c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

CATATAN VALID

15 September 2025

14:00 WIB

Mengenal Green New Deal Indonesia Untuk Ketahanan Iklim Dan Ekonomi Di Indonesia

Green new deal bisa dipahami sebagai strategi transisi hijau yang memadukan upaya pengendalian perubahan iklim dengan stimulus ekonomi berkelanjutan Seperti apa penjelasannya?

Penulis: Oktarina Paramitha Sandy

Editor: Rikando Somba

<p>Mengenal <em id="isPasted">Green New Deal</em> Indonesia Untuk Ketahanan Iklim Dan Ekonomi Di Indonesia</p>
<p>Mengenal <em id="isPasted">Green New Deal</em> Indonesia Untuk Ketahanan Iklim Dan Ekonomi Di Indonesia</p>

lustrasi protestor Green New Deal untuk mencegah krisis iklim. Greenpeace.

Saat ini, Indonesia sedang berada pada titik krusial dalam menghadapi tantangan perubahan iklim sekaligus menjaga stabilitas ekonomi. Dampak iklim kian terasa nyata di berbagai daerah. Ada banjir yang seakan menjadi rutinitas tahunan setiap musim hujan, kebakaran hutan dan lahan saat kemarau yang merusak ekosistem sekaligus menimbulkan kerugian ekonomi, hingga ancaman kenaikan permukaan laut yang menekan wilayah pesisir. Ribuan keluarga kini berhadapan dengan risiko kehilangan tempat tinggal.

Di sisi lain, roda ekonomi kita masih terlalu bergantung pada energi fosil. Sektor batu bara, minyak, dan gas tetap mendominasi, padahal tren global sudah bergerak menuju energi bersih. 

Ketergantungan ini bukan hanya memperburuk emisi karbon, tetapi juga membuat perekonomian Indonesia rawan terhadap fluktuasi harga energi di pasar dunia. Kondisi tersebut menandakan perlunya langkah transformatif, bukan sekadar kebijakan tambal sulam. Salah satu pendekatan yang kini banyak diperbincangkan adalah green new deal.

Kondisi ini tidak bisa dianggap sepele. Kita perlu kebijakan yang tepat untuk mengatasi dua persoalan sekaligus, yaitu krisis iklim dan tantangan ekonomi. 

Green new deal bisa dipahami sebagai strategi transisi hijau yang memadukan upaya pengendalian perubahan iklim dengan stimulus ekonomi berkelanjutan. Konsep ini tidak sekadar bicara soal mengurangi emisi, tapi juga bagaimana investasi hijau bisa membuka lapangan kerja baru, mendorong pertumbuhan sektor energi terbarukan, serta memperkuat ketahanan sosial masyarakat.

Penerapan green new deal di Indonesia bukan lagi sekadar pilihan untuk “ikut tren global”. Ini kebutuhan mendesak agar kita bisa bertahan menghadapi dampak iklim yang makin nyata, sekaligus membangun fondasi ekonomi baru yang lebih tahan krisis. 

Pertanyaannya, seberapa jauh pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat siap untuk bergandengan tangan menjalankan visi ini?

Dikutip dari penelitian bertajuk Green Fiscal Stimulus in Indonesia and Vietnam: A Reality Check pada 2023, para peneliti menekankan bahwa meski pemerintah Indonesia sudah menyinggung pentingnya stimulus hijau setelah pandemi, implementasinya masih jauh dari harapan. Banyak program yang digadang-gadang sebagai stimulus ramah lingkungan ternyata lebih banyak menyasar sektor tradisional berbasis energi fosil. Akibatnya, celah besar masih terlihat antara komitmen yang ditulis di atas kertas dengan langkah nyata di lapangan.

Hal ini menunjukkan bahwa jalan menuju green new deal di Indonesia tidak sesederhana membuat rencana besar atau janji politik. Diperlukan reformasi kebijakan yang benar-benar berpihak pada transisi energi hijau. Misalnya, pemerintah bisa memberikan insentif fiskal bagi perusahaan yang berinvestasi di energi terbarukan, memperluas akses pembiayaan untuk teknologi ramah lingkungan, hingga memperkuat aturan yang membatasi ekspansi industri berbasis batu bara.

Apa Itu Green New Deal?
Kalau mendengar istilah green new deal, sebagian orang mungkin langsung terbayang kebijakan besar ala Amerika Serikat. Memang benar, konsep ini pertama kali muncul di sana, sebagai respons terhadap krisis finansial sekaligus tekanan perubahan iklim. Namun, seiring berjalannya waktu, gagasan tersebut merambat ke Eropa, Korea Selatan, hingga negara-negara lain yang tengah mencari cara agar ekonomi tetap bergerak maju tanpa merusak bumi.

Secara sederhana, green new deal bisa dipahami sebagai paket kebijakan ekonomi yang didesain dengan mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial. Artinya, bukan hanya mendorong energi bersih, tapi juga membuka lapangan kerja baru, memastikan transisi energi berjalan adil, serta membangun fondasi ekonomi yang lebih tahan terhadap krisis iklim di masa depan.

Dikutip dari penelitian Advancing Renewable Energy in Indonesia: A Comprehensive Analysis of Challenges, Opportunities, and Strategic Solutions (MDPI, 2022), Indonesia sebenarnya punya potensi besar untuk masuk ke jalur green new deal. Hanya saja, jalannya tidak selalu mulus. Salah satu hambatan utamanya adalah regulasi yang belum konsisten. Misalnya, aturan soal tarif listrik dari energi terbarukan sering kali berubah-ubah, sehingga investor merasa ragu untuk menanamkan modal.

Penelitian tersebut juga menyoroti infrastruktur energi kita yang belum sepenuhnya siap. Pembangkit listrik tenaga surya atau angin memang bisa dibangun. Namun, tanpa jaringan distribusi yang kuat, sistem penyimpanan energi, dan dukungan teknologi baru seperti hidrogen, hasilnya tidak akan maksimal.

Masalah lain yang tidak kalah penting adalah pendanaan. Proyek energi bersih biasanya butuh biaya besar, sementara akses modal di Indonesia masih terbatas, terutama untuk proyek di wilayah terpencil atau pulau kecil.

Namun, green new deal tidak hanya soal teknologi dan investasi. Ada aspek manusia yang sering terlupakan: keadilan sosial. Penelitian tersebut menekankan bahwa transisi energi harus bisa memberi manfaat nyata bagi masyarakat. Misalnya, pekerja di sektor fosil perlu diberikan peluang kerja baru di sektor energi bersih, masyarakat pedesaan harus punya akses ke listrik terbarukan, dan generasi muda perlu disiapkan dengan keterampilan hijau yang relevan.

Jika prinsip-prinsip itu bisa dijalankan, green new deal bukan hanya membantu Indonesia menurunkan emisi gas rumah kaca, tapi juga membuka jalan menuju ekonomi yang lebih tangguh, inklusif, dan berdaya saing di tengah perubahan iklim global.

Manfaat Penerapan Green New Deal
Menerapkan green new deal di Indonesia bukan hanya soal menanggapi isu iklim global, tapi juga tentang bagaimana kita menata ulang arah pembangunan bangsa ke depan. 

Konsep ini menghadirkan visi besar: lingkungan yang lebih sehat, ekonomi yang lebih kuat, dan masyarakat yang lebih sejahtera. Dikutip dari penelitian berjudul Analisis Implementasi Green Economy di Indonesia  pada 2023, penerapan ekonomi hijau mampu memberikan dampak nyata baik pada lingkungan, ekonomi, maupun masyarakat. Penelitian ini menekankan bahwa transisi menuju ekonomi hijau bukan hanya wacana, melainkan jalan strategis untuk menciptakan pertumbuhan baru sekaligus memperkuat ketahanan nasional.

Dari sisi lingkungan, green new deal akan menjadi kunci dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Peralihan dari energi berbasis fosil ke energi terbarukan seperti surya, angin, hidro, dan panas bumi dapat menekan emisi gas rumah kaca yang selama ini menjadi penyumbang utama krisis iklim. Selain itu, kualitas udara dan air pun akan membaik karena menurunnya polusi dari pembakaran energi kotor dan limbah industri. 

Perubahan ini berdampak langsung pada kesehatan masyarakat yang akan menikmati udara lebih bersih dan air yang lebih layak konsumsi. Tak kalah penting, pemulihan ekosistem juga menjadi bagian dari agenda besar ini. Dengan menjaga hutan, lahan gambut, dan wilayah pesisir, keanekaragaman hayati Indonesia dapat dipertahankan, sehingga fungsi ekologis seperti penyerap karbon, pengatur siklus air, dan pelindung bencana alam tetap berjalan.

Secara ekonomi, manfaat green new deal sama sekali tidak bisa dipandang sebelah mata. Investasi dalam sektor energi terbarukan dan teknologi ramah lingkungan akan membuka peluang besar bagi industri baru yang kompetitif di tingkat global. 

Modal asing dan domestik akan mengalir lebih deras ke sektor-sektor hijau, menciptakan iklim usaha yang sehat dan berorientasi pada masa depan. Penerapan kebijakan ini juga berpotensi menghadirkan jutaan lapangan kerja baru di bidang energi bersih, infrastruktur hijau, pertanian berkelanjutan, hingga riset dan inovasi teknologi. 

Pekerjaan hijau ini bukan hanya soal kuantitas, tetapi juga kualitas, karena mendorong peningkatan keterampilan tenaga kerja dan memperluas kesempatan ekonomi yang lebih merata. Selain itu, diversifikasi ekonomi melalui transisi energi dapat mengurangi kerentanan Indonesia terhadap fluktuasi harga energi fosil di pasar global.

Manfaat sosial dari green new deal tidak kalah besar. Dengan udara dan air yang lebih bersih, kesehatan masyarakat akan meningkat, mengurangi beban biaya kesehatan yang selama ini ditanggung negara maupun keluarga. Di sektor pangan, sistem pertanian berkelanjutan yang lebih tahan terhadap perubahan iklim akan memperkuat ketahanan pangan nasional, sehingga masyarakat tidak terlalu khawatir pada ancaman gagal panen akibat cuaca ekstrem. 

Di sisi lain, konsep ini juga membawa dimensi keadilan sosial. Distribusi manfaat ekonomi dari pembangunan hijau dapat menjangkau kelompok rentan, termasuk masyarakat pedesaan, pesisir, dan pelaku UMKM. Hal ini penting untuk memastikan bahwa transisi hijau bukan hanya menguntungkan sebagian pihak, melainkan benar-benar inklusif dan membawa manfaat luas bagi seluruh lapisan masyarakat.

Mengapa Indonesia Harus Menerapkan Green New Deal?
Indonesia saat ini berada dalam posisi yang rumit. Di satu sisi, ancaman perubahan iklim semakin nyata dan sulit dihindari. Banjir besar yang melumpuhkan kota, kekeringan panjang yang mengganggu pasokan pangan, hingga kebakaran hutan yang menutup langit dengan asap pekat, semuanya sudah menjadi bagian dari pengalaman sehari-hari masyarakat. 

Sebagai negara kepulauan, risiko yang kita hadapi juga lebih besar dibanding banyak negara lain. Kenaikan permukaan laut misalnya, bukan hanya isu akademis, tapi sudah menjadi kenyataan yang mengancam ribuan keluarga di pesisir.

Di sisi lain, roda ekonomi Indonesia masih terlalu berat bertumpu pada sektor ekstraktif seperti batu bara, minyak, dan gas. Padahal, dunia sedang bergerak ke arah sebaliknya: transisi energi bersih. 

Ketergantungan ini membuat kita tidak hanya rawan secara lingkungan, tapi juga rentan secara ekonomi. Harga energi fosil yang fluktuatif di pasar global bisa langsung mengguncang stabilitas dalam negeri. Kondisi inilah yang membuat kita butuh strategi baru, bukan sekadar perbaikan kecil, melainkan langkah besar yang bisa menjadi fondasi jangka panjang.

Green New Deal hadir sebagai salah satu strategi kunci. Program ini menawarkan jalan untuk keluar dari jebakan energi fosil sekaligus memperkuat perekonomian nasional. Potensi yang kita miliki sebetulnya sangat besar. Dikutip dari penelitian yang dilakukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan dikemas dalam tajuk Pemerintah Terus Mendorong Percepatan Transisi Energi pada 2024, Indonesia menempati posisi kedua terbesar di dunia untuk potensi panas bumi, mencapai 23,4 gigawatt. 

Selain itu, kita juga punya cadangan energi surya yang bisa mencapai ratusan gigawatt, potensi angin lepas pantai yang luas, serta tenaga air yang tersebar di berbagai pulau. Sayangnya, semua potensi besar ini baru tergarap sebagian kecil saja.

Itulah sebabnya green new deal menjadi penting, bukan hanya untuk menurunkan emisi, tapi juga untuk menjaga ketahanan energi. Dengan transisi ini, Indonesia bisa melepaskan diri dari ketergantungan pada sumber daya yang kotor dan terbatas, sekaligus membangun ekonomi baru yang lebih tangguh menghadapi krisis global. Implementasi Just Energy Transition Partnership Indonesia Menuju Net Zero Emissions, sebuah penelitian yang dilakukan pada 2024, menyebutkan bahwa  pencapaian target Net Zero Emission 2060 tidak mungkin dilakukan tanpa peralihan besar-besaran menuju energi terbarukan serta pengurangan signifikan penggunaan energi fosil.

Namun, keberhasilan green new deal di Indonesia tidak bisa hanya disandarkan pada pemerintah. Dibutuhkan sinergi dari banyak pihak. Pemerintah memang harus jadi penggerak utama lewat kebijakan yang konsisten, tapi sektor swasta juga perlu masuk dengan investasi yang serius. 

Sementara itu, masyarakat perlu diberi ruang dan kesempatan untuk berpartisipasi, baik dalam bentuk perubahan gaya hidup menuju konsumsi energi yang lebih efisien maupun keterlibatan dalam program berbasis komunitas. 

Jika semua unsur ini bergerak bersama, green new deal bukan lagi sekadar konsep di atas kertas, melainkan kenyataan yang bisa menjawab dua tantangan besar kita: iklim dan ekonomi.

Green New Deal dan Pembangunan Keberlanjutan di Indonesia
Green new deal pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari agenda pembangunan berkelanjutan yang sudah lama digaungkan secara global lewat Sustainable Development Goals (SDGs). 

Program ini beririsan langsung dengan berbagai target penting, mulai dari penyediaan energi bersih dan terjangkau (SDG 7), pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan (SDG 8), hingga aksi nyata melawan perubahan iklim (SDG 13). 

Dengan kata lain, Green New Deal bukan sekadar kebijakan energi, tapi sebuah kerangka besar yang bisa menyatukan berbagai upaya pembangunan agar lebih ramah lingkungan sekaligus memberi manfaat luas bagi masyarakat.

Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah mulai mengambil langkah-langkah yang sejalan dengan prinsip ini. Dikutip dari penelitian An Indonesian Green New Deal  oleh WRI Indonesia (2021), salah satu upaya penting adalah implementasi Low Carbon Development Initiative (LCDI) yang dirancang untuk mengintegrasikan isu iklim ke dalam perencanaan pembangunan nasional. Program ini tidak hanya menargetkan penurunan emisi, tapi juga menghubungkan isu krisis iklim dengan tantangan ekonomi dan kebakaran hutan yang selama ini menjadi persoalan rutin.

Selain LCDI, ada juga kebijakan lain yang patut dicatat, seperti pembangunan PLTU baru berbahan bakar batu bara, pengembangan energi baru terbarukan, hingga berbagai insentif bagi investasi hijau. Namun, langkah-langkah ini masih berjalan setengah hati. Implementasinya kerap terhambat oleh keterbatasan anggaran, koordinasi lintas lembaga yang belum optimal, dan konsistensi kebijakan yang mudah terpengaruh dinamika politik. Padahal, tanpa keberlanjutan dan akselerasi yang jelas, peluang Indonesia untuk benar-benar memimpin transisi hijau bisa hilang begitu saja.

Kalau melihat praktik di luar negeri, banyak contoh menarik yang bisa jadi bahan pembelajaran. Korea Selatan misalnya, meluncurkan green new deal dengan alokasi dana puluhan miliar dolar untuk mempercepat transformasi ekonominya menuju energi bersih dan digitalisasi. Uni Eropa bahkan lebih ambisius lewat European Green Deal, yang menargetkan netralitas karbon pada 2050 dengan komitmen investasi hingga triliunan euro. 

Dikutip dari laporan implementasi kebijakan itu, Uni Eropa berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 55% pada tahun 2030 dibanding level tahun 1990, sebuah target yang menegaskan keseriusan mereka untuk mencapai net zero.

Inspirasi dari negara-negara tersebut jelas menunjukkan bahwa stimulus hijau bukan hanya mungkin dilakukan, tapi juga bisa membawa dampak nyata bagi pertumbuhan ekonomi. Indonesia pun memiliki potensi besar untuk menerapkan skema serupa. Investasi pada energi terbarukan di tingkat lokal, pengembangan industri hijau yang berbasis pada kekuatan domestik, serta dukungan pada UMKM berorientasi lingkungan bisa menjadi motor penggerak ekonomi baru yang lebih inklusif.

Meski begitu, tantangan implementasi green new deal di Indonesia tidak bisa disepelekan. Regulasi yang ada masih perlu diperkuat agar jelas dan tegas, pendanaan harus diperluas agar tidak bergantung pada APBN semata, sementara koordinasi antar lembaga dan konsistensi kebijakan harus diperbaiki. Transisi hijau adalah proses panjang yang menuntut keberanian politik, kesabaran birokrasi, dan partisipasi masyarakat. Tanpa hal itu, konsep ini hanya akan berhenti sebagai wacana.

Karena itu, green new deal harus dipandang bukan sekadar tren global yang perlu diikuti, melainkan strategi penting yang bisa membawa Indonesia keluar dari jerat krisis iklim dan kerentanan ekonomi. Sebagai negara kepulauan terbesar yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim, Indonesia punya urgensi jauh lebih tinggi untuk segera bertindak. Potensi energi terbarukan yang melimpah dan sumber daya manusia yang besar bisa menjadi modal kuat, asalkan ada komitmen bersama untuk bergerak.

Green new deal Indonesia pada akhirnya bukan hanya tentang menjaga hutan, mengurangi emisi, atau membangun pembangkit energi baru. Lebih dari itu, ini adalah tentang membangun masa depan yang lebih adil, tangguh, dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.

*Penulis merupakan kontributor di Validnews.id  

 

Referensi


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar