24 September 2025
14:00 WIB
MengenaI 7 Kota di Indonesia Yang Berhasil Menerapkan Green City
Secara sederhana, green city adalah konsep pengembangan kota yang berusaha menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, kehidupan sosial, dan perlindungan lingkungan.
Penulis: Oktarina Paramitha Sandy
Editor: Rikando Somba
Atmosfer Kosong di Hutan Kota di GBK Sport Complex Senayan. Jakarta Pusat, Indonesia. Shutterstock/ardiwebs.
Indonesia sedang menghadapi tantangan lingkungan yang semakin nyata. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, urbanisasi yang bergerak cepat, serta polusi udara dan sampah yang kian meresahkan. Di sisi lain, perubahan iklim juga tak terelakkan.
Semua kondisi ini membuat konsep green city terasa semakin mendesak. Sobat Valid tentu sepakat kalau kita butuh kota yang tidak hanya nyaman untuk ditinggali sekarang, tetapi juga aman dan layak bagi generasi mendatang.
Secara sederhana, green city adalah konsep pengembangan kota yang berusaha menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, kehidupan sosial, dan perlindungan lingkungan. Artinya, pembangunan kota tidak hanya mengejar infrastruktur dan bisnis, tetapi juga memastikan kualitas udara tetap sehat, ruang terbuka hijau terjaga, dan sistem pengelolaan sampah berjalan dengan baik.
Dikutip dari penelitian Revisiting the Green City Concept in the Tropical and Global South Cities Context: The Case of Indonesia (2022), konsep green city di Indonesia mulai mendapat pijakan kuat sejak adanya Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) yang diluncurkan pada 2011 dan melibatkan ratusan kota/kabupaten. Program ini menjadi dasar adopsi green city secara nasional, meski dalam praktiknya masih menghadapi tantangan seperti koordinasi kebijakan dan rendahnya partisipasi publik.
Untuk mengukur seberapa hijau dan berkelanjutan sebuah kota, ada lembaga pemeringkatan yang mungkin sudah pernah kamu dengar: UI GreenMetric.
Awalnya, GreenMetric hanya menilai keberlanjutan di universitas. Namun, dalam beberapa tahun terakhir mereka juga mengembangkan UI GreenCityMetric yang secara khusus menilai indeks keberlanjutan kota dan kabupaten di Indonesia. Dikutip dari laporan UI GreenCityMetric 2024, jumlah kota dan kabupaten yang ikut berpartisipasi meningkat cukup signifikan. Dari 58 peserta pada 2023, bertambah menjadi 64 peserta yang tersebar di 23 provinsi pada 2024.
Kenaikan jumlah ini menunjukkan bahwa semakin banyak pemerintah daerah yang sadar akan pentingnya pembangunan kota berkelanjutan.
Nah, di artikel ini aku bakal ajak kamu melihat lebih dekat 10 kota di Indonesia yang berhasil menempati peringkat teratas dalam penerapan konsep green city. Siapa tahu, salah satunya adalah kota tempat kamu tinggal sekarang.

1. Kota Kediri
Kota Kediri berhasil meraih peringkat pertama sebagai kota paling berkelanjutan di Indonesia versi UI GreenCityMetric 2024. Prestasi ini tentu tidak datang begitu saja. Kota yang berada di Jawa Timur ini sudah lama berkomitmen untuk menata lingkungan hidup agar lebih bersih, hijau, dan sehat bagi warganya.
Salah satu program unggulan Kediri adalah pengelolaan sampah berbasis 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Program ini tidak hanya dijalankan pemerintah, tetapi juga melibatkan masyarakat secara langsung. Di setiap kelurahan, berdiri bank sampah yang menjadi pusat aktivitas warga untuk memilah, menabung, hingga mendaur ulang sampah rumah tangga. Kehadiran bank sampah ini tidak hanya mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA, tapi juga menumbuhkan kesadaran bahwa sampah sebenarnya bisa bernilai ekonomis.
Selain itu, Kediri juga aktif mengembangkan program penghijauan. Ruang terbuka hijau dipertahankan meskipun tekanan pembangunan terus meningkat. Taman kota yang tersebar di berbagai titik bukan hanya tempat rekreasi, tapi juga berfungsi sebagai paru-paru kota yang menjaga kualitas udara tetap sehat. Keberadaan jalur hijau di sepanjang jalan utama semakin mempercantik wajah kota sekaligus membantu meredam polusi.
Yang membuat Kediri semakin menonjol adalah kolaborasi antara pemerintah daerah dengan masyarakat. Program gotong royong lingkungan rutin digelar, mulai dari penanaman pohon bersama hingga aksi bersih-bersih sungai. Keterlibatan warga yang begitu besar inilah yang membuat setiap program berkelanjutan di Kediri bisa berjalan efektif. Dampaknya terasa nyata: kualitas hidup meningkat, lingkungan lebih tertata, dan Kediri pun layak dijadikan contoh bagi kota lain di Indonesia.
Dikutip dari penelitian bertajuk Urban Household Behavior in Indonesia: Drivers of Zero Waste Participation (Amir, Miru, & Sabara, 2025), keberhasilan program 3R seperti di Kediri sangat dipengaruhi oleh tiga faktor utama: pengetahuan warga tentang lingkungan, norma sosial yang mendukung, serta keyakinan masyarakat bahwa mereka mampu mengelola sampah sendiri (perceived behavioral control).
Temuan ini sejalan dengan kondisi Kediri, di mana partisipasi warga melalui bank sampah dan gotong royong lingkungan terbukti menjadi kunci utama keberhasilan kota ini menuju green city.
2. Kota Madiun
Kota Madiun konsisten masuk jajaran atas dalam UI GreenCityMetric, dan di tahun 2024 berhasil menduduki posisi kedua di antara kota-terbaik yang berkelanjutan. Keberhasilan ini nggak lepas dari strategi unik yang diterapkan dalam menggabungkan transportasi berkelanjutan dengan pengembangan ruang publik yang ramah lingkungan.
Salah satu program unggulan di Madiun adalah pembangunan jalur pedestrian yang ramah lingkungan.
Trotoar-trotoar di kota ini tidak hanya dibuat agar pejalan kaki merasa nyaman, tetapi juga dilengkapi dengan jalur hijau di sepanjang sisi trotoar. Jalur hijau ini bukan sekadar dekorasi: pohon peneduh, tanaman lokal, dan ruang tumbuh alami ditanam untuk mempercantik, menyerap polusi udara, serta mengurangi suhu lokal, terutama saat hari terik. Sistem drainase di Madiun juga diintegrasikan dengan ruang hijau: area hijau diberi fungsi menyerap air hujan sehingga mengurangi risiko banjir ketika musim hujan datang.
Selain itu, Madiun mulai mengadopsi energi alternatif pada fasilitas publik. Beberapa gedung pemerintahan dan sarana umum lainnya sudah memasang panel surya sebagai sumber tambahan listrik. Lampu-lampu jalan berbasis LED juga digunakan secara penuh, menggantikan lampu konvensional yang boros energi. Perubahan ini tidak hanya menekan penggunaan listrik, tetapi juga mengurangi tagihan pemeliharaan dan biaya operasi jangka panjang.
Tak hanya itu saja, sekolah-sekolah di kota ini juga rutin mengadakan sosialisasi tentang pengelolaan sampah, penggunaan air, efisiensi energi, dan pentingnya partisipasi warga dalam menjaga lingkungan. Karena edukasi ini dimulai sejak dini, generasi muda di Madiun punya kesadaran yang tinggi terhadap isu keberlanjutan. Mulai dari hal kecil seperti memilah sampah hingga ikut menanam pohon di lingkungan sekitar.
3. Kota Blitar
Blitar menunjukkan bahwa kota bersejarah bisa tetap hijau dan modern. Posisi ketiga di UI GreenCityMetric 2024 membuktikan bahwa kota ini sungguh serius dalam mengimplementasikan konsep green city.
Kekuatan Blitar banyak terletak pada pengelolaan energi yang efisien. Di gedung-gedung pemerintahan, sistem pencahayaan dan pendingin udara sudah diperbaiki agar lebih hemat daya. Misalnya, pergantian lampu konvensional ke lampu LED dan adjustment sistem ventilasi di dalam ruang publik agar tidak terlalu banyak penggunaan AC ketika udara luar cukup sejuk. Upaya semacam ini berhasil menurunkan konsumsi listrik secara signifikan.
Program kebersihan lingkungan menjadi prioritas utama. Blitar memiliki sistem pengangkutan sampah yang rutin dan tempat pembuangan akhir (TPA) yang dikelola dengan baik, sehingga tumpukan sampah di jalanan diminimalisir. Selain itu, di beberapa kelurahan ada komposting komunal untuk sampah organik. Kompos yang dihasilkan tidak hanya mengurangi volume sampah, tapi juga bisa dipakai sebagai pupuk lokal untuk taman kota atau kebun warga.
Dukungan masyarakat dan pemerintah daerah terhadap program lingkungan sangat solid. Setiap bulan diadakan Regular Cleaning Day, melibatkan warga, lembaga pendidikan, hingga pegawai pemerintahan. Kegiatan ini meliputi pembersihan jalan, sungai, dan taman kota. Kerja sama ini membuat kota tetap bersih dan asri secara konsisten.
4. Kota Semarang
Sebagai ibu kota Provinsi Jawa Tengah, Semarang menghadapi tantangan besar: bagaimana mengelola kota metropolitan yang terus berkembang tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan. Posisi keempat dalam UI GreenCityMetric 2024 menunjukkan bahwa kota ini berhasil menjaga keseimbangan tersebut.
Salah satu langkah andalan Semarang adalah mengintegrasikan konsep smart city dengan green city. Pemerintah kota sudah menerapkan sistem monitoring kualitas udara secara real-time, sehingga kamu bisa mengetahui kondisi udara setiap hari. Ketika terjadi peningkatan polusi, langkah cepat dapat segera diambil. Aplikasi digital yang memungkinkan warga melaporkan masalah lingkungan, seperti sampah menumpuk atau saluran tersumbat, juga menjadi inovasi yang membuat penanganan lebih responsif.
Selain itu, Semarang sukses menjalankan program revitalisasi sungai. Sungai yang sebelumnya tercemar kini perlahan kembali bersih, tepiannya ditata, dan dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau.
Taman-taman kota yang tersebar di berbagai titik juga berfungsi sebagai paru-paru kota sekaligus tempat warga berinteraksi dengan alam. Di sektor transportasi, Semarang mendorong penggunaan moda yang lebih ramah lingkungan. Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang diatur dengan rute yang efisien, sementara jalur sepeda mulai diperluas agar terhubung dengan halte transportasi umum. Dengan begitu, warga punya pilihan yang lebih nyaman untuk beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi berkelanjutan.
Menariknya, upaya ini turut diperkuat oleh peran pelaku usaha. Dikutip dari penelitian “Analysis of the Driving Factors of Implementing Green Supply Chain Management in SME in the City of Semarang” ( 2022), regulasi pemerintah dan strategi bisnis terbukti mendorong UKM di Semarang untuk mengadopsi praktik ramah lingkungan dalam rantai pasok mereka. Hal ini menunjukkan bahwa transformasi menuju kota hijau tidak hanya digerakkan pemerintah, tapi juga mendapat dukungan nyata dari masyarakat dan dunia usaha.
5. Kabupaten Wonogiri
Kabupaten Wonogiri membuktikan bahwa konsep green city bukan hanya milik kota besar. Dengan karakter geografis yang beragam, Wonogiri yang merupakan daerah tingkat dua bisa menampilkan berbagai inisiatif pembangunan berkelanjutan yang nyata dan cukup impresif.
Salah satu strategi utama di Wonogiri adalah pengelolaan lahan secara bijak. Program konservasi tanah dan air diterapkan di perbukitan; terasering dipakai untuk mencegah erosi sekaligus menjaga lahan tetap produktif. Daerah-perbukitan yang rawan longsor atau erosi dikelola agar tidak merusak lingkungan, sekaligus memastikan bahwa kegiatan pertanian tetap bisa dijalankan dengan baik.
Sumber daya air menjadi fokus penting. Waduk Gajah Mungkur, contohnya, tidak hanya berfungsi sebagai pembangkit listrik, melainkan juga dikelola dengan memperhatikan konservasi lingkungan. Sekitar waduk dilakukan penghijauan agar kualitas air terjaga dan sedimentasi bisa diminimalisir.
Energi terbarukan mulai memasuki ranah nyata di desa-desa Wonogiri. Beberapa desa sudah mulai memanfaatkan biogas dari limbah ternak sebagai alternatif energi. Selain itu, potensi micro hydro power juga sedang dipertimbangkan di aliran sungai dengan debit memadai, untuk memberikan listrik bersih bagi masyarakat lokal dan mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil.
6. Kota Pariaman
Kota Pariaman di Sumatra Barat membuktikan kalau kota kecil juga bisa jadi teladan pembangunan berkelanjutan. Kamu bisa lihat, meski berukuran kecil, Pariaman melakukan banyak langkah nyata karena masyarakatnya aktif terlibat.
Salah satu inisiatif menonjol adalah konservasi mangrove di pesisir. Mangrove ini ditanam tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh warga secara swadaya, sebagai pelindung pantai dari abrasi dan sebagai habitat ekosistem laut. Di Desa Apar, misalnya, hutan mangrove telah dijadikan objek wisata ekowisata, yang tak hanya menjaga lingkungan tetapi juga memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal. Dikutip dari penelitian The Economic Value Of Mangrove Forest Ecotourism In Apar Village, Pariaman City, West Sumatra (2023), ekowisata mangrove seluas 10,62 hektar di Desa Apar memberikan nilai ekonomi tahunan sekitar Rp 3.614.335,60 atau sekitar Rp 340.332,92 per ha per tahun.
Pengelolaan sampah plastik juga jadi fokus penting, apalagi karena Pariaman adalah kota pesisir. Gerakan “Pariaman Bebas Plastik” mendorong warga mengurangi plastik sekali pakai. Kamu bisa lihat tas belanja ramah lingkungan sudah mulai banyak dipakai di pasar tradisional.
Dukungan pemerintah daerah terlihat melalui kebijakan pro-lingkungan. Peraturan mengenai ruang terbuka hijau ditegakkan dengan konsisten, dan area hijau publik terus diperluas agar warga tetap punya ruang menikmati udara bersih. Di sekolah-sekolah, pendidikan lingkungan tidak dipandang sebelah mata: ada kegiatan reguler yang mengajarkan pentingnya menjaga pesisir, menjaga sampah, dan menjaga ekosistem mangrove sejak usia dini.
7. Kota Banjarbaru
Banjarbaru di Kalimantan Selatan mempunyai visi yang jelas menjadi kota berkelanjutan, dan menunjukkan bahwa progressnya memang sudah cukup solid. Kamu bisa melihat bukti nyata dari berbagai program yang dijalankan. Fokus utama kota ini adalah penghijauan kota dan penataan ruang yang berkelanjutan. Pemerintah kota berhasil mempertahankan area hutan kota yang luas di tengah tekanan pembangunan.
Hutan kota ini tidak cuma berfungsi sebagai paru-paru kota, tetapi juga sebagai habitat bagi berbagai satwa lokal. Setiap pembangunan rumah atau gedung baru diwajibkan menyediakan area hijau minimal, dan regulasi tersebut ditegakkan dengan cukup konsisten oleh pemerintah daerah. Bahkan, pengelolaan limbah dan sampah juga menjadi prioritas.
Banjarbaru memiliki tempat pembuangan akhir (TPA) dengan teknologi yang lebih modern, serta sistem pengomposan skala komunal untuk mengurangi sampah organik yang masuk ke TPA.
Penataan ruang terbuka hijau (RTH) menjadi bagian penting dari strategi kota ini — baik dalam kebijakan maupun dalam perencanaan spasial. Dikutip dari penelitian berjudul Design of Green City with Lower Carbon based on Vegetation in Banjarbaru using Sentinel-2, menunjukan bahwa penggunaan citra satelit Sentinel-2 dan data real-time menunjukkan bahwa peningkatan tutupan vegetasi di zona-zona tertentu kota bisa mengurangi efek urban heat island dan meningkatkan penyerapan karbon. Penelitian ini juga mengidentifikasi area-area prioritas yang bisa ditanam tanaman hijau agar efek kesejukan dan penyerapan karbon maksimal.
Lalu, bagaimana dengan kota-kota lainnya di Indonesia?
Tujuh kota ini berhasil menerapkan green city untuk mendukung keberlanjutan lingkungan di kota mereka masing-masing. Meskipun demikian, tantangan yang dihadapi tentu tidak sederhana. Urbanisasi yang pesat menambah tekanan terhadap kualitas lingkungan. Polusi udara dan air di kota-kota besar seperti Jakarta masih menjadi masalah serius yang membutuhkan penanganan komprehensif. Manajemen sampah pun menjadi pekerjaan rumah yang belum tuntas.
Kita, sebagai elemen masyarakat pun memiliki peran penting dalam mendukung konsep green city. Mulai dari hal-hal sederhana seperti memilah sampah, menggunakan transportasi umum, hingga berpartisipasi dalam kegiatan penghijauan di lingkungan tempat tinggal. Setiap kontribusi kecil akan berdampak besar jika dilakukan secara konsisten.
Bisa dikatakan, green city bukan sekadar tren atau formalitas, tapi kebutuhan mendesak untuk masa depan yang berkelanjutan. Perubahan iklim yang semakin nyata, polusi yang mengkhawatirkan, dan degradasi lingkungan yang terus terjadi membuat konsep ini jadi sangat relevan.
Kota-kota yang berhasil menerapkan green city hari ini akan punya keunggulan kompetitif di masa depan, baik dari segi kualitas hidup warga maupun daya tarik investasi.
*Penulis merupakan kontributor di Validnews.id
Referensi:
1. UI Green City Metric 2024
2. Revisiting the Green City Concept in the Tropical and Global South Cities Context: The Case of Indonesia (2022)
3. Urban Household Behavior in Indonesia: Drivers of Zero Waste Participation (2025)
4. The Economic Value Of Mangrove Forest Ecotourism In Apar Village, Pariaman City, West Sumatra (2023)
5. Analysis of the Driving Factors of Implementing Green Supply Chain Management in SME in the City of Semarang (2022)
6. Design of Green City with Lower Carbon based on Vegetation in Banjarbaru using Sentinel-2 (2024)