c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

CATATAN VALID

14 Agustus 2025

14:00 WIB

Self-Care Sambil Tidur? Antara Sleep Tourism Dan Kesehatan Mental

Tren wisata liburan dengan beristirahat atau tidur viral belakangan ini. Konon, konsep wisata ini baik bagi kondisi psikologis kita. Memangnya apa hubungan antara sleep tourism dan kesehatan mental? 

Penulis: Nabila Ayu Ramadhani

Editor: Rikando Somba

<p><em id="isPasted">Self-Care</em> Sambil Tidur? Antara <em>Sleep Tourism</em> Dan Kesehatan Mental</p>
<p><em id="isPasted">Self-Care</em> Sambil Tidur? Antara <em>Sleep Tourism</em> Dan Kesehatan Mental</p>

Ilustrasi Sleep Therapy SWAY di Conrad Bali, salah satu pilihan destinasi sleep tourism di Pulau Dewata. Hilton.com

Pernahkah Sobat Valid mengalami gejala susah tidur? Tangan refleks menyalakan gadget dan lanjut scroll TikTok, ternyata masih melek saja? 

Belakangan, ada tren menarik yang disebut Sleep Tourism, untuk mengatasi kesulitan tidur. Bukan sekadar liburan, tapi bisa bikin pikiran lebih rileks, lho! Memangnya bisa? Biar tidak salah paham, yuk kita telusuri bersama tentang hubungan antara sleep tourism dan kesehatan mental.

Melansir dari situs Travel Park, diperkirakan saat ini sekitar 31% Gen-Z tengah mengatur strategi liburan ke destinasi pantai atau danau. Bahkan, mereka telah mempersiapkan gaya foto yang akan diunggah pada akun Instagram pribadinya. Akan tetapi, benarkah sleep tourism dapat meningkatkan kesehatan mental? Yuk, kita bahas selengkapnya!

Tren Sleep Tourism: Liburan Ala Gen Z untuk Menjaga Kesehatan Mental
Sleep Tourism merupakan salah satu tren yang viral belakangan ini. Tren ini memiliki konsep liburan yang sederhana, namun sangat bermanfaat bagi kesehatan mental dan fisik. Sleep tourism mempunyai tujuan khusus, yakni memberikan pengalaman healing yang nyata bagi wisatawan, sehingga dapat melepaskan tekanan dan mengisi energi fisik maupun mental. 

Menurut studi yang dilakukan oleh Hilton, kelompok Gen Z mulai menyadari pentingnya kualitas tidur bagi kesehatan fisik maupun mental. Sebanyak 21% Gen-Z menyusun metode baru, yakni mengatur jadwal olahraga. Sementara itu sekitar 25%  dari mereka rela skip alkohol sebelum tidur demi istirahat yang maksimal. Bahkan, Gen-Z lebih memilih destinasi sleep tourism untuk memulihkan energi dan memperbaiki pola tidur. Akan tetapi, hal apa yang menjadi pertimbangan Gen-Z dalam memilih wisata sleep tourism?

Lebih dari 56% generasi muda, khususnya gen-z, lebih menyukai liburan ke hotel dengan fasilitas yang mendukung kualitas tidur. Mereka tak lagi liburan, tetapi menikmati kesunyian di tempat yang semestinya. Selain itu, mereka juga mempertimbangkan bagian kamar hotel, seperti kasur yang nyamansuasana damai, dan playlist musik sebelum tidur. 

White Noise, Suara Pembantu Tidur
White noise merupakan gabungan suara-suara dari berbagai frekuensi. Oleh karena itu, nada dari kegiatan tersebut terdengar seperti dengungan atau desisan yang stabil dan berulang secara konsisten. Hampir 10% wisatawan global mengakui bahwa white noise menjadi barang bawaan penting ketika mengunjungi wisata sleep tourism.

Sleep tourism beroperasi dalam sektor wisata dengan menawarkan layanan 24 jam agar tamu dengan mudahnya dapat memenuhi kebutuhan tidur yang lebih berkualitas. Saat ini, tak sedikit para tourism memilih me time sebagai bentuk kepedulian terhadap kesehatan mental. Program ini menghadirkan berbagai fasilitas mewah, seperti kasur premium, peralatan mandi premium, serta pelayanan yang memuaskan. Oleh karena itu, para pengunjung dapat menikmati liburan tanpa gangguan tertentu.

Healing sebagai Pengalihan Stress
Sebanyak 93% Gen-Z percaya bahwa healing dapat membawa pengaruh positif bagi kesehatan mental. Selain itu, sekitar 89% dari mereka menyatakan bahwa manfaat dari kegiatan ini adalah membuat pikiran jauh lebih tenang dan mampu mengurangi overthinking. Sementara itu, diperkirakan ada sekitar 73% wisatawan yang aktif menjalani  healing sebagai cara untuk mengatasi berbagai permasalahan fisik, mental, dan emosional.

Sleep Tourism bukan hanya bergerak pada sektor wisata, tetapi juga menawarkan berbagai layanan kesehatan, seperti akses kesehatan untuk para tamu. Beberapa di antaranya yaitu, ruang yoga, sarana gym berstandar tinggi, hingga kolam renang di alam terbuka. Hotel-hotel mahal, seperti Four Seasons, The Taj, Aman Resorts, dan Dorchester Collection dikenal karena pelayanannya yang istimewa. Mereka juga mendesain bentuk kamar dengan prinsip sleep-focused agar wisatawan dapat menikmati waktu liburannya tanpa gangguan.

Kesehatan Mental dan Pentingnya Sleep Tourism 
Nyatanya, tidak semua orang mampu memenuhi durasi tidur yang cukup. Mereka kerap kali mengalami gangguan tidur, seperti terbangun pada tengah malam atau terganggu dengan masalah yang sering terlintas di pikiran. Karena hal itu, sleep tourism dipercaya sebagai solusi untuk memperbaiki pola tidur. Selain itu, tren ini juga bisa membantu mencapai kondisi psikologis terbaik kita.

Menurut Konsensus Nasional Sleep Foundation (NSF), durasi tidur ideal bagi usia 18 sampai 64 tahun adalah tujuh atau sembilan jam per malam. Sementara itu, lansia berusia 65 tahun ke atas disarankan tidur selama tujuh hingga delapan jam tiap malamnya. Sayangnya, insomnia atau kesulitan tidur masih menjadi masalah umum yang dialami oleh banyak orang. Lantas, mengapa hal ini masih terjadi? Mungkinkah sleep tourism dapat menjadi cara yang tepat untuk menghentikan kasus tersebut?

Bermain handphone sebenarnya boleh saja, namun jangan pada saat ingin tidur. Cahaya biru yang dipancarkan oleh gadget dapat memperlambat rasa kantuk. Hal ini disebabkan oleh terhambatnya hormon melatonin, yang berfungsi untuk mengontrol pola tidur serta membangkitkan rasa kantuk. Sleep tourism memiliki berbagai program pengalihan gadget, salah satunya detoks digital.

Tidur Siang Terlalu Lama
Tidur siang dapat mengoptimalkan kinerja tubuh. Akan tetapi, bila kegiatan ini berlangsung lebih dari 20 menit, justru bisa berdampak pada kualitas tidur di malam hari. Kok bisa? Soalnya, tidur siang dalam waktu yang lama bisa mengganggu perkembangan pola tidur. Hal itu menjadi alasan mengapa sleep tourism mengatur program istirahat yang lebih berkualitas.

Olahraga memang sangat bagus bagi kesehatan tubuh. Tetapi, kegiatan ini harus dilakukan secara konsisten. Jika kita melakukan olahraga secara tak teratur, justru dapat mengganggu rutinitas tidur di malam hari. Dalam konteks sleep tourism, kegiatan-kegiatan yang berpotensi mengganggu kelancaran tidur telah dirancang dengan cermat, agar wisatawan dapat menikmati istirahat dengan nyaman tanpa gangguan.

Konsumsi Minuman Berkafein dan Stress
Setelah menyeruput segelas kopi, rasa kantuk biasanya langsung hilang. Mengapa hal ini bisa terjadi? Pasalnya, dalam satu bungkus kopi, terdapat senyawa bernama kafein. Senyawa ini dapat mengganggu peran adenosin, yakni zat kimia pada otak yang berfungsi sebagai pemicu rasa kantuk. Sleep tourism menghadirkan berbagai kegiatan dan sarana positif, seperti yoga, gym, hingga terapi relaksasi yang dirancang khusus untuk membantu menjaga waktu istirahat wisatawan selama berlibur.

Ketika hendak tidur, berbagai pikiran seperti deadline, tagihan, bahkan tekanan mental, kerap mengganggu ketenangan pikiran dan membuat tubuh kita sulit rileks. Kondisi ini menjadi pemicu terpisahnya hormon adrenalin dan kortisol yang memiliki fungsi penting dalam tubuh kita. Sleep tourism menjadi jawaban yang tepat  untuk membantu wisatawan melepaskan tekanan harian dan meningkatkan produktivitas melalui tidur yang maksimal.

Peran Sleep Tourism dalam Menjaga Kesehatan Mental
Tidur memiliki peran penting untuk mengelola emosi. Makannya, bila kita tidak menjaga pola tidur yang cukup, kita jadi lebih rentan terpancing emosi oleh hal-hal kecil. Lantas, bagaimana jika kita tidak bisa tidur karena stres? Mengapa tidur dapat memengaruhi kita dalam menyikapi masalah sehari-hari? Itulah sebabnya, kita harus memisahkan ruang antara stres dan emosi, sehingga tidak berpengaruh pada kualitas tidur.

Sleep tourism bukan sekadar tren baru di dunia pariwisata, melainkan bentuk self-care di era modern. Generasi muda, terutama gen-z seringkali mengalami stres, burn out, hingga overthinking. Beberapa faktor yang melatar belakangi hal tersebut, antara lain tugas kuliah, pekerjaan, serta paparan sinar digital dari gadget seperti handphone atau laptop. Makanya, kita harus menjaga waktu istirahat agar tak mengurangi produktivitas sehari-hari. Akan tetapi, apa hubungan sebenarnya di balik sleep tourism dan kesehatan mental?

Slow Down dari Tekanan
Sleep tourism membuka peluang kepada individu yang ingin merasakan istirahat di lingkungan yang tepat. Kebutuhan untuk istirahat itu muncul dari berbagai kegiatan yang menguras tenaga, sehingga dapat memicu masalah serius bagi kesehatan mental dan kualitas tidur. Oleh karena itu, program ini dirancang untuk lebih fokus pada penyegaran diri, hal yang sangat direkomendasikan untuk melepaskan beban dalam pikiran. Kebutuhan untuk istirahat itu muncul dari berbagai kegiatan yang menguras tenaga, sehingga dapat memicu masalah serius bagi kesehatan mental dan kualitas tidur.

Sejatinya, Sleep tourism hadir dengan tujuan yang berbeda dari liburan lainnya. Program ini tidak mengeluarkan banyak tenaga, tetapi membuat tubuh dan pikiran dapat leluasa beristirahat secara maksimal. Mulai dari burn out, stres dan overthinking seketika terlarut dalam keheningan. Oleh karena itu, sleep tourism merupakan langkah relevan untuk mencari ketenangan tanpa kegiatan yang melelahkan.

Sobat Valid, pernahkah kalian mengeluarkan uang untuk acara yang tidak berguna? Niatnya, buat melepaskan diri dari beban pikiran, namun tetap saja tidak membuat kamu merasa lebih baik? sleep tourism merupakan upaya yang efisien untuk mengembalikan kekuatan tubuh yang optimal, tanpa harus menghamburkan uang untuk kegiatan yang kurang bermanfaat.

Mindfullness bagi Kesehatan Mental
Sleep tourism menekankan pentingnya istirahat yang cukup, dengan menyadarkan pola hidup yang seimbang antara kerja, hiburan, dan waktu untuk diri sendiri. Akan tetapi, sebagian orang masih meremehkan hal itu. Mereka masih aktif menjalani keseharian dan tenggelam pada tuntutan sosial tanpa memberikan jeda agar tubuh dapat beristirahat.

Kurang tidur dapat berdampak buruk bagi kinerja tubuh, contohnya susah konsentrasi ketika belajar, mudah lupa, hingga tubuh terasa tak bertenaga. Makannya, sleep tourism merancang kamar tidur yang nyaman untuk mendukung kualitas istirahat, seperti kasur premium, bebas dari kebisingan, hingga perabotan yang terjamin kualitasnya.

Perlukah Gen-Z Melakukan Sleep Tourism?
Gen-Z merujuk pada mereka yang lahir pada kisaran tahun 1997 hingga 2012. Apa Sobat Valid juga termasuk dalam bagian generasi ini? Bukan hanya tumbuh di era digital, mereka juga menghadapi peristiwa global, yaitu pandemi covid-19. Berbagai tren mulai bermunculan dari media sosial, seperti Youtube Shorts, TikTok, serta Instagram. Tak heran, gen-z sangat aktif menciptakan berbagai ide baru pada platform digital miliknya.

Kini, sebagian gen-z mulai sadar mengenai pentingnya kesehatan mental. Sayangnya, masih belum banyak dari mereka yang menyadari pentingnya tidur dengan waktu yang cukup. Teknologi yang semakin canggih dapat mengganggu kualitas tidur mereka, salah satunya handphone yang dapat menyita waktu tidur mereka. Oleh karena itu, sleep tourism dirancang khusus bagi pengunjung yang ingin mempraktikkan self-care tanpa gangguan. Akan tetapi, mengapa sleep tourism dianggap sangat relevan untuk gen-z?

Generasi Paling Mudah Mengalami Gangguan Tidur
Sebanyak 93% Gen-Z sepakat bahwa begadang telah mengurangi kualitas tidur mereka, mengingat handphone selalu 'menemani' mereka hingga larut malam. Salah satu cara untuk menghentikan kebiasaan tersebut, yakni dengan mencoba sleep tourism. Tren ini menjadi pilihan yang tepat untuk memperbaiki siklus jam tidur. Fasilitas yang ditawarkan juga menggunakan berbagai barang berkualitas, seperti kasur premium, program kesehatan, hingga wewangian aromaterapi.

Detoks digital diciptakan untuk mendorong wisatawan agar terlepas dari gadget. Selain itu, sleep tourism juga menyediakan berbagai bentuk pengalihan lainnya, seperti meditasi, dan yoga . Dampak yang dirasakan oleh setiap individu cukup beragam. Sebagian dari mereka dapat menikmati kegiatan tersebut dengan baik, sementara yang lain masih merasa kesulitan untuk benar-benar menikmati momen tanpa handphone. 

Kenangan Baru, Bukan Sekadar Menginap
Kebanyakan gen-z melakukan tiga kali kunjungan ke destinasi wisata setiap tahunnya. Tak heran, bila generasi ini disebut sebagai traveler aktif. Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesehatan mental dan fisik, kini banyak dari mereka mulai melirik sleep tourism sebagai liburan yang berfokus pada kualitas istirahat dan pemulihan diri, bukan sekadar eksplorasi wisata baru.

Dokter menganjurkan kita untuk tidur dengan waktu yang cukup, karena hal ini sangat berpengaruh pada produksi hormon serotonin dan dopamin. Kedua hormon ini memiliki peran penting dalam mengatur suasana hati. Sleep tourism dapat memperbaiki rutinitas tidur, sehingga kita menjadi lebih tenang, tidak mudah marah, dan lebih bahagia.

Jadi, apakah mungkin aktivitas tidur menjadi tidur bisa menjadi bagian dari liburan yang menyehatkan? Jawabannya, sangat mungkin.

Sleep tourism merupakan solusi cerdas untuk menghadapi rutinitas yang padat dan paparan cahaya dari gadget, terutama pada gen-z. Program ini menyediakan berbagai fasilitas yang luar biasa, seperti kasur premium, detoks gadget, hingga layanan relaksasi. Akan tetapi, apakah gen-z siap mengganti semua rencana liburan dengan waktu tidur berkualitas? Apakah Sobat Valid berani coba liburan yang beda dari biasanya?


 *Penulis merupakan mahasiswa aktif, tengah magang mandiri di Validnews.id.     


Referensi:

  1. Alo Dokter. (2022, Maret 10). alodokter.com. Retrieved from Stres.
  2. Alo Dokter. (2025, Mei 09). alodokter.com. Retrieved from Susah Tidur Malam? Inilah Penyebab dan Cara Mengatasinya.
  3. Alo Dokter. (2025, Januari 03). alodokter.com. Retrieved from Mengenal Manfaat White Noise untuk Meningkatkan Kualitas Tidur.
  4. Batiqa Hotel. (n.d.). batiqa.com. Retrieved from Sleep Tourism, Tren Liburan Baru untuk Tidur Nyenyak dan Menghilangkan Stres
  5. Brittany Ferries. (n.d.). condorferries.co. Retrieved from Jelajahi Tren Perjalanan Gen Z & mengapa Anda perlu menguasai pasar ini!
  6. Cerita dari Hilton. (2024, April 24). stories.hilton.com. Retrieved from Hilton Berbagi Wawasan Penting tentang Wisata Tidur.
  7. Chattu, V. K., Manzar, M. D., Kumary, S., Burman, D., Spence, D. W., & R-Pandi, S. (2018, December 20). pmc.ncbi.nlm.nih.gov. Retrieved from The Global Problem of Insufficient Sleep and Its Serious Public Health Implications.
  8. Ciputra Hospital. (n.d.). ciputrahospital.com.
  9. Columbia University Department Of Psychiatry. (2022, Maret 16). columbiapsychiatry.org. Retrieved from Bagaimana Kurang Tidur Berdampak pada Kesehatan Mental.
  10. Ita, D. A. (2025, Maret 04). investopedia.com. Retrieved from Generation Z (Gen Z): Definition, Birth Years, and Demographics.
  11. Kemenkes. (2023, Maret 15). ayosehat.kemkes.go.id. Retrieved from 5 Dampak Akibat Kurang Tidur.
  12. MMR. (n.d.). maximizemarketresearch.com. Retrieved from Analisis Pasar Pariwisata Tidur – Tren yang Muncul, Pertumbuhan, Peluang, Industri Kesehatan dan Perhotelan untuk Periode Perkiraan (2025-2032).
  13. Sleep Health Fondation. (2024, December 17). sleephealthfoundation.org.au. Retrieved from Gen Z's lack of Zs.
  14. Travel Perk. (2024, December 12). .travelperk.com. Retrieved from 30+ Gen Z travel statistics and trends [2025 update].
  15. Uzut, I. (2024). Pengalaman Wisata dalam Wisatawan Detoks Digital. Emerald Publishing Limited.

KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar