31 Oktober 2025
14:00 WIB
Mengenal Life Cycle Assessment Untuk Masa Depan Industri Berkelanjutan Di Indonesia
Life Cycle Assessment merupakan metode analisis yang memungkinkan perusahaan menilai dampak lingkungan dari suatu produk atau jasa sepanjang siklus hidupnya.
Penulis: Oktarina Paramitha Sandy
Editor: Rikando Somba
Konsep LCA (Life Cycle Assessment). Ikon LCA di dalam kaca pembesar. Standar ISO LCA bertujuan untuk membatasi perubahan iklim. Metodologi untuk menilai dampak lingkungan yang terkait dengan rantai nilai produk. Shutterstock/witsarut sakorn.
Mungkin Sobat Valid tidak menyadari bahwa saat ini semakin banyak industri yang mulai bergerak menuju arah yang lebih hijau. Kalau kita perhatikan, semakin banyak negara yang berlomba-lomba menerapkan standar produksi yang ramah lingkungan. Mulai dari mengurangi emisi karbon, meningkatkan efisiensi energi, hingga mendorong penggunaan bahan baku yang berkelanjutan.
Indonesia, dengan sektor industri yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional, juga ikut ambil bagian dalam pergerakan ini. Namun, transisi menuju sistem industri yang lebih bersih dan efisien tentu bukan hal mudah. Banyak perusahaan di Indonesia yang masih berhadapan dengan berbagai tantangan, mulai dari efisiensi energi, pengelolaan limbah, hingga tekanan biaya operasional yang terus meningkat.
Di tengah tantangan tersebut, dunia industri butuh pendekatan ilmiah yang bisa membantu mengukur dan memahami dampak lingkungan secara menyeluruh. Salah satu metode yang kini banyak digunakan di berbagai negara adalah Life Cycle Assessment (LCA).
LCA merupakan metode analisis yang memungkinkan perusahaan menilai dampak lingkungan dari suatu produk atau jasa sepanjang siklus hidupnya. Mulai dari proses pengambilan bahan baku, produksi, distribusi, penggunaan, hingga pengelolaan limbah setelah masa pakai berakhir. Dengan kata lain, metode ini membantu produsen melihat manfaat dan dampak dari sebuah produk dari awal sampai akhir, dan seberapa besar pengaruhnya terhadap lingkungan.
Penerapan LCA penting banget, terutama di era ketika keberlanjutan sudah menjadi standar global dalam bisnis dan investasi. Melalui LCA, perusahaan bisa mengetahui di tahap mana penggunaan energi paling tinggi, di bagian mana emisi gas rumah kaca paling besar, serta di mana potensi penghematan dan efisiensi bisa dilakukan. Data ini kemudian menjadi dasar bagi perusahaan untuk mengambil keputusan strategis yang lebih bijak dan berkelanjutan.
Pemerintah Indonesia sendiri sudah menunjukkan komitmen kuat terhadap agenda ini. Target Net Zero Emission 2060 menjadi arah kebijakan jangka panjang yang sedang diintegrasikan ke berbagai sektor. Program seperti Industri Hijau yang diinisiasi oleh Kementerian Perindustrian dan penerapan prinsip ekonomi sirkular dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045, menunjukkan bahwa transformasi menuju industri berkelanjutan bukan lagi pilihan, tetapi keharusan.
Berdasarkan penelitian berjudul, Comparative Analysis of Life Cycle Inventory of Cement and Ready-Mix Concrete Production in Indonesia (2024), penerapan LCA pada industri semen terbukti mampu mengidentifikasi proses yang paling berkontribusi terhadap emisi karbon. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan memahami setiap tahapan produksi secara detail, perusahaan bisa menentukan langkah efisiensi energi dan pengurangan emisi yang paling efektif.
Ini membuktikan bahwa LCA bukan sekadar teori. LCA juga merupkan , tapi alat yang bisa membawa perubahan konkret bagi industri di Indonesia. Dengan memahami seluruh siklus hidup produk, perusahaan tidak bisa hanya menekan dampak lingkungan, tapi juga meningkatkan daya saing di pasar global yang kini makin peduli pada keberlanjutan.
Jadi, jika kamu bekerja di dunia industri, riset, atau bahkan di lembaga yang bergerak di bidang kebijakan lingkungan, sangat penting untuk mulai memahami dan menerapkan konsep Life Cycle Assessment. Karena dengan pendekatan ini, kamu bukan hanya membantu perusahaan menjadi lebih efisien, tapi juga ikut berperan membangun masa depan industri Indonesia yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Apa Itu Life Cycle Assessment?
Pernahkah kamu berpikir, seberapa besar dampak lingkungan dari setiap barang yang kamu gunakan sehari-hari? Mulai dari botol air mineral, pakaian, hingga perangkat elektronik, semuanya punya jejak lingkungan yang panjang, jauh sebelum sampai di tanganmu. Nah, untuk memahami seberapa besar dampak yang ditimbulkan oleh setiap tahapan itu, para ahli menggunakan metode ilmiah yang disebut Life Cycle Assessment atau LCA.
Pendekatan LCA menelusuri perjalanan sebuah produk mulai dari pengambilan bahan baku, proses produksi, distribusi, penggunaan oleh konsumen, hingga akhirnya menjadi limbah. Jadi, bukan hanya soal bagaimana produk digunakan, tapi juga bagaimana produk itu lahir dan berakhir, semuanya diperhitungkan secara menyeluruh.
Secara global, metode ini diatur dalam standar ISO 14040 dan ISO 14044, yang memberikan kerangka kerja dan prinsip dasar agar proses analisis dilakukan secara konsisten dan terukur. Indonesia pun telah mengadopsi kedua standar tersebut menjadi SNI ISO 14040:2016 dan SNI ISO 14044:2016, sehingga industri di dalam negeri bisa menggunakan panduan yang selaras dengan praktik internasional.
Konsep utama dalam LCA dikenal dengan istilah “cradle to grave”, atau “dari buaian hingga kubur.” Artinya, analisis mencakup seluruh tahapan kehidupan produk, mulai dari pengambilan sumber daya alam hingga pembuangan atau daur ulang di akhir masa pakainya. Namun, ada juga variasi lain seperti “cradle to gate”, yaitu analisis yang hanya mencakup proses hingga produk keluar dari pabrik, serta “cradle to cradle”, yang menekankan konsep daur ulang penuh agar produk lama bisa kembali menjadi bahan baku baru. Konsep terakhir ini sejalan dengan prinsip ekonomi sirkular yang saat ini semakin banyak diterapkan di berbagai industri dunia.
Sebagai gambaran. bayangkan sebuah botol plastik air mineral. Dengan metode LCA, kita bisa menghitung berapa energi yang dibutuhkan untuk mengubah minyak bumi menjadi plastik, berapa emisi karbon yang dilepaskan selama proses produksi dan distribusi, berapa banyak air yang digunakan, hingga apa dampaknya ketika botol tersebut dibuang atau didaur ulang. Informasi ini memberi gambaran yang sangat penting bagi perusahaan untuk mengetahui di tahap mana dampak lingkungan paling besar terjadi, sekaligus menemukan peluang untuk meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi emisi.
Penerapan LCA di Indonesia sendiri sudah mulai berkembang di berbagai sektor, termasuk industri pangan. Dikutip dari penelitian berjudul The implementation of Life Cycle Assessment (LCA) in the Processing Industry Tofu: A case study of Konawe Selatan district, Indonesia (2022), analisis LCA digunakan untuk menilai emisi dari proses produksi tahu di Sulawesi Tenggara. Hasilnya menunjukkan bahwa produksi satu kilogram tahu menghasilkan emisi total sekitar 1,43 kg CO₂-eq, dengan sumber utama berasal dari penggunaan bahan bakar fosil pada tahap transportasi dan pengolahan.
Penelitian ini memperlihatkan bagaimana LCA mampu membantu pelaku industri memahami titik-titik kritis dalam proses produksi yang berkontribusi besar terhadap emisi. Dari hasil analisis seperti ini, perusahaan bisa mulai menerapkan langkah-langkah konkret—misalnya mengganti bahan bakar dengan energi terbarukan, mengoptimalkan sistem transportasi, atau memanfaatkan kembali limbah organik untuk energi alternatif.
Melalui pendekatan seperti ini, kamu bisa melihat bahwa Life Cycle Assessment bukan sekadar alat teknis, tapi juga bagian dari strategi besar menuju industri yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan. Dengan memahami dampak setiap tahapan dalam siklus hidup produk, perusahaan bisa mengambil keputusan yang tidak hanya efisien secara ekonomi, tapi juga selaras dengan upaya menjaga kelestarian lingkungan.

Tahapan dalam Life Cycle Assessment
Kalau kita berpikir Life Cycle Assessment (LCA) hanya sebatas menghitung emisi karbon, sebenarnya proses ini jauh lebih kompleks dari yang terlihat di permukaan. LCA adalah metode ilmiah yang sistematis dan mendalam, dirancang untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang bagaimana suatu produk, proses, atau layanan memengaruhi lingkungan sepanjang siklus hidupnya. Setiap tahap dalam LCA memiliki fungsi penting agar hasil analisis benar-benar akurat dan bisa dijadikan dasar bagi keputusan bisnis yang berorientasi pada keberlanjutan.
Secara umum, LCA terdiri dari empat tahapan utama: goal and scope definition, life cycle inventory (LCI), life cycle impact assessment (LCIA), dan interpretation. Keempat tahapan ini saling berkaitan dan membentuk satu alur analisis yang utuh. Mulai dari penentuan tujuan hingga interpretasi hasil akhir yang bisa digunakan untuk memperbaiki kinerja lingkungan perusahaan.
1. Goal and Scope Definition
Tahapan pertama ini adalah fondasi dari seluruh proses LCA. Di sini, kamu perlu menetapkan tujuan yang ingin dicapai dari analisis yang dilakukan. Misalnya, apakah kamu ingin mengetahui seberapa besar emisi karbon yang dihasilkan dari satu produk tertentu, seperti kemasan minuman, atau ingin mengevaluasi dampak lingkungan dari seluruh proses produksi di sebuah pabrik.
Selain itu, penting juga untuk menentukan ruang lingkup analisis atau system boundary, yakni sejauh mana proses yang akan dinilai. Apakah hanya mencakup proses produksi di dalam pabrik, atau juga termasuk transportasi bahan baku, distribusi produk, penggunaan oleh konsumen, hingga tahap pembuangan akhir?
Sebagai contoh, sebuah perusahaan ingin menilai jejak karbon dari kemasan makanan yang mereka hasilkan. Ruang lingkup analisisnya bisa mencakup pengadaan bahan baku seperti kardus daur ulang, proses pencetakan, hingga distribusi ke toko-toko ritel. Dengan menentukan ruang lingkup secara detail sejak awal, hasil analisis akan jauh lebih relevan dan mencerminkan kondisi nyata di lapangan.
2. Life Cycle Inventory (LCI)
Tahapan kedua adalah pengumpulan data atau Life Cycle Inventory (LCI). Di sini, semua data tentang input dan output dari proses produksi harus dikumpulkan secara lengkap dan akurat. Tahapan ini bisa dibilang paling menantang karena membutuhkan data yang sangat detail.
Data input mencakup bahan baku (seperti plastik, logam, atau kertas), energi yang digunakan (listrik, gas, atau bahan bakar fosil), serta air dan sumber daya lain yang dipakai selama proses produksi. Sementara itu, output meliputi produk akhir, limbah padat dan cair, serta emisi gas seperti CO₂ atau SO₂.
Saat ini, banyak perusahaan di Indonesia sudah mulai beralih ke sistem pencatatan digital untuk mempermudah proses pengumpulan data ini. Dengan sistem yang terintegrasi, mereka bisa melacak konsumsi energi, penggunaan bahan baku, dan jumlah limbah secara real time. Data yang akurat seperti ini sangat penting agar hasil analisis LCA bisa memberikan gambaran yang objektif dan bisa dijadikan dasar pengambilan keputusan.
3. Life Cycle Impact Assessment (LCIA)
Setelah semua data terkumpul, tahap berikutnya adalah Life Cycle Impact Assessment (LCIA). Di tahap ini, data dari LCI diolah untuk mengetahui seberapa besar dampak lingkungan yang dihasilkan dari setiap tahapan produksi. Analisis ini biasanya dilakukan menggunakan perangkat lunak khusus seperti SimaPro, GaBi, atau OpenLCA, yang memiliki database global mengenai faktor dampak lingkungan.
Melalui tahap LCIA, kamu bisa mengetahui total carbon footprint (jejak karbon), water footprint (jejak air), atau potensi acidification (pengasaman lingkungan). Analisis ini membantu mengidentifikasi bagian mana dari proses produksi yang memberikan dampak paling besar terhadap lingkungan. Misalnya, hasil LCA bisa menunjukkan bahwa sebagian besar emisi karbon justru muncul pada tahap transportasi bahan baku, bukan di tahap produksinya. Informasi seperti ini menjadi kunci untuk menentukan langkah perbaikan yang tepat.
Sebagai contoh, dalam penelitian berjudul Environmental Impact Analysis in the Cement Industry with Life Cycle Assessment Approach (2023) analisis LCA pada industri semen di Indonesia menunjukkan bahwa proses pembakaran (clinker production) merupakan sumber emisi terbesar dalam keseluruhan siklus produksi. Namun, penelitian tersebut juga menemukan bahwa penggunaan bahan bakar alternatif berbasis biomassa mampu menurunkan emisi karbon secara signifikan tanpa menurunkan kualitas produk. Hasil ini memperlihatkan bagaimana LCA dapat menjadi alat penting untuk mengidentifikasi solusi nyata dalam pengurangan dampak lingkungan
4. Interpretation
Tahap terakhir adalah interpretation, yaitu proses menafsirkan hasil analisis agar bisa digunakan untuk pengambilan keputusan yang lebih strategis. Di tahap ini, hasil perhitungan LCA dikaji ulang untuk memastikan konsistensi dan keandalan data. Dari sini, perusahaan bisa menarik kesimpulan tentang bagian mana dari proses produksi yang paling perlu diperbaiki, serta langkah apa yang bisa diambil untuk mengurangi dampak lingkungan.
Interpretasi hasil LCA bisa digunakan untuk berbagai tujuan: menyusun strategi efisiensi energi, memperbaiki desain produk agar lebih ramah lingkungan, hingga mendukung sertifikasi keberlanjutan seperti ISO 14001, PROPER, atau eco-label.
Selain itu, tahap ini juga membuka peluang untuk inovasi. Misalnya, jika hasil analisis menunjukkan bahwa konsumsi energi pada tahap produksi terlalu tinggi, perusahaan bisa mencari alternatif teknologi yang lebih hemat energi atau menggunakan sumber energi terbarukan.
Mengapa Life Cycle Assessment Penting Diterapkan di Indonesia?
Seperti yang kita ketahui, Indonesia saat ini sedang berada di titik penting dalam perjalanan industrinya. Di satu sisi, kamu bisa melihat bagaimana pemerintah terus mendorong pertumbuhan ekonomi dan ekspansi sektor industri untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan daya saing nasional. Tapi di sisi lain, tekanan global untuk menerapkan praktik produksi yang lebih bersih dan berkelanjutan juga semakin kuat. Kalau ingin tetap kompetitif di pasar ekspor, industri Indonesia harus bisa membuktikan bahwa produknya punya jejak lingkungan yang rendah dan proses produksinya bertanggung jawab.
Banyak negara maju sudah menetapkan standar ketat terkait emisi dan dampak lingkungan dari produk yang masuk ke pasar mereka. Artinya, jika produk Indonesia tidak memenuhi kriteria tersebut, potensi kehilangan pasar ekspor bisa sangat besar. Di sinilah Life Cycle Assessment (LCA) berperan penting, sebagai alat ilmiah yang membantu perusahaan memahami secara menyeluruh dampak lingkungan dari setiap tahapan produksi, mulai dari pengadaan bahan baku sampai produk akhirnya digunakan dan dibuang.
Melalui penerapan LCA, perusahaan bisa tahu dengan jelas di mana titik paling kritis dalam proses produksinya. Misalnya, apakah konsumsi energinya terlalu tinggi? Apakah penggunaan bahan bakunya kurang efisien? Atau justru transportasi yang terlalu panjang sehingga meningkatkan emisi karbon? Analisis ini membantu kamu dan tim di perusahaan melihat masalah di sistem produksi dan menemukan langkah perbaikan yang paling efektif.
Dikutip dari penelitian Application of Life Cycle Assessment for Improving the Energy and Waste Management Strategy: A Case Study of Fertilizer Plant in Indonesia (2021), metode LCA digunakan untuk menganalisis secara menyeluruh dampak lingkungan dari proses produksi pupuk urea di salah satu pabrik besar di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa untuk memproduksi 50 kilogram urea, total emisi gas rumah kaca yang dihasilkan mencapai sekitar 4,73 kilogram CO₂-equivalent (CO₂-eq). Angka ini mencerminkan bahwa setiap tahap produksi, mulai dari pengolahan bahan baku, konsumsi energi, hingga pengemasan, memiliki kontribusi berbeda terhadap total emisi karbon.
Menariknya, penelitian ini juga berhasil mengidentifikasi beberapa titik kritis atau environmental hotspots yang paling berpengaruh terhadap dampak lingkungan. Salah satu yang paling dominan adalah konsumsi listrik, yang menyumbang sekitar 31,5% dari total dampak lingkungan. Artinya, hampir sepertiga dari emisi yang dihasilkan dalam proses produksi pupuk urea berasal dari penggunaan energi listrik, baik untuk pengoperasian mesin, sistem pendingin, maupun unit pemrosesan bahan kimia.
Selain itu, penggunaan kemasan polypropylene (PP) juga tercatat memberikan kontribusi terhadap dampak lingkungan, meskipun dalam skala yang lebih kecil, yaitu sekitar 0,74%. Sekilas angka ini terlihat kecil, tapi dalam konteks produksi industri berskala besar yang menghasilkan ribuan ton pupuk setiap bulan, dampaknya tetap signifikan. Pemilihan material kemasan yang lebih ramah lingkungan atau penerapan sistem daur ulang bisa menjadi salah satu langkah konkret untuk menurunkan kontribusi emisi dari sektor ini.
Penemuan-penemuan seperti ini memperkuat fakta bahwa LCA bukan sekadar alat teknis, melainkan strategi untuk membawa perusahaan agar bisa beroperasi dengan efisiensi lebih tinggi, biaya lebih rendah, dan jejak lingkungan yang lebih kecil. Dengan kondisi global yang terus berubah dan regulasi yang semakin ketat, perusahaan yang menggunakan metode ini jadi punya posisi lebih maju.
Selain itu, penerapan LCA juga berkaitan erat dengan efisiensi biaya.LCA juga memberikan nilai tambah dari sisi reputasi dan akses ke pasar. Melalui data yang transparan dan analisis sistematis, perusahaan bisa mendukung pengajuan sertifikasi lingkungan seperti ISO 14001 atau mendapatkan peringkat hijau dari PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan). Hal ini menjadi nilai plus di mata investor, konsumen, dan mitra bisnis.
Life Cyle Assessment dan Masa Depan Industri Berkelanjutan
Belakangan, isu keberlanjutan sudah jadi agenda utama di berbagai sektor. Perusahaan di seluruh dunia kini nggak cuma berfokus pada efisiensi produksi atau keuntungan finansial, tapi juga pada seberapa besar dampak lingkungan yang mereka hasilkan. Di titik inilah Life Cycle Assessment (LCA) berperan penting.
LCA bukan sekadar alat teknis buat menghitung emisi karbon atau konsumsi energi, tapi juga jadi fondasi strategis buat membangun industri yang benar-benar berkelanjutan.
Di sisi lain, LCA juga punya kaitan erat dengan kerangka ESG (Environmental, Social, Governance) yang saat ini makin banyak diterapkan perusahaan dan dilirik investor global. Aspek Environmental dalam ESG sangat bergantung pada data yang valid tentang jejak lingkungan perusahaan, dan di sinilah LCA memainkan perannya.
Dengan laporan LCA yang akurat dan transparan, perusahaan bisa menunjukkan komitmen nyata terhadap keberlanjutan, yang pada akhirnya memperkuat reputasi sekaligus membuka akses lebih besar ke pembiayaan hijau dan pasar modal berkelanjutan. Dalam konteks ini, LCA bukan hanya tentang menjaga citra, tapi juga strategi bisnis jangka panjang yang membuat perusahaan tetap relevan di tengah perubahan global.
.
* Penulis adalah kontributor di Validnews.id
Referensi: