c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

CATATAN VALID

08 November 2025

17:30 WIB

Menghijaukan Kota Melalui Inovasi Green Roof

Green roof dapat menjadi solusi adaptasi iklim dan kota berkelanjutan dengan manfaat ekologis, sosial, dan ekonomi.

Penulis: Mohammad Widyar Rahman

Editor: Rikando Somba

<p>Menghijaukan Kota Melalui Inovasi <em id="isPasted">Green Roof</em></p>
<p>Menghijaukan Kota Melalui Inovasi <em id="isPasted">Green Roof</em></p>

Atap hijau (green roof) adalah atap bangunan datar atau miring yang dilapisi vegetasi (tanaman dan t anah) di atas lapisan tahan air untuk memberikan manfaat lingkungan dan insulasi. Shutterstock/Virrage Images  

Pertumbuhan kota yang kian padat dan meningkatnya isu perubahan iklim telah menyebabkan kenaikan suhu global yang memicu peningkatan penguapan air dan gelombang panas, serta perubahan pola curah hujan ekstrem yang berakibat pada kekeringan dan banjir. Berbagai solusi untuk menghadapi tantangan ini terus dikembangkan. 

Salah satu implementasi nyata tercermin dalam konsep green infrastructure, yang diwujudkan melalui green roof. Konsep ini bukan sekadar tren arsitektur hijau, tetapi juga strategi adaptasi iklim yang berperan mengembalikan keseimbangan ekologi di kawasan perkotaan.

Apa Itu Green Roof?
Green roof merupakan sistem atap yang dilapisi vegetasi dan media tanam, sehingga berfungsi layaknya taman di atas bangunan. Struktur green roof terdiri dari beberapa lapisan, yaitu membran kedap air, lapisan anti akar, media tanam, dan lapisan drainase untuk mengatur aliran air hujan.

Berdasarkan ketebalan media tanam dan jenis vegetasinya, green roof terbagi menjadi dua. Yang pertama adalah kategori intensif dengan media tanam lebih tebal dan memerlukan perawatan rutin. Dan, yang kedua adalah kategori ekstensif dengan media tanam lebih tipis dengan perawatan minimal.

Manfaat Lingkungan dari Green Roof
Manfaat ekologis green roof sudah teruji dalam berbagai penelitian global. Hasil penelitian menunjukkan bahwa green roof mampu menghemat energi hingga 48% tergantung pada luas area green roof, sekaligus mengurangi efek urban heat island secara signifikan. Tanaman green roof juga mampu menyerap polutan udara hingga 85 kg per hektar per tahun. Dari jumlah tersebut, 52% polutan yang terserap terdiri dari ozon (O₃), nitrogen dioksida (NO₂), dan debu (PM₁₀).

Selain itu, green roof berfungsi sebagai “spons” alami dalam proses retensi air limpasan permukaan dari hujan. Berdasarkan hasil studi di Eropa, kemampuan retensi air green roof mencapai 70%, tergantung pada karakteristik atap (kemiringan, substrate media tanam, jenis tanaman) dan curah hujan. Dengan demikian, green roof tidak hanya memperindah kota, tetapi juga membantu mengatasi banjir perkotaan yang disebabkan oleh berkurangnya daerah resapan.

Keuntungan Ekonomi dan Sosial
Dari aspek ekonomi, green roof terbukti dapat menurunkan konsumsi energi bangunan. Berdasarkan hasil studi, penghematan energi hingga 16% setelah pemasangan green roof. Di Indonesia, hasil penelitian menunjukkan green roof dapat menurunkan suhu ruang hingga 13,14°C dan menghemat energi sekitar 60% pada bangunan bertingkat rendah. Efisiensi ini bukan hanya mengurangi biaya listrik, tetapi juga memperpanjang umur atap karena lapisan vegetasi melindungi dari radiasi ultraviolet dan perubahan suhu ekstrem.

Dari aspek sosial, green roof menciptakan ruang hidup baru di tengah kepadatan kota. Selain dapat memperkuat interaksi sosial, ruang hijau di atap juga membantu menjaga keseimbangan kesehatan mental dan lingkungan. Utamanya, Green roof dapat menambah aspek keindahan bangunan (estetika) dan fungsi taman pada umumnya.

Penerapan Green Roof di Dunia dan Indonesia
Pada dasarnya, penerapan green roof kuno berawal dari Taman Gantung Babilonia, yang dibangun sekitar 500 SM. Era modern, Jerman dikenal sebagai pelopor modernisasi green roof sejak 1960-an, dengan kebijakan insentif dan panduan teknis (FLL Guidelines) yang mendukung desain, pelaksanaan, serta perawatan. Negara lain seperti Kanada mewajibkan bangunan baru dengan luas tertentu memiliki 20–60% area green roof, sementara Jepang dan Korea Selatan mengatur kewajiban serupa bagi gedung publik.

Di Indonesia, kesadaran akan potensi green roof mulai meningkat. Hal ini dapat terlihat pada beberapa gedung di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Selain itu, roof garden termasuk kategori ruang terbuka hijau (RTH) pada bangunan sebagaimana diatur dalam Permen ATR/BPN No. 14 Tahun 2022.

Dalam konteks global, green roof kini dikaitkan dengan konsep ekonomi sirkular yang berfokus pada penggunaan material daur ulang dan pengurangan limbah. Substrat green roof dapat memanfaatkan bahan alternatif seperti biochar, karet daur ulang, atau hidrogel untuk meningkatkan efisiensi penyerapan air tanpa menambah jejak karbon. Pendekatan ini tidak hanya menghemat sumber daya, tetapi juga memperkuat peran green roof sebagai bagian dari sistem kota yang regeneratif.

Green roof berperan penting dalam mewujudkan Sustainable Development Goal 11 (Sustainable Cities and Communities). Melalui peningkatan kualitas udara, penyerapan karbon, penghematan energi, dan penyediaan ruang hijau baru, green roof membantu kota beradaptasi terhadap perubahan iklim dan menurunkan emisi karbon.

Bagi Indonesia, penerapan green roof merupakan langkah nyata menuju kota hijau tropis yang berketahanan iklim. Dengan mengintegrasikan prinsip eco-design, teknologi ramah lingkungan, serta dukungan kebijakan insentif, green roof dapat menjadi “paru-paru baru” bagi kota-kota besar. Dari sekadar permukaan beton yang pasif, atap kini berfungsi menjadi ruang produktif untuk masa depan yang lebih hijau, sehat, dan berkelanjutan.


Referensi:

  1. Aris, B., & Tampubolon, A. C. (2025). A comparative study of cool roof and green roof performance in tropical area of Indonesia. Journal of Architectural Research and Design Studies, 9(1), 1–12. Universitas Islam Indonesia. https://doi.org/10.20885/jars.vol9.iss1.art 1
  2. Bozhilova, I., Petrov, P., & Ivanova, L. (2021). Green roof design as an urban adaptation strategy to climate change. Silva Balcanica, 22(2), 75–88.
  3. Cervantes-Nájera, A. L., Martínez-Rodríguez, M.-C., Campos-Villegas, L. E., Bello-Yañez, X. V., & Brenneisen, S. (2024). Green roof systems within the framework of a circular economy: A scoping review. Recycling, 9(69), 1–20. https://doi.org/10.3390/recycling9040069
  4. Sabila, Y. R., Fatimah, I. S., & Gunawan, A. (2025). Rancangan kriteria evaluasi penerapan eco-design pada roof garden. Jurnal Lanskap Indonesia, 17(1), 130–141. https://doi.org/10.29244/jli.v171i1.60127
  5. Saqib, M., Afzal, M. A., Rahman, M. A., Khan, M. S., & Chang, C. (2024). Bridging nature and urbanity through green roof resilience framework (GRF): A conceptual model for sustainable cities. Nature-Based Solutions, 3(2), 100173. https://doi.org/10.1016/j.nbs.2024.100173

KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar