25 Juli 2025
14:00 WIB
Peran Penggunaan Huruf Terhadap Psikologi Konsumen
Kenapa jenama adidas pakai huruf kecil dan IKEA pakai huruf besar? Ternyata pilihan huruf bisa membentuk citra merek, bahkan memengaruhi persepsi gender dan kedekatan emosional
Penulis: Besyandi Mufti
Editor: Rikando Somba
Kotak atau kotak cetak tipe lama - Ilustrasi ukiran antik yang diisolasi pada latar belakang putih. Shutterstock/Hein Nouwens.
Pernahkah kamu bertanya-tanya, kenapa kita menyebut huruf besar sebagai "upper case" dan huruf kecil sebagai "lower case"? Jawabannya ternyata berasal dari zaman ketika mesin cetak masih dioperasikan secara manual.
Saat itu, para pekerja percetakan menyusun huruf-huruf logam dari kotak besar berisi alfabet. Huruf kecil yang lebih sering digunakan disimpan di bagian bawah agar mudah dijangkau, sementara huruf besar, yang lebih jarang dipakai—ditempatkan di bagian atas. Dari sinilah istilah "upper case" dan "lower case" lahir.
Sistem Penulisan Huruf Latin dan Hubungannya dengan Gender
Seiring waktu, sistem huruf besar dan kecil ini menjadi bagian dari tata tulis standar di bahasa-bahasa yang menggunakan aksara Latin, seperti Inggris, Indonesia, atau Spanyol. Namun, tidak semua sistem tulisan memiliki konsep ini. Bahasa seperti Hindi atau Sanskerta yang menggunakan aksara Devanagari, misalnya, tidak mengenal perbedaan antara huruf besar dan kecil.
Menariknya, perbedaan huruf ini ternyata bukan sekadar soal estetika atau kaidah penulisan. Dalam dunia branding dan pemasaran, penggunaan huruf besar atau kecil dapat memengaruhi cara kita memandang suatu merek.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Sam Maglio dari University of Toronto dan Aekyoung Kim dari University of Sydney menunjukkan bahwa pilihan huruf dalam sebuah logo bisa membawa asosiasi gender yang cukup kuat.
Dalam serangkaian eksperimen, mereka menemukan bahwa merek yang ditulis dengan huruf kecil cenderung diasosiasikan dengan karakteristik feminin—ramah, lembut, dan akrab. Sebaliknya, huruf besar memunculkan kesan maskulin—kuat, dominan, dan tegas. Hal ini berdampak pada bagaimana konsumen menilai sebuah produk, terutama jika produk tersebut memiliki koneksi gender yang jelas, seperti parfum wanita atau cologne pria.
Contohnya, produk pria seperti aftershave lebih disukai saat ditampilkan dengan huruf kapital, sementara produk wanita seperti syal atau parfum dianggap lebih menarik jika namanya ditulis dalam huruf kecil. Menariknya, efek ini tetap berlaku meskipun ukuran huruf diubah—jadi yang berpengaruh bukan ukuran font, melainkan bentuk huruf itu sendiri.
Simbolisme Terhadap Tipografi
Dalam dunia yang penuh dengan simbol dan kesan visual, tulisan adalah hal pertama yang sering kita lihat dari sebuah merek. Maka tak heran, para desainer logo dan pemasar sangat memperhatikan elemen tipografi.
Wordmark—logo berbasis teks—dapat menyampaikan kepribadian merek hanya lewat jenis huruf, warna, dan format penulisan. Huruf serif, misalnya, dianggap lebih berkelas dan berkarakter, sementara sans-serif lebih terlihat modern, cerdas, dan maskulin.
Yang juga menarik adalah konsep psychological distance atau jarak psikologis. Karena kita lebih sering melihat huruf kecil dalam keseharian—seperti di artikel, pesan teks, dan buku—huruf kecil menciptakan rasa kedekatan psikologis. Dengan kata lain, kita merasa lebih nyaman dan familiar terhadap merek yang menggunakan huruf kecil. Ini bisa menciptakan kesan bahwa merek tersebut lebih ramah dan tulus.
Efek kedekatan ini bisa mengalir dari persepsi terhadap tulisan ke citra merek secara keseluruhan yang disebut spillover effect. Jadi jika sebuah wordmark terlihat bersahabat, maka konsumen cenderung merasa bahwa mereknya juga demikian. Ini menjadi strategi ampuh, terutama di era di mana konsumen sangat sensitif terhadap identitas visual sebuah brand atau jenama.
Menariknya, pengaruh huruf ini juga ditemukan dalam dunia pendidikan anak. Penelitian tentang Letter Name Knowledge (LNK) menunjukkan bahwa kemampuan mengenali nama huruf adalah salah satu indikator paling penting dalam keberhasilan membaca. Tapi banyak tes hanya berfokus pada huruf besar, padahal huruf kecil lebih sering muncul dalam bacaan nyata.
Pengukuran LNK yang memasukkan huruf kecil diyakini bisa memberi gambaran yang lebih akurat tentang kemampuan membaca anak.Kesimpulannya, pilihan antara huruf besar atau kecil tidak hanya soal gaya, tapi juga bisa menyampaikan pesan yang dalam. Dari pembelajaran membaca anak hingga strategi branding global, bentuk huruf punya kekuatan untuk membentuk persepsi, menciptakan kedekatan, dan bahkan mempengaruhi keputusan konsumen.
Jadi, lain kali Sobat Valid melihat nama merek seperti ebay, adidas, atau IKEA, cobalah pikirkan: pesan apa yang ingin mereka sampaikan lewat hurufnya?
Referensi: