c

Selamat

Senin, 17 November 2025

CATATAN VALID

08 November 2024

15:00 WIB

Kacamata "Segitiga Kuliner" Dalam Gastronomi

Gastronomi bukan hanya soal menikmati makanan di meja lagi, namun "memikirkan" makanan tersebut. Melalui "Segitiga Kuliner" terlihat tantangan yang akan dihadapi oleh wisata kuliner.

Penulis: Aloysius Elan Satria Wijaya

Editor: Rikando Somba

<p>Kacamata &quot;Segitiga Kuliner&quot; Dalam Gastronomi</p>
<p>Kacamata &quot;Segitiga Kuliner&quot; Dalam Gastronomi</p>

Ilustrasi Chef Sedang Plating Makanan. Shutterstock/BAZA Production

Istilah "gastronomi" pertama kali muncul di era modern, tepatnya di Prancis, melalui sebuah puisi karya Jacques Berchoux berjudul La Gastronomie. Puisi ini bertujuan untuk memuji proses memasak dan menikmati makanan. 

Istilah ini sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu gaster yang berarti perut atau lambung, dan nomos yang berarti hukum atau aturan. Namun, seiring waktu, pengertian gastronomi berkembang mencakup berbagai aspek, seperti tradisi kuliner, sejarah makanan, hingga dimensi budaya dan sosial dalam makanan.  

Gastronomi bukan hanya soal menikmati makanan di meja, melainkan juga mulai "memikirkan" makanan tersebut. Levi-Strauss (1964) mengajukan konsep "Segitiga Kuliner" yang terdiri dari tiga aspek utama: bahan mentah, dimasak, dan difermentasi. 

Misalnya, singkong dalam segitiga kuliner dapat difermentasi menjadi tape atau diolah dengan cara digoreng dan direbus. Dari segi material, mencakup alat yang digunakan untuk mengolah singkong, seperti penggorengan dan panci. 

Sementara itu, dari sisi non-material, singkong bisa menjadi sumber pangan alternatif, seperti yang dilakukan masyarakat Cirendeu, Jawa Barat, saat menghadapi krisis.

Gastronomi dan Pariwisata
Konsep Segitiga Kuliner ini tetap relevan hingga kini, karena menghubungkan proses makanan dari bahan mentah hingga siap konsumsi, termasuk peralatan, cara penyajian, dan konsumennya. Namun, dalam perkembangannya, aspek-aspek lain turut dipertimbangkan. Ketersediaan komoditas, alat masak, kesehatan, konsumen, dan konteks konsumsi merupakan hal diantaranya. 

Pandangan ini juga diperluas dengan menambahkan dimensi geografis, ekonomi, kesehatan, sosial, dan politik dalam gastronomi.

Lebih jauh lagi, gastronomi kini menjadi cara untuk mendongkrak ekonomi lokal melalui wisata kuliner. Gastronomi adalah sarana memperkenalkan budaya lokal lewat rasa, aroma, dan penyajian makanan, memberikan pengalaman otentik yang khas dan sulit ditemukan di tempat lain. Dengan memperkenalkan kuliner lokal, destinasi wisata semakin menarik, terutama bagi daerah yang kaya akan ragam kuliner namun belum banyak dikenal.

Meski menjanjikan, perjalanan gastronomi dalam pariwisata ini memiliki tantangan tersendiri, seperti ketersediaan bahan mentah, alat dan teknologi, kualitas sumber daya manusia, infrastruktur, promosi, ketergantungan pada musim wisata, dan regulasi pemerintah.

 

Referensi:

Katharina Graf & Elsa Mescoli. (2020) Special issue introduction: From nature to culture? Lévi-Strauss’ Legacy and The Study of Contemporary Foodways. Food, Culture & Society. 23(4). 465-471, DOI: 10.1080/15528014.2020.1773692
Kemenparekraf. (2023). Mengenal Lebih Jauh Tentang Gastronomi Kuliner Indonesia. Mengenal Lebih Jauh Tentang Gastronomi Kuliner Indonesia
Mintz, S. W., & Christine M. Du Bois. (2002). The Anthropology of Food and Eating. Annual Review of Anthropology 31. 99–119. http://www.jstor.org/stable/4132873
Suroto, A. (2023). Peran Kuliner Lokal Dalam Mengembangkan Gastronomi Kuliner Berkelanjutan. Jurnal Pariwisata PaRAMA : Panorama, Recreation, Accomodation, Merchandise, Accessbility, 4(1), 55-67. https://doi.org/10.36417/jpp.v4i1.621


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar