c

Selamat

Senin, 17 November 2025

CATATAN VALID

14 Oktober 2025

15:00 WIB

Mengungkap Fenomena Love Bombing Di Era Digital

Pernah merasa dimanjakan dengan perhatian berlebih di awal hubungan, lalu tiba-tiba semua berubah? Fenomena itu dikenal sebagai love bombing,  bentuk manipulasi yang tersamar sebagai kasih sayang.

Penulis: Nabila Ayu Ramadhani

Editor: Rikando Somba

<p>Mengungkap Fenomena <em id="isPasted">Love Bombing</em> Di Era Digital</p>
<p>Mengungkap Fenomena <em id="isPasted">Love Bombing</em> Di Era Digital</p>

Ilustrasi love bombing yang ditunjukkan dengan simbol 3d berbentuk bom hati. Envato/vi73.

Persoalan cinta kerap membawa individu ke persoalan lainnya. Pernahkah Sobat Valid melihat bestie yang awalnya terlihat amat bahagia karena mengira telah menemukan sosok pujaan hati yang tepat, namun tak lama terpuruk akibat ditinggal begitu saja oleh kekasihnya? 

Fenomena ini kerap terjadi ketika seseorang terkena love bombing. Kondisi ini terlihat dari pasangan yang tampak sebagai pribadi yang hangat dan penuh perhatian pada awal masa menjalin hubungan, kemudian berbeda belakangan. Pada akhirnya, diketahui bahwa aksi itu hanya kepura-puraan untuk menimbulkan ketertarikan. 

Berdasarkan data Statista (2024), sebanyak 52% remaja muda, terutama gen-z, lebih memilih dating apps atau aplikasi kencan online, misalnya Telegram atau Bumble, sebagai langkah mudah untuk mencari calon pasangan. Sayangnya, di balik kemudahan tersebut, tak sedikit dari mereka juga mengaku pernah menjadi korban dari praktik love bombing. Ini bermula dari akibat terlalu cepat menaruh kepercayaan terhadap pasangan date mereka. 

Fenomena Love Bombing Lahir dari Dating Apps?
Love bombing merupakan sebuah istilah dalam dunia percintaan yang merujuk pada pola perilaku seseorang yang dianggap terlalu menghujani seluruh perhatian, kasih sayang luar biasa, serta mengutarakan perasaan suka dalam waktu singkat terhadap individu yang menjadi target incarannya. Praktik ini menjadi strategi manipulasi emosional untuk menciptakan ketergantungan emosional dari sosok yang diharapkan.

Aksi love bombing tak dinyana kerap terjadi pada seseorang yang menggunakan dating apps. Pasalnya, dating apps membuka celah adanya sisi gelap bahwa ada sejumlah pengguna hanya mencari hubungan bersifat sementara. 

Di sisi lain, ada juga pihak-pihak yang memang berniat mencari pasangan sebenarnya. Love bombing menjadi sarana yang ideal bagi kelompok yang mencari hubungan sementara, untuk mencuri perhatian dan mengikat perasaan target tanpa butuh waktu perkenalan yang terlalu lama. 

Perkembangan dan Kemudahan Teknologi Digital
Di tengah berkembang pesatnya kemajuan teknologi, khususnya gawai seperti smartphone, dan internet, hadir peluang besar akan komunikasi sosial yang secara luas dapat dilakukan oleh banyak pihak dengan lingkup geografis yang sangat luas. Jangankan menemukan seseorang yang berada di daerah berbeda, koneksi lintas negara pun bisa tercapai. Melalui kemudahan untuk terhubung ini, teknologi memberikan peluang bagi terciptanya berbagai platform dengan tujuan yang beragam, dari pertemanan, berbagi hobi, hingga mencari pasangan seperti dating apps.

Secara khusus, fitur-fitur dalam dating apps juga termasuk sangat mudah untuk dimengerti, membuatnya punya daya tarik tersendiri. Sejumlah aplikasi bahkan menawarkan kebebasan melihat dan memilih pengguna lain yang disukai. Dengan hanya bermodal tap dan swipe, pelanggan sudah berpeluang mendapatkan calon pasangan. 

Ironinya, kemudahan penggunaan dating apps ini menjadi lahan basah yang mendorong terjadinya berbagai praktik yang tidak diinginkan, salah satunya love bombing. 

Dorongan Keadaan di Momen Pandemi Covid-19
Pandemi covid-19 menjadi momen di mana terjadi lonjakan pengguna dating apps secara signifikan. Kurang lebih dua tahun dengan berbagai bentuk larangan interaksi tentu menciptakan kerinduan akan konektivitas, bahkan bagi kelompok yang sebenarnya tidak terlalu suka bersosialisasi. Terlebih lagi bagi mereka yang memang berkepribadian ekstrover dan selalu ingin terhubung dan kebetulan tak memiliki pasangan atau keluarga yang tinggal bersama. Makanya, meski tak bisa bertemu secara langsung, interaksi online menjadi semacam oase untuk memuaskan hasrat untuk terhubung.

Bagi mereka yang kebetulan ingin mencari pasangan dan haus akan koneksi di momen ini, keberadaan dating apps menjadi pedang bermata dua. Ia dapat menjadi sarana mewujudkan keinginan tersebut, namun jika tidak digunakan dengan hati-hati aplikasi ini justru bisa jadi bencana. Pasalnya, pengguna bisa leluasa melakukan pendekatan tanpa proses verifikasi melalui pertemuan fisik dan interaksi berjenjang untuk saling mengenal kepribadian, mengingat masih diberlakukannya social distancing. Akhirnya, banyak dari mereka secara resmi menjalin hubungan romantis 

Ciri-Ciri Love Bombing yang Sering Muncul
Setiap orang pasti ingin mempunyai hubungan percintaan yang benar-benar dilandasi oleh ketulusan dan rasa sayang yang setara dari pasangannya. Meski begitu, ada masa di mana salah satu pihak atau bahkan kedua insan ini telah merasa hilang ketertarikan (lose interest) serta tidak mau lagi menjaga komitmen yang telah dibuat. Karena inilah, mereka akan menggunakan love bombing sebagai taktik alternatif supaya pasangan tidak dapat lepas darinya. 

Adapun tanda-tanda khas dari love bombing biasanya terlihat dari memberi hadiah secara berlebihan, mengorbankan waktunya secara berlebihan, serta memanfaatkan kecemburuan agar bisa mengontrol pasangannya. Padahal, di balik gesture manis ini, mereka tidak menjamin ada niat serius untuk menjalin hubungan emosional dengan korban.

Hadiah-hadiah kecil dikirimkan, mulai dari makanan dan minuman ataupun hal-hal lain yang sederhana namun personal, agar korban bisa tertarik. Oleh karena itu, penting bagi siapa pun untuk tetap waspada dan dapat lebih berhati-hati jika terdapat orang yang menunjukkan bentuk kasih sayang yang dirasa terlalu cepat dan berlebihan, apalagi waktu di awal masa hubungan. 

Seseorang yang melakukan love bombing biasanya cenderung terburu-buru dalam menyatakan perasaan cinta. Mereka bahkan tidak ragu memposisikan dirinya seolah-olah dirinya adalah belahan jiwa yang telah lama dinantikan korban. Pengakuan ini bertujuan mempengaruhi korban untuk melangkah ke hubungan yang lebih serius, padahal keduanya baru saling mengenal dalam waktu singkat. 

Tidak sampai di situ, pelaku juga tak ragu-ragu mengorbankan seluruh waktunya demi bisa berkencan atau sekadar melakukan percakapan ringan dengan pasangannya. Makanya, ia pasti telah menyimpan beribu alasan untuk menjawab pertanyaan intens korban terkait perasaannya. Nyatanya, di balik perilaku hangat tersebut, tersimpan misi untuk mengambil kendali penuh atas diri korban.

Memanfaatkan Kecemburuan Untuk Mengontrol Pasangan
Rasa cemburu dalam menjalani sebuah hubungan sebenarnya sudah menjadi hal wajar, apalagi jika benar-benar dilandasi oleh keinginan untuk menjaga satu sama lain. Akan tetapi berbeda halnya dengan love bombing. Pada aksi ini, pelaku justru kerap memanfaatkan kecemburuan sebagai bentuk kontrol halus dalam memantau setiap gerak-gerik korban.

Para pelaku love bombing biasanya bersikap posesif dalam mengawasi dan mencurigai setiap interaksi sosial pasangan. Mereka tidak peduli apakah orang yang diajak interaksi itu adalah teman, rekan kerja, atau bahkan keluarga. Mereka membatasi korban dengan melemparkan berbagai pertanyaan terkait kondisi dan situasinya, misalnya “kamu sedang bersama siapa?”, “kenapa lama balas pesannya?” Pola perilaku ini tidak sepenuhnya didasari oleh kasih sayang dan simpati, namun justru bentuk pengekangan keras yang cukup mengganggu kebebasan.

Pelaku yang melakukan love bombing biasanya akan memakai topeng ketika bersama kekasihnya. Mereka hanya akan menampilkan sikap manis, penuh perhatian, dan pelimpahan validasi. Topeng ini bertujuan memikat hati korban supaya ia bersedia menjalin hubungan intens dengannya. Setelah berhasil meraih tujuan tersebut, pelaku secara perlahan membongkar sifat asli sebenarnya.  

Setelah hubungan kandas, korban love bombing akan berlarut dalam kesedihan. Mereka biasanya mulai mempertanyakan kelayakan, bahkan merendahkan diri sendiri. Rasa bingung dan penyiksaan diri ini bisa meninggalkan bekas luka emosional yang cukup mendalam bagi psikologis korban. 

Keadaan putus hubungan juga memicu timbulnya trust issue atau hilangnya rasa percaya terhadap orang lain. Tekanan ini akan mempengaruhi pola perilaku korban untuk menjalin hubungan di masa depan. Korban tidak mampu melakukan kedekatan fisik hingga emosional dengan orang lain, serta tidak mampu mengontrol rasa cemas selama berada dalam hubungan baru.

Penurunan Harga Diri akibat Trauma
Ketika masa-masa manis dalam hubungan memudar, korban praktik love bombing cenderung mudah menyalahkan diri sendiri atas kejadian-kejadian yang menimpanya. Mereka akan terus-menerus meminta maaf, bahkan untuk hal-hal sepele yang sebenarnya bukan disebabkan kesalahannya. Hal ini bahkan dapat terjadi meski mereka telah mencoba memulai hubungan baru bersama orang yang berbeda.

Tak hanya dalam konteks hubungan asmara, korban love bombing cenderung mengurung diri dari aktivitas-aktivitas yang mendorong berjalannya interaksi sosial, baik dengan teman, saudara, hingga keluarga. Kondisi ini disebabkan oleh luka batin yang masih tertinggal dalam lubuk hatinya, terlebih lagi mengingat perlakuan buruk atau rasa sakit karena pernah menjadi bagian yang terbuang dari kisah sebelumnya.

Praktik love bombing juga membuat seseorang kehilangan rasa percaya diri dan menimbulkan rasa takut untuk bepergian seorang diri. Pasalnya, sebelumnya mereka telah terbiasa bergantung pada seseorang yang tadinya dianggap sebagai sumber rasa aman dan tempat berlindung. Padahal, aksi ini justru malah berpotensi menghambat proses pemulihan diri.

Setiap orang berhak menemukan kebahagiaan sendiri, meski tanpa harus melibatkan orang lain di dalamnya. Caranya beragam dan sederhana. Mulai dari langkah kecil seperti olahraga di pagi hari, hangout bersama teman, menonton film kesukaan, hingga membaca buku inspiratif.

Belajar Membedakan Cinta Sejati dan Taktik Manipulasi
Salah satu ciri utama yang membedakan antara love bombing dan cinta sejati adalah niat dan kesetaraan di antara kedua belah pihak. Setiap orang yang menjalin hubungan romantis pasti pernah menghadapi berbagai tantangan tertentu, seperti miskomunikasi, perbedaan pendapat, hingga kesalahpahaman. Akan tetapi, tak jarang dari mereka yang memilih menyelesaikan hubungan sebagai langkah terbaik karena menganggap sudah tidak lagi ada kecocokan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami sejumlah perbedaan antara love bombing dan true love (cinta sejati) demi menghindari “jebakan batman” ketika hendak menjalin keterikatan asmara dengan orang lain. 

Ketika seseorang yang telah berkomitmen dengan hubungan romatis, berarti ia sudah siap memberikan segala kebutuhan emosional untuk pasangan, mulai dari menurunkan emosi dan ego, mengusahakan waktu untuk sekadar bertemu, serta menjalin komunikasi. Untuk mewujudkan hubungan yang sehat, kedua belah pihak perlu menanamkan pola pikir bahwa komunikasi efektif itu harus dilakukan secara dua arah. 

Setiap pihak perlu mencegah hal-hal yang berpotensi menimbulkan masalah baru dalam hubungan mereka, salah satunya seperti silent treatment atau sikap mendiamkan pihak lain ketika terdapat masalah. Perilaku semacam ini tidak akan memperbaiki situasi hubungan, dan justru semakin memperburuk.

Dalam konteks love bombing, tahapan pengenalan satu sama lain biasanya berlangsung begitu cepat. Pelaku cenderung terlalu terburu-buru menunjukkan perasaan cinta yang membara, memberi hadiah, dan bahkan membicarakan masa depan di awal masa pertemuan yang singkat.

Berbeda halnya dengan hubungan yang tulus, di mana seseorang akan memilih mendekati orang yang didambakan secara perlahan-lahan. Penting untuk mengenal satu sama lain secara keseluruhan, membangun kepercayaan yang mendalam, dan menumbuhkan perasaan tanpa didorong oleh keterpaksaan. Langkah-langkah tersebut dapat menciptakan hubungan yang stabil, aman, dan penuh penghargaan dalam setiap perjalanannya.

Strategi Jitu untuk Menghindari Love Bombing
Dalam menjaga hubungan cinta, setiap orang yang terlibat akan menghadapi beragam tantangan, baik kecil maupun besar. Misalnya saja, keterlambatan respons pasangan yang membuat overthinking, hingga rasa ingin terus berada di dekat kekasih. Dalam konteks love bombing, pelaku cenderung memanfaatkan situasi yang renggang ini untuk mengikat dan menguasai pasangan. Maka dari itu, penting bagi kita untuk mengenali tanda-tanda praktik love bombing serta menemukan solusi jika sudah terlanjur terjebak dalam hubungan yang merugikan.

Sudah sering dong dengar istilah red flag dalam konteks hubungan percintaan? Istilah ini mengacu pada pola perilaku negatif yang berpotensi berdampak buruk bagi pasangan dan hubungan. Beberapa contoh aksi seseorang yang bisa dikategorikan red flag misalnya melakukan silent treatment, memutar balik fakta, hingga playing victim yang membuat pasangan merasa bersalah atas konflik yang terjadi. Uniknya, meski tampak sebagai bentuk kepedulian, aksi love bombing juga menjadi salah satu tanda red flag.

Bila diamati sekilas, aksi love bombing tampak tak membahayakan. Kamu bahkan mungkin bisa melihatnya sebagai tanda green flag. Makanya, penting untuk memperhatikan setiap gerak-gerik serta konsistensi perilaku calon pasangan agar tidak terkecoh dengan aksi penuh kasih sayangnya. Jangan sampai terjebak dengan taktik manipulasi love bombing yang hanya akan berakhir buruk.

Khususnya dalam ranah dunia digital, setiap orang perlu menjaga batasan diri ketika bertemu dengan orang baru. Kita perlu menikmati setiap proses untuk saling mengenal satu sama lain tanpa terburu-buru supaya tidak tertipu oleh taktik kasat mata yang dilakukan oleh pelaku love bombing.

Perluas Jaringan Sosial dan Bersikap Tegas
Semakin luas jaringan sosial dan kuatnya mental korban, maka makin sedikit pula ruang manipulasi pelaku love bombing untuk melangsungkan aksinya. Melalui dukungan hangat dari berbagai pihak terdekat, baik teman, keluarga, atau lingkungan kerja yang nyaman turut memegang peranan penting dalam mempengaruhi sudut pandang korban menjadi lebih positif. 

Tak hanya itu, mereka juga perlu mendengarkan intuisi diri, yang kerap bisa memberi peringatan terhadap sesuatu yang terasa tidak beres. Korban harus bisa berani mengambil tindakan untuk meninggalkan hubungan sudah jelas tak beres, meski tampak berjalan harmonis di awalnya.  Jadi, ada benarnya kalau kita tidak terburu-buru dalam urusan cinta, ya Sobat Valid!

 

 *Penulis merupakan mahasiswa aktif, tengah magang mandiri di Validnews.id.    


Referensi:

  1. Health clevel and clinic. (2023, Februari 01). What Is Love Bombing? Retrieved from Cleveland Clinic.
  2. Psychology Today. (n.d.). Love Bombing. Retrieved from Psychology Today.
  3. Statista. (n.d.). Share of online dating service users in the United States who have been a victim of a romance scam as of February 2024, by gender. Retrieved from Statista.

KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar