c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

CATATAN VALID

10 November 2025

17:00 WIB

Perencanaan Kota Berkelanjutan Dengan Sustainable Urban Planning

Secara sederhana, sustainable urban planning adalah pendekatan perencanaan kota yang berupaya menyeimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam pembangunan. Seperti apa implementasinya?

Penulis: Oktarina Paramitha Sandy

Editor: Rikando Somba

<p>Perencanaan Kota Berkelanjutan Dengan <em>Sustainable </em><em id="isPasted">Urban Planning</em></p>
<p>Perencanaan Kota Berkelanjutan Dengan <em>Sustainable </em><em id="isPasted">Urban Planning</em></p>

Ilustrasi pengusaha menggunakan tablet, laptop untuk teknologi dan bisnis yang berjalan, bisnis ramah lingkungan yang berbasis energi terbarukan, serta pemanasan global. Shutterstock/THICHA SATAPITANON.

Apakah Sobat Valid terbiasa tinggal di kota yang benar-benar nyaman? Beberapa aspek, seperti udara bersih, banyak taman, transportasi publik yang efisien, dan suhu udara yang sejuk meski di tengah kota besar, merupakan beberapa kriteria ideal kota yang kita nilai nyaman dan dambakan. Sayangnya, kondisi ideal seperti itu masih jauh dari kenyataan yang kamu temui di banyak kota di Indonesia.

Kita yang tinggal di kota besar, seperti Jakarta, misalnya, pasti akrab dengan pemandangan jalanan yang macet, asap kendaraan yang pekat, dan minimnya ruang hijau. Fenomena ini bukan sekadar rutinitas yang biasa, tetapi tanda bahwa sistem perkotaan kita sedang menghadapi tekanan besar akibat urbanisasi yang tumbuh terlalu cepat. 

Berdasarkan data BPS 2025, ada sekitar 60% penduduk Indonesia yang saat ini tinggal di wilayah perkotaan. Angka ini terus meningkat dari tahun ke tahun. 

Pertumbuhan ini pun membawa dampak signifikan. Mulai dari meningkatnya emisi karbon, berkurangnya ruang terbuka hijau, hingga munculnya fenomena urban heat island yang mengakibatkan suhu permukaan tanah di kota besar, seperti Jakarta bisa lebih tinggi 3–6°C dibandingkan wilayah sekitarnya. Situasi ini membuat kota terasa makin panas dan tidak nyaman. Terutama, bagi kelompok masyarakat rentan, seperti anak-anak dan lansia.

Seperti diketahui, masalah urbanisasi di Indonesia juga punya dimensi sosial yang tidak kalah penting. Ketimpangan ekonomi, kesenjangan akses terhadap hunian layak, hingga padatnya kawasan perkotaan yang minim fasilitas publik adalah masalah nyata yang kita bisa lihat setiap hari. 

Pertanyaannya, bagaimana cara menciptakan kota yang bisa tumbuh tanpa kehilangan daya dukung lingkungannya dan tetap manusiawi bagi warganya? Jawabannya ada pada konsep sustainable urban planning atau perencanaan kota berkelanjutan.

Secara sederhana, sustainable urban planning adalah pendekatan perencanaan kota yang berupaya menyeimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam pembangunan. Artinya, pembangunan kota tidak hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi atau infrastruktur fisik semata, tapi juga memastikan bahwa lingkungan tetap terjaga dan masyarakat bisa hidup dengan kualitas yang baik. 

Konsep ini menekankan keterpaduan antara tata ruang, sistem transportasi, energi, pengelolaan limbah, serta partisipasi masyarakat dalam setiap proses pembangunan kota.

Dikutip dari penelitian berjudul Urban Planning Policies and Architectural Design for Sustainable Food Security: A Case Study of Smart Cities in Indonesia (2025), banyak kota di Indonesia, seperti Jakarta, Semarang, Makassar, dan Surabaya telah memulai inisiatif smart city, tetapi belum sepenuhnya mengintegrasikan prinsip keberlanjutan dalam tata ruang dan kebijakan publik.

Penelitian tersebut menegaskan bahwa teknologi pintar dan desain arsitektur modern saja tidak cukup. Diperlukan pengelolaan ruang yang lebih inklusif, partisipasi warga yang aktif, serta sistem lingkungan yang adaptif agar kota benar-benar tangguh menghadapi tekanan perubahan iklim dan sosial.

Selain itu, upaya membangun kota berkelanjutan di Indonesia juga sejalan dengan tujuan ke-11 dari Sustainable Development Goals (SDGs) yang menekankan pentingnya “Kota dan Komunitas yang Berkelanjutan”. Tujuan ini menggarisbawahi bahwa pembangunan kota harus inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan. Artinya, pertumbuhan kota tidak boleh mengorbankan kualitas lingkungan maupun hak hidup masyarakat yang lebih luas.

Langkah konkret menuju arah ini sebenarnya sudah mulai terlihat. Pemerintah Indonesia melalui Low Carbon Development Initiative (LCDI) yang digagas oleh Bappenas, berusaha memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat berjalan beriringan dengan pengurangan emisi dan perlindungan ekosistem. Selain itu, kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Semarang mulai menerapkan kebijakan berbasis lingkungan, seperti Low Emission Zone, program bank sampah, dan penguatan infrastruktur hijau.

Tapi tentu saja, perjalanan menuju kota berkelanjutan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tantangan seperti koordinasi antarinstansi, keterbatasan pendanaan, dan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya tata kota hijau masih jadi pekerjaan besar. Namun, kalau kamu melihat dari sisi lain, Indonesia punya potensi besar untuk mewujudkan kota yang bukan hanya modern, tapi juga ramah lingkungan dan manusiawi.

Lalu, apa Itu Sustainable Urban Planing?

Kalau kamu perhatikan, kota itu sebenarnya bukan sekadar tempat tinggal. Ia adalah ekosistem yang kompleks, tempat manusia, infrastruktur, ekonomi, dan lingkungan saling terhubung dan saling memengaruhi. Karena itu, cara kita merencanakan dan membangun kota nggak bisa lagi hanya berfokus pada pembangunan fisik semata. Di sinilah konsep sustainable urban planning atau perencanaan kota berkelanjutan jadi sangat relevan.

Secara sederhana, sustainable urban planning adalah pendekatan perencanaan yang berupaya menyeimbangkan tiga aspek utama: sosial, ekonomi, dan lingkungan. Konsep ini bukan hanya sekedar tentang membangun gedung tinggi atau memperlebar jalan, tapi bagaimana menciptakan ruang kota yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. 

Jadi, setiap kebijakan atau rancangan kota idealnya mempertimbangkan keberlanjutan jangka panjang—baik dari sisi kesejahteraan sosial, efisiensi ekonomi, maupun kelestarian lingkungan.

Kalau dulu perencanaan kota konvensional lebih banyak berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dan ekspansi wilayah, sekarang pendekatannya harus lebih menyeluruh. Kamu nggak bisa lagi hanya membangun jalan untuk mengurai kemacetan tanpa memikirkan dampaknya terhadap lingkungan atau kebiasaan mobilitas warga. Begitu juga dengan pembangunan perumahan yang nggak sekadar menambah ruang hunian, tapi juga memastikan adanya ruang terbuka hijau dan sistem transportasi publik yang memadai. Semua elemen itu harus saling terhubung agar kota bisa tumbuh dengan sehat.

Beberapa pendekatan yang banyak diterapkan dalam sustainable urban planning antara lain:

Compact City
Pendekatan ini mendorong pembangunan kota yang lebih padat dan efisien. Tujuannya supaya mobilitas warga lebih mudah dan penggunaan energi lebih hemat. Bayangkan kalau semua kebutuhan—sekolah, kantor, layanan publik, dan ruang rekreasi—ada dalam jarak yang bisa dijangkau dengan berjalan kaki atau naik transportasi umum. Kota jadi lebih hidup dan emisi karbon bisa ditekan.

Green Infrastructure
Ini tentang bagaimana unsur alam dijadikan bagian dari desain kota. Mulai dari taman, hutan kota, sabuk hijau, hingga atap hijau yang berfungsi menjaga suhu kota tetap stabil dan membantu penyerapan air hujan. Infrastruktur hijau juga bisa jadi solusi alami untuk mengurangi polusi udara dan risiko banjir.

Eco-District
Kawasan ini dirancang dengan prinsip ramah lingkungan secara menyeluruh, mulai dari penggunaan energi terbarukan, pengelolaan limbah, hingga desain bangunan hemat energi. Tujuannya jelas: menciptakan lingkungan hidup yang efisien, rendah emisi, dan tetap nyaman bagi warganya.

Menariknya, pendekatan seperti ini sebenarnya sangat mungkin diterapkan di Indonesia, asal dilakukan dengan strategi yang matang dan komitmen yang konsisten. Indonesia punya karakteristik kota yang beragam, mulai dari metropolitan padat seperti Jakarta hingga kota menengah seperti Semarang atau Makassar yang sedang tumbuh pesat. Tantangan di tiap wilayah memang berbeda, tapi prinsip sustainable urban planning bisa menjadi benang merah untuk menyatukan arah pembangunan kota yang lebih hijau, efisien, dan tangguh.

Berdasarkan penelitian berjudul Local Sustainability Performance and Its Spatial Interdependency in Urbanizing Java Island: The Case of Jakarta–Bandung Mega Urban Region (2022), dijelaskan bahwa keberlanjutan di kawasan urban yang berkembang cepat seperti koridor Jakarta–Bandung tidak bisa dipandang secara terpisah antarwilayah. 

Ada keterkaitan spasial yang kuat antara satu kota dengan kota lain. Baik dalam penggunaan lahan, kualitas udara, maupun mobilitas penduduk. Artinya, kalau satu kota gagal mengelola tata ruangnya dengan baik, dampaknya bisa menjalar ke wilayah sekitarnya. Misalnya, peningkatan pembangunan di pinggiran kota tanpa pengendalian yang tepat bisa memperparah kemacetan lintas kota dan mempercepat degradasi lahan hijau.

Penelitian ini juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas pemerintah daerah dalam mengelola pertumbuhan wilayah. Selama ini, kebijakan tata kota seringkali masih bersifat sektoral dan berjalan sendiri-sendiri. Padahal, kawasan seperti Jakarta–Bandung sudah berfungsi sebagai satu kesatuan ekonomi dan sosial. Keberhasilan pembangunan berkelanjutan di satu kota akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana kota lain di sekitarnya menerapkan prinsip yang sama. Baik dalam hal transportasi berkelanjutan, penyediaan ruang terbuka hijau, maupun pengendalian emisi karbon.

Dengan demikian, jelas bahwa sustainable urban planning bukan sekadar tren global atau jargon pembangunan. Ini adalah arah baru dalam membangun kota yang lebih manusiawi, efisien, dan tangguh menghadapi perubahan. Dengan perencanaan yang tepat dan keterlibatan semua pihak, kota-kota di Indonesia bisa bertransformasi menjadi ruang hidup yang sehat, adil, dan berkelanjutan. Tempat di mana kamu bisa bekerja, beraktivitas, dan menikmati hidup tanpa harus mengorbankan lingkungan untuk masa depan.

Urgensi Perencanaan Kota Berkelanjutan di Indonesia
Kalau kamu perhatikan, hampir setiap kali kita berbicara tentang kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Medan, atau Bandung, ceritanya hampir selalu sama. Macet panjang, udara yang terasa berat, suhu yang makin panas, dan ruang terbuka hijau yang semakin menyusut. Urbanisasi memang menjadi simbol kemajuan, tapi tanpa arah perencanaan yang matang, justru bisa berubah menjadi ancaman bagi kualitas hidup masyarakat dan keberlanjutan lingkungan kota itu sendiri.

Salah satu penyebabnya adalah lonjalan populasi di perkotaan yang terus meningkat setiap tahunnya. Meski hal ini menunjukan menandakan pertumbuhan ekonomi dan mobilitas sosial yang positif, tetapi di sisi lain juga membawa beban berat bagi tata ruang dan daya dukung lingkungan. Ketika pertumbuhan kota tidak diimbangi dengan pengelolaan sumber daya yang bijak, dampaknya langsung terasa, yakni emisi karbon naik, kualitas udara memburuk, dan fenomena urban heat island semakin sering terjadi.

Bukan hanya soal lingkungan. Ketimpangan sosial-ekonomi juga makin nyata. Banyak warga yang masih kesulitan mendapatkan akses terhadap hunian layak, sementara harga lahan terus melonjak. 

Di sisi lain, sistem transportasi publik di sebagian besar kota belum terintegrasi dengan baik, sehingga masyarakat cenderung bergantung pada kendaraan pribadi. Akibatnya, kemacetan menjadi rutinitas harian dan polusi udara terus meningkat. Semua ini menunjukkan bahwa perencanaan kota di Indonesia masih lebih berfokus pada pembangunan fisik dan ekonomi, dibanding pada keseimbangan sosial dan ekologis.

Pemerintah sebenarnya sudah menyiapkan sejumlah kebijakan untuk memperbaiki arah pembangunan kota. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045, aspek keberlanjutan menjadi salah satu fondasi utama pembangunan nasional. Selain itu, ada inisiatif Low Carbon Development Initiative (LCDI) yang disusun oleh Bappenas, yang bertujuan menurunkan emisi karbon tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi. 

Namun, implementasinya masih menghadapi berbagai kendala, terutama dalam hal koordinasi antar lembaga seperti Kementerian PUPR, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan pemerintah daerah.

Masalahnya, kebijakan perencanaan kota tidak bisa berjalan secara sektoral atau terpisah. Kota berkelanjutan hanya bisa terwujud jika setiap elemen seperti transportasi, energi, tata ruang, dan lingkungan, dirancang secara terpadu. Di sinilah sustainable urban planning berperan penting: membangun kota dengan visi jangka panjang yang memperhitungkan keseimbangan antara kebutuhan manusia dan kelestarian lingkungan.

Dikutip dari penelitian berjudul Urban Sustainability and Resilience Governance: Review from the Perspective of Climate Change Adaptation and Disaster Risk Reduction (2021), tata kelola kota yang adaptif terhadap perubahan iklim dan risiko bencana adalah kunci utama keberlanjutan. Penelitian ini menemukan bahwa banyak kota di Indonesia masih beroperasi secara reaktif, baru bertindak setelah bencana terjadi, alih-alih menyiapkan sistem yang tangguh dan adaptif sejak awal.

Peneliti menekankan perlunya sinergi antara pemerintah, akademisi, sektor swasta, dan masyarakat dalam menciptakan tata kelola kota yang berorientasi pada ketahanan jangka panjang. Hal ini juga memperlihatkan bahwa urgensi perencanaan kota berkelanjutan di Indonesia bukan lagi sekadar isu lingkungan, tetapi persoalan masa depan. Kota yang tidak dirancang untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim akan semakin rentan terhadap banjir, kekeringan, dan krisis energi. 

Maka dari itu, sustainable urban planning bukan pilihan tambahan, melainkan kebutuhan mendesak agar kota-kota kita tetap layak huni, tangguh, dan berdaya saing di masa depan.

Pilar-Pilar Sustainable Urban Planning
Jika kita bicara soal kota yang ideal, tentu kamu ngebayangin tempat yang nyaman buat ditinggali: udara bersih, jalan nggak macet, ruang hijau di mana-mana, dan sistem transportasi yang mudah diakses. Semua itu bukan cuma sekedar mimpi semata, tapi bisa jadi kenyataan kalau konsep sustainable urban planning benar-benar diterapkan dengan serius. Perencanaan kota berkelanjutan ini bukan hanya soal menanam pohon atau membangun taman, tapi juga tentang bagaimana kota bisa tumbuh tanpa mengorbankan keseimbangan lingkungan, sosial, dan ekonomi.

Dikutip dari penelitian berjudul Enhancing Urban Resilience: Opportunities and Challenges in Adapting to Natural Disasters in Indonesian Cities (2025), dijelaskan bahwa kota-kota besar di Indonesia menghadapi tantangan besar terkait urbanisasi cepat dan infrastruktur yang belum cukup adaptif terhadap perubahan lingkungan. Meskipun program green city dan infrastruktur hijau sudah mulai diterapkan, banyak kota belum punya sistem perencanaan yang cukup kuat untuk menanggapi bencana atau fenomena perubahan iklim.

Nah, supaya konsep sustainable urban planning tidak hanya sekedar menjadi wacana dalam pembangunan kota-kota di Indonesia, berikut ini adalah empat pilar utama yang bisa jadi fondasi untuk mewujudkannya:

1. Green Infrastructure dan Ruang Terbuka Hijau
Ruang hijau di kota itu ibarat paru-paru bagi manusia, tanpa itu, kota bakal terasa sesak dan panas. Green infrastructure bukan sekadar menanam pohon di pinggir jalan, tapi bagian dari sistem yang mengatur keseimbangan ekologi kota. Mulai dari taman kota, hutan kota, sabuk hijau (green belt), hingga atap hijau (green roof), semua elemen itu berfungsi menyerap air hujan, menurunkan suhu permukaan, menyaring polusi, serta menjadi ruang sosial tempat warga bisa berinteraksi dan beristirahat dari hiruk-pikuk aktivitas perkotaan.

Contohnya, Jakarta Green City berupaya meningkatkan jumlah ruang terbuka hijau dengan memperbanyak taman tematik dan penghijauan di kawasan padat. Sementara itu, Bandung Eco Park berhasil menyulap lahan bekas tempat pembuangan akhir menjadi taman publik yang rindang dan edukatif. Namun, kalau dilihat secara nasional, banyak kota di Indonesia yang masih jauh dari target ideal ruang terbuka hijau sebesar 30% dari luas wilayah, seperti yang disarankan dalam UU Penataan Ruang. Tantangannya besar, mulai dari lahan terbatas, tekanan investasi tinggi, dan kurangnya komitmen jangka panjang dari pemerintah daerah.

2. Transportasi Berkelanjutan
Kemacetan yang kamu rasakan setiap pagi sebenarnya bukan cuma soal jumlah kendaraan, tapi cermin dari sistem transportasi yang belum efisien. Transportasi berkelanjutan berarti menyediakan moda transportasi publik yang aman, nyaman, terjangkau, dan rendah emisi. Kota-kota besar seperti Jakarta, Palembang, dan Jabodetabek sudah mulai menerapkan LRT, MRT, dan bus listrik, sebagai langkah menuju mobilitas rendah karbon.

Konsep Transit-Oriented Development (TOD) juga makin dikenal. Intinya, kota dibangun mengelilingi titik-titik transportasi public, seperti stasiun atau terminal, sehingga warga bisa berjalan kaki atau bersepeda untuk aktivitas harian. Dengan pola seperti ini, penggunaan kendaraan pribadi bisa ditekan drastis.

3. Manajemen Energi dan Limbah Kota
Kota yang berkelanjutan juga harus bijak dalam mengelola sumber dayanya. Energi dan limbah adalah dua hal yang sering luput dari perhatian, padahal keduanya punya dampak besar terhadap kualitas hidup. Penggunaan energi terbarukan di perkotaan kini mulai berkembang—mulai dari gedung-gedung kantor yang memakai panel surya, penggunaan biogas di kawasan permukiman, sampai penerapan sistem pencahayaan jalan hemat energi.

Sementara itu, soal limbah, pendekatan ekonomi sirkular jadi kunci. Sampah tidak lagi dianggap sebagai barang buangan, tapi sumber daya yang bisa dimanfaatkan ulang. Kota Surabaya jadi contoh menarik dengan program bank sampah yang melibatkan ribuan warga. Mereka bisa menukar sampah anorganik dengan uang atau kebutuhan pokok, sehingga bukan hanya mengurangi volume sampah, tapi juga meningkatkan kesadaran lingkungan. Beberapa kota lain seperti Denpasar dan Yogyakarta juga mulai meniru pendekatan ini, meski skalanya masih terbatas.

4. Smart City dan Keterlibatan Komunitas
Teknologi pintar memang membuat kota lebih efisien, tapi tanpa partisipasi masyarakat, semuanya akan berhenti di level sistem. Konsep smart city yang sesungguhnya bukan hanya soal sensor, data, dan aplikasi digital, tapi tentang keterhubungan antara pemerintah dan warganya. Kota seperti Bandung, Jakarta, dan Semarang sudah menerapkan aplikasi pelaporan publik yang memungkinkan warga menyampaikan aspirasi atau masalah lingkungan secara langsung kepada pemerintah kota.

Namun, partisipasi warga nggak boleh berhenti di level pelaporan. Mereka juga perlu dilibatkan dalam perencanaan, misalnya lewat musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) yang benar-benar terbuka dan partisipatif, bukan sekadar formalitas tahunan. Di sinilah letak tantangannya, membangun budaya kolaborasi antara pemerintah, akademisi, swasta, dan masyarakat. Karena pada akhirnya, kota yang berkelanjutan bukan dibangun hanya dengan kebijakan, tapi juga dengan kesadaran dan keterlibatan aktif dari kamu yang tinggal di dalamnya.

Jika keempat pilar ini bisa berjalan beriringan dan diterapkan di berbagai kota tak akan sulit untuk mewujudkan sustainability urban planning, Terlebih dengan dukungan kebijakan yang jelas, pendanaan yang konsisten, dan kesadaran publik yang tinggi, Indonesia punya peluang besar untuk mewujudkan kota yang bukan hanya maju dan produktif, tapi juga tangguh, hijau, dan manusiawi.

Mungkinkah Sustainable Urban Planning Diterapkan di Indonesia?

Pertanyaan ini sering muncul, dan wajar kalau kamu sempat bertanya-tanya: apakah perencanaan kota berkelanjutan benar-benar bisa diterapkan di Indonesia? Jawabannya, sangat mungkin. Tapi tentu saja, butuh komitmen yang kuat, arah kebijakan yang jelas, dan kerja sama dari semua pihak, mulai dari pemerintah, swasta, akademisi, hingga masyarakat.

Secara kebijakan, Indonesia sebenarnya sudah memiliki landasan yang cukup kokoh. Melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon, pemerintah mulai menata arah pembangunan rendah karbon sebagai bagian dari strategi nasional. Selain itu, ada juga Rencana Aksi Nasional Pembangunan Rendah Karbon (RAN-PRK) yang menjadi panduan bagi daerah-daerah dalam mengintegrasikan prinsip keberlanjutan ke dalam perencanaan kota. Artinya, dasar regulasi sudah tersedia, tinggal bagaimana penerapannya dilakukan secara konsisten dan terukur di lapangan.

Namun, di balik kemajuan itu, tantangan di tahap implementasi masih cukup besar. Koordinasi antar lembaga sering kali belum berjalan selaras, dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya kota berkelanjutan masih perlu ditingkatkan. Padahal, membangun kota yang berkelanjutan bukan hanya tugas pemerintah semata. Semua pihak punya peran penting. Misalnya, sektor swasta bisa berinvestasi dalam infrastruktur hijau, akademisi bisa mendorong riset kebijakan berbasis data, dan masyarakat bisa ikut menjaga ruang terbuka hijau serta mengurangi emisi lewat kebiasaan sehari-hari.

Beberapa kota di Indonesia sebenarnya sudah mulai bergerak ke arah itu. Surabaya, misalnya, dikenal dengan sistem pengelolaan sampah berbasis partisipasi masyarakat yang berhasil mengurangi timbunan limbah sekaligus menciptakan nilai ekonomi baru bagi warga. Bandung mengembangkan konsep smart city yang menekankan efisiensi tata ruang dan partisipasi publik dalam proses perencanaan. Sementara itu, Jakarta terus memperluas transportasi publik ramah lingkungan seperti MRT, LRT, dan bus listrik sebagai upaya menekan emisi dari kendaraan pribadi.

Langkah-langkah seperti ini menunjukkan bahwa perubahan memang mungkin terjadi asalkan dijalankan dengan keseriusan dan arah yang jelas. Kota yang berkelanjutan tidak akan terbentuk dalam semalam, tapi setiap kebijakan kecil yang berpihak pada lingkungan dan manusia akan menjadi bagian penting dari proses panjang tersebut.

Pada akhirnya, sustainable urban planning bukan hanya soal menata bangunan, jalan, atau taman. Lebih dari itu, ini tentang menata cara hidup kita di kota agar tetap nyaman, sehat, dan adil. Baik untuk generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Jika kita perhatikan, kota yang berkelanjutan bukan hanya tempat untuk tinggal, tapi juga cerminan dari bagaimana kita menghargai lingkungan dan sesama manusia.


 * Penulis adalah kontributor di Validnews.id  

 

Referensi:

  1. Urban Planning Policies and Architectural Design for Sustainable Food Security: A Case Study of Smart Cities in Indonesia (2025) 
  2. Local Sustainability Performance and Its Spatial Interdependency in Urbanizing Java Island: The Case of Jakarta-Bandung Mega Urban Region (2022) 
  3. Urban Sustainability and Resilience Governance: Review from The Perspective of Climate Change Adaptation And Disaster Risk Reduction (2021) 
  4. Enhancing Urban Resilience: Opportunities and Challenges in Adapting to Natural Disasters in Indonesian Cities (2025) 

KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar