penerapannya harus diundur. Meski demikian, setelah kondisi membaik, regulasi ini akhirnya berjalan dan menjadi langkah konkret menuju pengurangan polusi dari sektor transportasi berat seperti truk dan bus.
Ke depan, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menyiapkan roadmap menuju standar Euro 5 dan Euro 6. Target ini memang ambisius, tapi sangat penting jika Indonesia ingin sejajar dengan negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura yang sudah lebih dulu menerapkan standar lebih ketat.
Tentu, keberhasilan penerapan standar ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, termasuk sektor energi. Pertamina, misalnya, sudah menyediakan bahan bakar berstandar Euro 4 seperti Pertamax Turbo dan Dexlite yang dirancang untuk mendukung mesin-mesin modern. Karena pada dasarnya, tanpa bahan bakar dengan kualitas tinggi, mesin berteknologi canggih pun tidak akan mampu menghasilkan emisi rendah seperti yang diharapkan.
Namun, perjalanan menuju transportasi rendah emisi tidak selalu mulus. Tantangannya cukup besar, mulai dari distribusi bahan bakar bersih yang belum merata di seluruh daerah, kesiapan industri otomotif lokal untuk menyesuaikan teknologi, hingga jutaan kendaraan lama yang masih beroperasi dengan standar Euro 2 atau bahkan Euro 1. Semua ini menjadi pekerjaan besar yang membutuhkan waktu dan kolaborasi lintas sektor. Meski begitu, hasilnya mulai terlihat. Efisiensi bahan bakar kendaraan meningkat, beberapa kota menunjukkan perbaikan kualitas udara, dan industri otomotif nasional kini lebih kompetitif di pasar global.
Mengapa Standar Emisi di Indonesia Terus Ditingkatkan
Ada alasan kuat kenapa Indonesia tidak bisa bersikap santai soal peningkatan standar emisi kendaraan. Isu ini bukan cuma soal urusan teknis otomotif, tapi juga menyangkut komitmen global, kesehatan masyarakat, dan arah masa depan industri nasional. Setiap langkah memperketat aturan emisi punya dampak langsung terhadap kualitas udara yang kamu hirup setiap hari, sekaligus menentukan seberapa cepat kita bisa menuju masa depan yang lebih bersih.
Salah satu alasan terbesarnya adalah komitmen Indonesia terhadap upaya global menekan laju perubahan iklim. Sebagai negara yang menandatangani Paris Agreement, Indonesia telah berjanji untuk mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060. Sektor transportasi sendiri menyumbang sekitar 23% dari total emisi karbon nasional, sehingga pengendalian gas buang dari kendaraan bermotor menjadi langkah penting dalam mewujudkan target tersebut.
Melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pemerintah telah menyiapkan roadmap yang mengintegrasikan kebijakan standar emisi dengan percepatan adopsi kendaraan listrik. Artinya, semakin ketat aturan emisi yang diterapkan, semakin besar pula dorongan menuju transisi energi bersih di sektor transportasi.
Alasan lainnya adalah krisis polusi udara yang semakin buruk di perkotaan. Kondisi udara di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung kerap berada di level “tidak sehat”. Hal ini bahkan berdampak pada usia hidup di perkotaan, di mana polusi udara bisa memangkas harapan hidup rata-rata masyarakat hingga 2,3 tahun.
Selain itu, peningkatan standar emisi juga memberi tekanan positif bagi percepatan kendaraan listrik. Semakin ketat batas emisi kendaraan konvensional, semakin besar dorongan bagi konsumen dan produsen untuk beralih ke kendaraan berbasis listrik. Pemerintah bahkan menargetkan pada 2030, Indonesia bisa memproduksi 600 ribu unit mobil listrik dan 2,45 juta unit motor listrik. Langkah ini menjadi bagian penting dari strategi dekarbonisasi sektor transportasi nasional, sekaligus membuka peluang ekonomi baru di bidang energi hijau dan industri baterai.
Dikutip dari penelitian berjudul, Sustainability of Indonesia’s Transportation Sector Energy and Emissions Policies (2024), kebijakan peningkatan standar emisi terbukti berperan besar dalam menekan pertumbuhan emisi gas rumah kaca dari sektor transportasi. Studi tersebut juga menegaskan bahwa tanpa regulasi yang lebih ketat, sektor transportasi akan tetap menjadi salah satu penyumbang utama emisi di Indonesia.
Studi ini juga menekankan bahwa tanpa regulasi yang lebih ketat dan penegakan hukum yang konsisten, upaya pengendalian emisi akan sulit mencapai hasil maksimal. Dalam kata lain, meskipun teknologi ramah lingkungan semakin berkembang, dampaknya tidak akan terasa jika kendaraan lama dengan emisi tinggi masih bebas beroperasi di jalanan.
Selain itu, sinkronisasi kebijakan antar-sektor, antara energi, transportasi, dan lingkungan, agar target penurunan emisi dapat tercapai. Misalnya, kebijakan bahan bakar rendah sulfur perlu berjalan seiring dengan peningkatan standar Euro di industri otomotif, serta diimbangi dengan infrastruktur pendukung seperti fasilitas uji emisi yang merata di seluruh kota besar.
Hasil riset ini memberi pesan jelas buat kamu: standar emisi kendaraan bukan sekadar aturan teknis, melainkan bagian dari strategi besar Indonesia untuk keluar dari ketergantungan pada energi fosil dan menuju sistem transportasi yang lebih bersih, efisien, dan sehat untuk semua. Karena setiap kebijakan yang diterapkan hari ini akan menentukan kualitas udara yang kamu hirup besok.
Beleid Yang Mengatur
Landasan utama kebijakan emisi di Indonesia adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 20 Tahun 2017. Regulasi ini menjadi dasar penerapan standar Euro 4, yang mengatur secara detail batas maksimal gas buang seperti karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), dan partikel (PM) dari kendaraan bermotor. Penerapan Euro 4 menjadi tonggak penting karena membawa Indonesia sejajar dengan banyak negara lain yang lebih dulu menerapkannya.
Selanjutnya, ada Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 2019 yang mengubah cara pengenaan pajak kendaraan bermotor. Kalau dulu pajak dihitung berdasarkan kapasitas mesin, kini dasar perhitungannya adalah tingkat emisi gas buang dan efisiensi bahan bakar. Artinya, kendaraan yang lebih ramah lingkungan akan dikenai pajak lebih ringan, sebuah insentif agar masyarakat dan produsen beralih ke teknologi yang lebih bersih.
Namun, kebijakan emisi hanya bisa berjalan efektif jika semua lembaga terkait berperan aktif. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bertanggung jawab atas penyusunan standar emisi dan sistem monitoring nasional. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berperan dalam implementasi uji emisi berkala untuk memastikan kendaraan yang beroperasi tetap memenuhi batas aman. Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan ketersediaan bahan bakar dengan kadar sulfur rendah yang sesuai standar Euro 4, dan industri otomotif wajib memproduksi kendaraan dengan teknologi mesin yang memenuhi ketentuan tersebut.
Langkah berikutnya yang harus dilakukan adalah integrasi antara standar emisi dan transisi energi bersih. Melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 8 Tahun 2023, pemerintah telah menetapkan aksi mitigasi perubahan iklim sektor transportasi yang menargetkan nol emisi pada 2060. Salah satu strateginya adalah mempercepat penggunaan kendaraan listrik dan transportasi publik berbasis energi terbarukan.
Masyarakat sendiri juga peran besar dalam menjaga udara tetap bersih. Servis kendaraan secara rutin, memilih bahan bakar berkualitas, dan menjaga performa mesin agar tetap efisien adalah langkah kecil yang dampaknya besar. Di sisi lain, sektor swasta mulai aktif berinovasi lewat pengembangan kendaraan rendah emisi, biofuel, dan infrastruktur pengisian daya kendaraan listrik (EV charging stations) yang kini mulai banyak ditemui di kota besar.
Kalau kebijakan ini dijalankan secara konsisten, manfaatnya bisa kita semua rasakan langsung, udara jadi lebih bersih, risiko penyakit akibat polusi menurun, dan kualitas hidup masyarakat meningkat.
* Penulis adalah kontributor di Validnews.id
Referensi: