26 Agustus 2025
14:00 WIB
Motherless Pengaruhi Karakter Anak? Yuk, Cegah Dari Sekarang!
Masih banyak ibu yang belum menyadari pentingnya arahan, perhatian, dan kehadiran penuh bagi kehidupan anak. Kondisi ini sering dikaitkan dengan fenomena motherless.
Penulis: Nabila Ayu Ramadhani
Editor: Rikando Somba
Seorang ibu yang sedang membantu anak mengerjakan pekerjaan rumah. Shutterstock/DG FotoStock
Ibu memiliki peran krusial dalam mengasuh anak-anaknya. Sayangnya, masih banyak ibu yang belum menyadari pentingnya arahan, perhatian, dan kehadiran penuh bagi kehidupan anak. Kondisi ini sering dikaitkan dengan fenomena motherless. Sayangnya, tak sedikit sosok ibu yang masih mengabaikan hal ini.
Melansir situs UNICEF, pandemi covid-19 mengakibatkan sebanyak 25.430 anak di Indonesia harus kehilangan salah satu hingga kedua orang tuanya.
Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) bersama UNICEF mencatat, sekitar 37% dari mereka harus kehilangan ibunya. Sebagian besar anak tersebut kini diasuh oleh anggota keluarga dari pihak ibu.
Lantas, apa sih yang dimaksud dengan motherless? Apa semata karena ketiadaan sang ibu yang meninggal dunia?
Pengertian Motherless: Mengapa Hal ini Bisa Terjadi?
Seorang anak berhak mendapatkan kasih sayang, pendidikan, dan perlindungan dari orang tuanya. Sebagai sosok yang menjadi tonggak utama dalam perkembangan anak, setiap ibu diharapkannya dapat menempatkan perannya dengan tepat agar tidak mengganggu tumbuh kembang anak, baik dari segi mental, emosional, maupun sosial.
Akan tetapi, tak sedikit ibu yang masih menganggap sepele hal tersebut. Kondisi ini dapat memicu terjadinya motherless, yaitu keadaan di mana anak kehilangan sosok ibunya dan merasa kehadirannya tidak dianggap penting oleh orang tua.
Lalu, apa saja faktor yang melatarbelakangi fenomena ini?
1. Urusan Pekerjaan dan Beban Finansial
Sistem kerja yang berpatokan pada deadline, menjadi salah satu pemicu retaknya hubungan antara orang tua dan anak. Setelah seharian bekerja di kantor atau mengurus rumah tangga, orang tua biasanya merasa lelah secara fisik maupun mental. Kondisi ini dapat menimbulkan jarak di antara keduanya, sehingga hubungan perlahan memburuk.
Kebutuhan sehari-hari yang terus meningkat membuat orang tua harus lebih keras dalam mencari nafkah. Mulai dari biaya pendidikan anak, kebutuhan pokok, hingga standar gaya hidup, menuntut mereka untuk mencari penghasilan tambahan. Akibatnya, waktu bersama anak menjadi semakin terbatas karena fokus pada pemenuhan materi tersebut.
2. Broken Home
Broken home adalah istilah yang merujuk pada suasana rumah tangga yang berjalan tidak harmonis. Beberapa penyebabnya, antara lain perceraian orang tua, kematian salah satu atau keduanya, yang membuat hubungan antar-anggota keluarga di suatu rumah tangga menjadi renggang.
Kondisi ini dapat memengaruhi mental dan emosional anak, sehingga mereka rentan mengalami kesepian, kehilangan rasa aman, dan mencari kasih sayang dari orang lain.
3. Kurang Kesadaran Mengenai Perannya
Masih banyak orang tua yang kurang menyadari tanggung jawabnya sebagai pengasuh utama anak. Tidak sedikit dari mereka yang membiarkan anak bermain handphone seharian agar tidak rewel.
Padahal, kebiasaan ini dapat menghambat komunikasi dan kedekatan dengan anak. Motherless tidak hanya terjadi karena ketidakhadiran fisik seorang ibu, tetapi juga kurangnya keterlibatan emosional.
4. Masalah Pribadi
Berbagai tekanan yang dialami oleh seorang ibu, seperti tekanan mental, trauma masa lalu, dan konflik dengan kerabat atau keluarga, dapat memicu terjadinya motherless.
Ketika beban emosional tidak dikelola dengan baik, ibu cenderung menarik diri agar tidak melampiaskannya kepada anak. Namun, jika kondisi ini berlangsung terus menerus, hal tersebut dapat mengubah perilaku anak dalam beradaptasi di lingkungan sekitar.
Dampak Motherless terhadap Perkembangan Psikologis, Sosial, dan Perilaku Anak
Ibu dapat digambarkan sebagai pusat kehangatan dan sumber rasa aman bagi anak. Hampir setiap anak telah membangun ikatan emosional yang kuat dengan ibunya sejak lahir, baik melalui sentuhan, perhatian, hingga kasih sayang.
Menurut American Psychological Association, ketidakhadiran ibu dalam pola pertumbuhan anak dapat berpengaruh pada perkembangan psikologis dan sosial anak. Akibatnya, anak dapat berkembang dengan rasa cemas dan kehilangan kedamaian batin.
Ada beberapa konsekuensi yang mungkin muncul akibat hilangnya peran ibu:
1. Sulit Membangun Hubungan yang Sehat
Anak biasanya menjadikan orang tua sebagai contoh utama dalam menjalani hidupnya. Kondisi motherless dapat membuat anak sulit kesulitan menjalin dan mempertahankan hubungan harmonis dengan orang lain, terutama pasangan. Hal ini sering disertai hambatan komunikasi akibat kurangnya rasa percaya, yang terkadang memicu perilaku silent treatment saat menghadapi konflik.
2. Regulasi Emosi yang Tidak Teratur
ndividu yang mengalami motherless cenderung kesulitan menjaga kestabilan emosi dalam hubungan. Mereka lebih mudah melukai perasaan partner-nya karena kurangnya rasa percaya dan adanya ketakutan untuk terlalu dekat dengan orang lain. Akibatnya, komunikasi jadi terhambat, sehingga hubungan rentan dipenuhi kesalahpahaman, konflik, hingga berakhir pada perpisahan.
3. Perilaku Kasar
Kondisi motherless juga dapat menyebabkan berbagai gangguan psikologis pada anak, seperti kesulitan berkonsentrasi dan timbulnya perilaku yang agresif. Kondisi ini biasanya terjadi sebagai bentuk pelampiasan emosional yang tidak tersalurkan secara baik, sehingga anak cenderung bertindak kasar atau semena-mena terhadap orang di sekitarnya.
4. Tak Mengenali Diri Sendiri
Anak yang tumbuh tanpa peran ibu secara penuh akan cenderung merasa tidak percaya diri dan lebih sering merendahkan harga dirinya. Mereka mungkin kesulitan memahami dan menghargai dirinya. Pada akhirnya, timbul rasa takut ditinggalkan oleh orang-orang terdekat, baik itu teman, sahabat, maupun pasangan.
5. Bentuk Pengalihan yang Salah
Orang yang mengalami motherless sering kali mencari pelarian melalui zat atau kegiatan yang berisiko. Rasa sakit dan trauma akibat ketidakhadiran ibu dapat memancing pikiran untuk mencari pengalihan sementara, misalnya obat-obatan terlarang, alkohol, hingga tindakan berbahaya yang dapat melukai diri sendiri.
Attachment Style yang Tumbuh Akibat Motherless
Teori attachment style yang dicetuskan oleh John Bowlby dan M.S. Ainsworth pada tahun 1930, menunjukkan bahwa ikatan antara ibu dan anak dapat memengaruhi pembentukan karakteristik anak. Dengan kata lain, kondisi motherless dapat disimpulkan berpotensi mengganggu perkembangan pola keterikatan emosional (attachment) dengan orang lain.
Dalam segi psikologi, attachment style terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu secure, anxious, avoidant, dan disorganized. Lantas, seperti apa saja bentuk pola-pola tersebut?
Secure Attachment Style
Pola attachment ini dicirikan dengan kemampuan membangun hubungan yang sehat, saling percaya, dan mampu menjaga ikatan dengan pasangan. Keterikatan ini umumnya tercipta dari adanya rasa aman sejak kecil berkat pola asuh orang tua yang hangat, responsif, dan konsisten. Individu dengan secure attachment umumnya tumbuh dengan mindset yang selalu positif.
Anxious Attachment Style
Anxious ditandai dengan rasa takut ditinggalkan, merasa tak pantas dicintai (insecurity), serta ketergantungan yang tinggi terhadap pasangannya. Jenis ini diduga karena pola asuh ibu yang tidak konsisten. Karena tidak selalu merasakan kehadiran orang tuanya, individu dengan tipe ini cenderung tumbuh dengan rasa cemas dan haus kasih sayang dalam menjalin hubungan.
Avoidant Attachment Style
Pola avoidant attachment dapat tergambar dari ketidakmampuan seseorang untuk terlibat kedekatan fisik hingga emosional dengan orang lain. Beberapa ciri utamanya, yakni menjaga jarak saat menghadapi masalah, sulit terbuka kepada pasangannya, serta merasa tidak membutuhkan siapapun dalam hidupnya. Pola ini terbentuk akibat pengasuhan ibu yang kurang hangat, sehingga anak harus menekan emosinya dan hanya mengandalkan diri sendiri.
Disorganized Attachment Style
Disorganized attachment style adalah pola keterikatan yang ditandai dengan perilaku yang tidak konsisten, sulit mempercayai orang lain, serta adanya keinginan untuk mendekat sekaligus menjauh. Perilaku ini disebabkan oleh trauma masa kecil, seperti pengabaian, kekerasan, hingga pelecehan yang terjadi karena kurangnya pengawasan dari keluarga, khususnya ibu. Individu dengan tipe ini cenderung sulit membangun hubungan karena perasaan tidak aman, dan tidak mudah memercayai orang lain secara bersamaan.
Langkah Efektif untuk Menghindari Motherless
Kondisi motherless memberikan dampak serius terhadap perkembangan anak. Mulai dari masalah keterikatan (attachment), gangguan dalam mengolah emosi, hingga rendahnya rasa percaya diri. Kondisi ini tidak hanya dilatarbelakangi oleh kematian atau perpisahan, tetapi juga ketidakhadiran ibu.
Lalu, tips apa saja yang dapat dilakukan ibu untuk mencegah anaknya mengalami motherless?
1. Jadilah Pahlawan yang Hebat
Ibu merupakan teladan penting bagi anaknya. Meski bukan hal yang mudah, seorang ibu perlu membimbing anak dengan kebijaksanaan, perhatian, dan kasih sayang. Pendekatan ini membantu anak dalam mencapai keseimbangan emosional dan mental yang optimal.
2. Terapkan Pola Komunikasi yang Sehat
Komunikasi merupakan salah satu kunci untuk membangun hubungan yang harmonis dan penuh kepercayaan. Melalui interaksi yang terbuka, dapat membuat anak merasa dipahami, dihargai, dan dianggap ada. Pada akhirnya, anak akan lebih mudah mengekspresikan pikiran maupun perasaannya kepada orang tua, khususnya ibu.
3. Kelola Waktu secara Efektif
Ibu dan ayah memegang kendali bersama dalam mengasuh dan merawat anak. Mereka harus mengatur jadwal secara seimbang antara pekerjaan, urusan rumah, dan waktu bersama anak. Jika diperlukan dan memungkinkan, mintalah bantuan kepada pengasuh atau asisten rumah tangga agar pekerjaan di rumah dapat terselesaikan dengan cepat.
Di sisi lain, hewan-hewan peliharaan, seperti kucing, anjing, atau ikan dapat menjadi teman bermain yang mampu mengurangi stres dan kesedihan. Pilihlah jenis hewan yang disukai anak agar kehadirannya benar-benar bisa menghibur perasaan mereka. Selain itu, hewan turut menjadi sumber kebahagiaan bagi anak, sehingga dapat menumbuhkan sifat penyayang, serta melatih diri untuk lebih bertanggung jawab.
Poin yang juga harus diingat, anak yang tumbuh tanpa kehadiran ibu lebih rentan mengidap berbagai masalah psikologis, seperti bersikap agresif, kesulitan berkomunikasi, hingga mudah mengalami stres dan depresi. Makanya, sebagian orang tua kini lebih memilih menjadi strict parents sebagai langkah yang cermat dalam mengawasi dan memantau anak-anaknya.
Jadi, apa pengertian dari motherless, Sobat Valid? Yup, bukan hanya soal ketidakhadiran fisik ibu, istilah ini juga terkait kurangnya emosional yang berdampak pada psikologis, sosial, dan perilaku anak. Memberikan kehangatan, kasih sayang, dan waktu bersama merupakan langkah yang penting untuk mengatasi kasus ini. Yuk, mulai hadir sepenuhnya dan jadi pahlawan super untuk anak kita!
*Penulis merupakan mahasiswa aktif, tengah magang mandiri di Validnews.id.
Referensi: