30 September 2025
15:00 WIB
Mengenal Eco Villages di Indonesia: Tren Desa Hijau dan Pariwisata Berkelanjutan
Eco villages bukan sekadar desa yang tampak hijau secara visual, melainkan sebuah komunitas yang sengaja dirancang untuk hidup lebih selaras dengan alam.
Penulis: Oktarina Paramitha Sandy
Editor: Rikando Somba
Gaya hidup pedesaan di sebuah desa di Asia yang ditinggali dengan menggunakan bambu sebagai tempat tinggal di antara sawah-sawah yang beriklim tinggi. Shutterstock/Fahroni.
Di tengah meningkatnya perhatian terhadap isu perubahan iklim, kerusakan lingkungan, dan berkurangnya ruang hijau, konsep eco villages mulai mendapatkan sorotan lebih luas. Istilah ini, eco villages bukan sekadar desa yang tampak hijau secara visual. Kampung dalam terminologi ini adalah sebuah komunitas yang sengaja dirancang untuk hidup lebih selaras dengan alam.
Masyarakat yang tinggal di desa hijau ini, menerapkan prinsip keberlanjutan dalam hampir setiap aspek kehidupan sehari-hari. Mulai dari cara membangun rumah dengan material ramah lingkungan, menggunakan energi bersih, hingga pola interaksi sosial yang lebih erat antar warganya. Dengan begitu, eco villages tidak berhenti pada sekedar ide saja, melainkan menjadi gaya hidup yang menyeimbangkan kebutuhan manusia dan kelestarian lingkungan.
Indonesia tentu memiliki modal besar untuk mengembangkan eco villages. Kekayaan alam yang tersebar dari pegunungan, persawahan, hingga pesisir pantai menjadikan konsep ini sangat relevan.
Di Jawa Barat, misalnya, masih banyak desa yang dikelilingi hutan dan memiliki sumber daya air melimpah, yang bisa dimanfaatkan untuk energi mikrohidro. Yogyakarta dengan tradisi pertaniannya mampu mengembangkan sistem pertanian organik yang berakar pada kearifan lokal. Sementara itu, Bali punya desa-desa pesisir yang menggabungkan budaya, spiritualitas, dan ekowisata. Semua ini memperlihatkan bahwa eco villages bukan sekadar konsep saja, melainkan sesuatu yang bisa tumbuh dari potensi lokal Indonesia.
Lebih dari sekadar menjaga kelestarian lingkungan, eco villages juga memberikan manfaat yang menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat. Desa yang menerapkan konsep ini biasanya memiliki kualitas udara lebih baik, ketersediaan pangan yang sehat dari pertanian organik, serta sistem energi yang lebih murah dan ramah lingkungan.
Tidak hanya itu, keberadaan eco villages juga mendorong tumbuhnya ekowisata, membuka peluang kerja baru, serta memperkuat solidaritas sosial karena masyarakat terlibat langsung dalam pengelolaan sumber daya lokal. Dengan kata lain, eco villages bukan hanya solusi ekologis, tetapi juga strategi untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian desa.
Sebuah penelitian bertajuk Eco-Village Development as Climate Solution in South Asia including Indonesia yang dilakukan INFORSE pada 2021 menyebutkan, penerapan eco village di Indonesia terbukti memberikan dampak nyata terhadap pengurangan emisi karbon. Hal ini terutama dicapai melalui pemanfaatan energi terbarukan seperti panel surya untuk listrik, biogas yang dihasilkan dari limbah organik, hingga pembangkit mikrohidro sederhana yang memanfaatkan aliran sungai desa. Dari hal ini, masyarakat tidak lagi bergantung penuh pada energi fosil yang mencemari lingkungan, tetapi beralih pada sumber daya lokal yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Tak hanya itu saja, penelitian tersebut menegaskan bahwa konsep eco villages mampu membawa manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat. Aktivitas sehari-hari warganya, mulai dari mengelola kebun organik, memproduksi kerajinan lokal, hingga membuka homestay berbasis ekowisata yang memberikan sumber pendapatan.
Setiap rupiah yang dihasilkan tidak hanya berputar di sektor pariwisata, tetapi juga kembali ke komunitas desa untuk membiayai pendidikan, kesehatan, dan pengelolaan lingkungan. Dengan begitu, eco villages berfungsi ganda: menjaga alam tetap lestari sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang tinggal di dalamnya.
Lalu, apa Itu Eco Villages?
Eco villages atau desa ekologis adalah sebuah konsep hunian yang dirancang untuk membuat manusia hidup lebih selaras dengan alam. Di dalamnya, bukan hanya soal rumah-rumah yang dikelilingi pepohonan atau pemandangan hijau yang indah, melainkan sebuah sistem kehidupan yang menyatukan manusia dengan lingkungannya. Dikutip dari penelitian bertajuk Sustainable Community Development Through Eco-village Implementation, eco villages digambarkan sebagai model permukiman yang tidak hanya menjaga keseimbangan dengan lingkungan, tetapi juga mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya.
Konsep ini bukan sekadar menghadirkan rumah-rumah hijau yang tampak asri dari luar, melainkan mencerminkan sebuah cara hidup yang benar-benar menghormati lingkungan.
Di eco villages, setiap detail kehidupan sehari-hari dirancang agar tidak memberi beban berlebih pada alam. Sobat Valid bisa melihat bagaimana penduduknya berusaha menekan jejak karbon dengan menggunakan energi terbarukan seperti panel surya atau pembangkit mikrohidro kecil, sehingga kebutuhan listrik terpenuhi tanpa harus bergantung sepenuhnya pada energi fosil.
Desa hijau ini memiliki tiga pilar utama yang membuatnya berbeda jauh dari desa-desa lain pada umumnya. Pilar pertama adalah keberpihakan pada lingkungan. Semua aspek kehidupan di dalamnya dirancang untuk meminimalkan dampak negatif terhadap alam. Bangunannya dibangun menggunakan material lokal yang ramah lingkungan, desainnya pun memperhatikan sirkulasi udara dan pencahayaan alami sehingga mengurangi ketergantungan pada listrik.
Tak hanya itu saja, sistem pengelolaan sampah diterapkan secara disiplin, mulai dari pemilahan organik dan anorganik hingga pemanfaatan kembali limbah rumah tangga menjadi kompos atau bahan daur ulang.
Pilar kedua adalah kehidupan berbasis komunitas. Di eco villages, hubungan antarwarga tidak sekadar sebagai tetangga, melainkan terikat oleh semangat gotong royong dan kebersamaan. Setiap keputusan, mulai dari pengelolaan sumber daya hingga kegiatan sosial, biasanya diambil secara kolektif. Dikutip dari studi Community-Based Sustainable Living in Indonesian Eco-village yang dilansir pada 2022, pola kehidupan berbasis komunitas ini terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan sosial sekaligus memperkuat ketahanan ekonomi warga.
Kamu bisa bayangkan, kehidupan sehari-hari di eco villages terasa lebih hangat karena setiap orang saling membantu dan terlibat aktif dalam menjaga keseimbangan lingkungan mereka.

Beda Eco Villages dengan Desa Wisata Lain
Pilar terakhir adalah kemandirian energi dan pangan. Eco villages berusaha untuk sebisa mungkin memenuhi kebutuhan dasar mereka secara mandiri. Panel surya dipasang di atap rumah untuk menghasilkan listrik, sementara sebagian kawasan memanfaatkan pembangkit mikrohidro kecil yang ramah lingkungan. Untuk kebutuhan pangan, warga mengelola kebun organik bersama yang menyediakan sayuran segar, buah-buahan, bahkan bahan herbal untuk kebutuhan sehari-hari. Dengan sistem ini, mereka tidak hanya mengurangi ketergantungan impor, tetapi juga memastikan kualitas pangan yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Lalu, apa yang membuat desa ini berbeda dibanding desa wisata lainnya?
Sering kali orang masih keliru membedakan antara eco villages dan desa wisata biasa. Padahal, keduanya memiliki filosofi dan tujuan yang sangat berbeda. Desa wisata pada umumnya lebih menonjolkan sisi komersial dan hiburan. Kamu datang, menikmati suasana pedesaan, mencicipi makanan tradisional, mungkin juga membeli kerajinan tangan atau mengikuti paket wisata singkat. Fokus utamanya adalah memberikan pengalaman rekreasi bagi wisatawan, sehingga kegiatan yang ditawarkan lebih bersifat sementara dan konsumtif.
Sementara itu, eco villages hadir dengan pendekatan yang jauh lebih mendalam. Konsep ini bukan hanya menjual suasana pedesaan, tetapi mengajak setiap pengunjung untuk memahami dan ikut merasakan gaya hidup berkelanjutan.
Di eco villages, Sobat Valid tidak sekadar berfoto dengan latar sawah atau ikut kegiatan membatik, melainkan juga bisa belajar tentang pertanian organik, pengelolaan sampah yang benar, hingga praktik penggunaan energi terbarukan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai utama yang ditekankan adalah pendidikan dan transformasi pola pikir, bukan semata hiburan.
Selain itu, eco villages memiliki komitmen jangka panjang terhadap pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Artinya, praktik berkelanjutan yang dijalankan bukan hanya untuk kepentingan wisatawan yang datang, tetapi benar-benar menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari warga desa. Dari sistem pangan yang mandiri hingga energi bersih yang digunakan, semua itu membentuk sebuah ekosistem yang bisa menginspirasi kamu maupun pengunjung lain untuk membawa pulang nilai-nilai keberlanjutan ke lingkungan masing-masing.
Dikutip dari penelitian berjudul Eco-villages as Models for Regenerative Tourism in Southeast Asia yang diterbitkan tahun 2021 oleh ASEAN Sustainable Development Journal, eco villages memiliki keunggulan yang lebih tahan lama dibandingkan desa wisata biasa. Hal ini terjadi karena eco villages tidak berhenti pada aktivitas pariwisata semata, tetapi menggabungkan tiga aspek penting: pendidikan lingkungan, konservasi ekosistem, dan partisipasi aktif masyarakat. Ketiga hal tersebut menjadi fondasi yang membuat eco villages mampu bertahan sekaligus berkembang dalam jangka panjang.
Penelitian ini menekankan bahwa eco villages mampu menciptakan bentuk pariwisata regeneratif, yaitu model wisata yang tidak hanya menjaga alam dari kerusakan, tetapi juga memperbaiki kondisi lingkungan yang sebelumnya mungkin sudah menurun. Misalnya, desa dengan lahan kritis bisa kembali hijau melalui program reboisasi yang melibatkan penduduk dan wisatawan. Sementara itu, ekosistem sungai yang terancam bisa pulih karena masyarakat diajak mengelola limbah rumah tangga secara terpadu. Setiap aktivitas wisata di eco villages tidak sekadar memberi manfaat ekonomi, tetapi juga menghadirkan dampak nyata bagi keberlanjutan alam.
Lebih dari itu, keterlibatan aktif masyarakat lokal menjadi faktor yang membedakan eco villages dari desa wisata biasa. Di sini, warga bukan hanya penyedia jasa atau pelaku ekonomi, melainkan juga penggerak utama yang menjaga keberlangsungan desa. Mereka ikut serta dalam pengambilan keputusan, menjalankan program ramah lingkungan, hingga mengembangkan inovasi yang sesuai dengan kebutuhan lokal. Pengunjung desa ini bisa merasakan langsung interaksi ini, karena konsep eco villages memang membuka ruang bagi wisatawan untuk belajar, berdialog, dan bahkan ikut terlibat dalam kegiatan sehari-hari warga.
Dengan integrasi tersebut, eco villages tidak hanya menawarkan pengalaman sesaat bagi wisatawan, tetapi juga menjadi pusat pembelajaran hidup berkelanjutan yang relevan dengan tantangan global saat ini, mulai dari krisis iklim, degradasi lingkungan, hingga kebutuhan akan energi terbarukan. Inilah alasan mengapa banyak kalangan akademisi menilai eco villages sebagai model masa depan pariwisata berkelanjutan di Indonesia.
Perkembangan Eco Villages di Indonesia
Gerakan eco villages di Indonesia mulai mendapatkan perhatian serius sekitar tahun 2010-an, meskipun konsep hidup selaras dengan alam sudah lama melekat dalam budaya tradisional Nusantara. Sejak dulu, masyarakat membangun rumah dari bahan alami, mengelola lahan dengan bijak, dan menjaga keseimbangan antara kebutuhan manusia dengan kelestarian lingkungan. Namun, pada dekade terakhir, gerakan ini menemukan bentuk baru yang lebih terorganisir dan mulai dikenal secara nasional maupun internasional.
Awalnya, eco villages digerakkan oleh komunitas-komunitas kecil yang peduli lingkungan. Mereka umumnya berada di kawasan perkotaan, di mana kepadatan penduduk, polusi, dan gaya hidup konsumtif mulai menimbulkan keresahan.
Komunitas-komunitas ini berupaya menemukan alternatif hunian yang lebih sehat dan berkelanjutan, sekaligus menciptakan ruang bagi interaksi sosial yang lebih harmonis dengan alam. Dari inisiatif kecil inilah eco villages perlahan berkembang menjadi gerakan yang lebih luas, menyatukan berbagai pihak dalam upaya membangun tempat tinggal yang tidak hanya nyaman dihuni, tetapi juga memberi manfaat bagi lingkungan sekitar.
Perkembangan gerakan ini semakin diperkuat oleh peran masyarakat, pemerintah, dan organisasi internasional. Dukungan pemerintah terlihat dari berbagai program yang mendorong pembentukan desa hijau, termasuk penyediaan regulasi, pendanaan, dan pendampingan teknis agar inisiatif masyarakat dapat tumbuh lebih terstruktur. Pun, organisasi internasional seperti Global Ecovillage Network (GEN) turut memberikan bimbingan teknis, berbagi pengalaman, dan memperkenalkan praktik terbaik dari negara lain yang telah lebih dulu berhasil mengembangkan konsep eco villages. Kehadiran mereka membantu komunitas lokal memperluas wawasan dan meningkatkan kapasitas dalam membangun eco villages yang berkelanjutan, baik dari sisi lingkungan, sosial, maupun ekonomi.
Peran masyarakat tetap menjadi kunci utama. Partisipasi warga, mulai dari gotong royong membangun infrastruktur hijau, pengelolaan sampah rumah tangga, hingga praktik pertanian organik, memperkuat ketahanan komunitas sekaligus menjaga keseimbangan alam. Contohnya, di Desa Damaran Baru, Aceh, masyarakat bersama NGO dan pemerintah berhasil mengelola lahan hutan seluas 251 hektar tidak hanya untuk konservasi, tetapi juga sebagai bagian dari pariwisata berkelanjutan yang memberi manfaat ekonomi bagi warga.
Dikutip dari penelitian Community-Based Eco-Tourism Development Strategies in Damaran Baru Village Bener Meriah Regency: Opportunities and Challenges (2025) , strategi pengembangan berbasis komunitas seperti ini menunjukkan bahwa keberhasilan eco villages sangat bergantung pada sinergi antara warga, pemerintah, dan pihak eksternal, serta kemampuan mengintegrasikan nilai sosial, ekonomi, dan lingkungan secara bersamaan.
Kini, eco villages di Indonesia tidak sekadar menjadi alternatif gaya hidup, tetapi juga menjadi laboratorium sosial yang memperlihatkan bagaimana kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan dunia internasional dapat menciptakan lingkungan hidup yang lebih sehat, harmonis, dan berdaya. Dengan kearifan lokal, partisipasi aktif warga, inovasi komunitas, serta dukungan kebijakan pemerintah, gerakan ini memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu pilar pembangunan desa berkelanjutan dan kontribusi nyata Indonesia terhadap pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).
Manfaat Eco Villages bagi Lingkungan, Ekonomi, dan Masyarakat
Eco villages memberikan dampak positif yang cukup signifikan bagi lingkungan. Berbagai inisiatif yang diterapkan mampu mengurangi emisi karbon secara drastis dibanding hunian konvensional. Dikutip dari penelitian Environmental Impact Assessment of Indonesian Eco-villages (2023), eco villages berhasil menurunkan emisi karbon hingga 60%, sebuah angka yang menunjukkan bahwa hunian berkelanjutan bukan sekadar wacana, tetapi bisa diwujudkan secara nyata.
Eco villages dibangun dengan prinsip minimal intervention terhadap ekosistem lokal, sehingga keberadaan mereka justru memperkuat dan memulihkan lingkungan. Beberapa komunitas melakukan reforestasi, menanam kembali pohon-pohon asli, dan menjaga keberlangsungan spesies lokal agar ekosistem tetap seimbang.
Selain itu, pengelolaan energi menjadi salah satu fokus utama. Hampir seluruh eco villages di Indonesia memanfaatkan sumber energi terbarukan, mulai dari panel surya, biogas dari limbah organik, hingga mikrohidro. Penggunaan energi ini tidak hanya mengurangi ketergantungan pada listrik konvensional, tetapi juga menurunkan jejak karbon secara signifikan.
Sistem pengelolaan sampah yang baik dan pemilihan material bangunan ramah lingkungan membuat polusi yang dihasilkan nyaris nihil. Daur ulang dan pengomposan limbah organik menjadi praktik rutin, sehingga eco villages mampu menjaga kebersihan sekaligus memaksimalkan penggunaan sumber daya.
Dampak positif eco villages juga terasa pada aspek ekonomi masyarakat. Kehadiran eco villages membuka peluang usaha lokal baru, mulai dari penyediaan material bangunan ramah lingkungan, jasa konstruksi berkelanjutan, hingga produksi pangan organik. UMKM di sekitar desa-desa ini pun ikut berkembang, menghasilkan kerajinan dari bahan daur ulang, produk herbal, dan makanan organik dengan nilai jual tinggi karena keunikan dan keberlanjutannya.
Selain itu, eco villages menjadi daya tarik bagi wisatawan yang peduli lingkungan. Bahkan, aktivitas ekowisata seperti homestay, tour guide, workshop, dan program edukatif memberikan sumber pendapatan tambahan sekaligus mendukung perekonomian lokal.
Tidak kalah penting adalah dampak sosial bagi masyarakat yang tinggal di eco villages. Lingkungan yang harmonis dan komunitas yang solid berperan menjaga kearifan lokal sekaligus memperkuat solidaritas antarwarga. Budaya dan tradisi lokal juga terus dijaga, sekaligus dikombinasikan dengan teknologi modern agar tetap relevan dengan kebutuhan zaman.
Eco Villages dan Masa Depan Pariwisata Berkelanjutan di Indonesia
Jika melihat tren global saat ini, eco villages memiliki peluang besar untuk menjadi model pemukiman masyarakat di masa depan, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim yang semakin parah, polusi udara yang memengaruhi kesehatan pernapasan, dan gaya hidup perkotaan yang penuh tekanan membuat banyak orang mulai mencari alternatif hunian yang lebih sehat.
Tiap warga negara tentu menginginkan kehidupan yang lebih dekat dengan alam, tetapi tetap didukung oleh teknologi dan fasilitas modern. Eco villages hadir sebagai solusi yang tepat untuk kebutuhan tersebut.
Perkembangan teknologi ke depan akan semakin mempermudah penerapan konsep eco village. Bayangkan saja, dengan sistem smart grid, setiap rumah bisa memantau secara real-time berapa banyak energi yang digunakan dan dari mana sumbernya berasal. Panel surya yang semakin efisien dan terjangkau memungkinkan setiap rumah mandiri energi. Sistem IoT dapat memonitor kualitas udara, air, dan tanah, sehingga jika terjadi masalah, penanganannya bisa dilakukan segera. Aplikasi digital juga memudahkan manajemen komunitas, mulai dari jadwal kegiatan bersama, sistem barter antarwarga, hingga koordinasi proyek pengembangan desa.
Yang menarik, eco villages berpotensi menjadi solusi nyata terhadap berbagai masalah perkotaan yang tengah dihadapi kota-kota besar di Indonesia.
Jakarta, Surabaya, dan Bandung, misalnya, masih menghadapi kemacetan, banjir, polusi, dan biaya hidup yang tinggi. Konsep peri-urban eco village yang berlokasi di pinggiran kota dapat menjadi alternatif menarik. Kamu tetap dapat bekerja di kota, namun kembali ke hunian yang sejuk, hijau, dan memiliki komunitas yang solid. Tidak perlu menghadapi kemacetan berjam-jam, tidak terpapar udara kotor setiap hari, dan biaya hidup pun bisa lebih terkontrol karena sebagian kebutuhan pangan dapat diproduksi sendiri.
Eco villages bukan sekadar hunian ramah lingkungan atau gaya hidup berkelanjutan. Lebih dari itu, ini adalah tentang menciptakan cara hidup yang lebih bermakna. Di desa berjenis ini, warga dan pendatang tidak hanya hidup untuk bekerja dan mengonsumsi, tetapi juga memiliki waktu untuk berinteraksi dengan komunitas, merawat alam, dan memikirkan diri sendiri. Pembangunan dan kelestarian lingkungan bukanlah dua hal yang bertentangan, melainkan dapat saling mendukung secara berkesinambungan.
*Penulis merupakan kontributor di Validnews.id
Referensi: