c

Selamat

Selasa, 4 November 2025

CATATAN VALID

27 Oktober 2025

14:00 WIB

Green Fintech Di Indonesia Dan Dukungan Keberlanjutan Lingkungan

Tidak hanya soal kemudahan akses keuangan, konsep green fintech juga mempraktikkan bagaimana teknologi bisa membantu mempercepat transisi menuju ekonomi hijau.

Penulis: Oktarina Paramitha Sandy

Editor: Rikando Somba

<p><em>Green Fintech</em> Di Indonesia Dan Dukungan Keberlanjutan Lingkungan</p>
<p><em>Green Fintech</em> Di Indonesia Dan Dukungan Keberlanjutan Lingkungan</p>

Ilustrasi green fintech yang ditunjukkan oleh ikon globe dan mata uang dolar yang menggambarkan ekonomi hijau yang berkelanjutan dalam investasi ramah lingkungan dalam skala global. Shutterstock/Bakhtiar Zein. 

Industri keuangan global saat ini sedang berada di tengah perubahan besar. Kalau dulu fokus utamanya adalah digitalisasi dengan tujuan membuat transaksi keuangan jadi lebih cepat, efisien, dan mudah diakses, kini tujuannya lebih luas. Belakangan, mulai banyak pihak di industri keuangan, menaruh perhatian pada satu hal yang jauh lebih mendasar dan menciptakan kebijakan agar sistem keuangan bisa ikut menjaga keseimbangan bumi.

Krisis iklim yang semakin terasa di berbagai belahan dunia membuat sektor keuangan tidak bisa lagi berdiri di luar persoalan lingkungan. Bencana yang makin sering terjadi, suhu global yang terus meningkat, dan tekanan terhadap sumber daya alam menuntut adanya sistem ekonomi baru yang lebih bertanggung jawab. Dari sinilah muncul konsep sustainable finance atau keuangan berkelanjutan, yaitu sistem keuangan yang tidak hanya mengejar keuntungan ekonomi, tapi juga mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari setiap keputusan finansial yang dibuat.

Dalam konteks inilah teknologi finansial atau fintech memegang peran penting. Kalau selama ini fintech dikenal sebagai inovasi yang membuat transaksi jadi lebih mudah dan layanan keuangan makin inklusif, kini fungsinya berkembang lebih jauh. 

Fintech tidak hanya soal kemudahan akses keuangan, tapi juga bagaimana teknologi bisa membantu mempercepat transisi menuju ekonomi hijau. Dari gagasan tersebut, lahirlah istilah green fintech, inovasi keuangan digital yang dirancang untuk mendukung kegiatan ekonomi yang ramah lingkungan.

Green fintech menggabungkan teknologi keuangan dan konsep keberlanjutan. Melalui konsep ini, hanya dengan menggunakan aplikasi di ponsel, kamu bisa menanamkan modal ke proyek energi terbarukan, mendukung pengelolaan limbah plastik, atau berinvestasi pada usaha kecil yang menerapkan praktik hijau. Teknologi digital memungkinkan semua itu terjadi dengan lebih cepat, transparan, dan mudah diakses oleh siapa pun, termasuk masyarakat yang sebelumnya belum tersentuh layanan keuangan formal.

Di Indonesia, peran green fintech semakin relevan seiring dengan upaya pemerintah mencapai target net zero emission pada tahun 2060. Komitmen ini tertuang dalam Indonesia’s Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience 2050 dan Green Economy Roadmap yang disusun oleh Bappenas. Kedua dokumen ini menjadi arah kebijakan nasional yang menegaskan pentingnya pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan perlindungan lingkungan. Artinya, setiap sektor, termasuk industri keuangan, harus ikut mengambil bagian dalam transisi menuju sistem ekonomi rendah karbon.

Namun, untuk mencapai tujuan itu, diperlukan sinergi yang kuat antara pemerintah, sektor swasta, pelaku keuangan, dan masyarakat. Di sinilah green fintech bisa menjadi jembatan penting. 

Dengan kemampuan digitalnya, fintech bisa menyalurkan pembiayaan hijau secara lebih efisien, memperluas akses pendanaan bagi proyek-proyek kecil di daerah, dan menciptakan transparansi dalam pelaporan dampak lingkungan dari kegiatan ekonomi. Ini adalah langkah besar menuju sistem keuangan yang tidak hanya inklusif, tapi juga berkelanjutan.

Meski potensinya besar, ekosistem green fintech di Indonesia masih dalam tahap awal. Tantangan yang dihadapi cukup kompleks, mulai dari literasi keuangan hijau yang masih terbatas, hingga belum adanya regulasi yang secara khusus mengatur aktivitas green fintech. Meski begitu, arah perubahannya mulai terlihat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah meluncurkan Sustainable Finance Roadmap Phase II (2021–2025) yang mendorong lembaga keuangan untuk lebih aktif dalam pembiayaan proyek-proyek ramah lingkungan dan mengintegrasikan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) ke dalam model bisnis mereka.

Sebuah penelitian berjudul The Economic Impact of Fintech Adaptation on Sustainable Banking Performance: The Role of Green Finance and Innovation in Indonesia (2025), menunjukkan bahwa adopsi fintech memiliki pengaruh positif terhadap kinerja keuangan berkelanjutan di sektor perbankan Indonesia. Penelitian ini juga menyoroti bahwa inovasi berbasis teknologi perlu diperkuat dengan kebijakan yang berpihak pada lingkungan agar efeknya bisa dirasakan lebih luas.

Temuan ini mempertegas bahwa masa depan keuangan di Indonesia akan sangat bergantung pada bagaimana teknologi digunakan untuk mendorong perubahan yang lebih hijau. Green fintech bisa menjadi penggerak utama yang mempertemukan kepentingan ekonomi dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Dengan demikian, Sobat Valid yang ingin ikutan, bisa terlibat langsung di dalamnya, mulai dari memilih produk keuangan yang berkomitmen pada keberlanjutan, hingga mendukung inovasi fintech yang berfokus pada dampak positif bagi bumi.

Pada akhirnya, green fintech bukan hanya tentang uang atau teknologi. Konsep ini meruapakan cara baru memandang keuangan sebagai alat untuk membangun masa depan yang lebih seimbang antara manusia dan alam. Setiap transaksi yang kamu lakukan, setiap investasi yang kamu pilih, bisa menjadi langkah kecil untuk mendukung keberlanjutan lingkungan dan memastikan bahwa kemajuan ekonomi tidak harus dibayar dengan kerusakan bumi. 

Apa Itu Green Fintech dan Mengapa Penting untuk Lingkungan
Green fintech
pada dasarnya adalah sebuah perpaduan antara teknologi finansial (fintech) dengan prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan. Perbedaannya begini,  fintech konvensional bertujuan utama untuk membuat layanan keuangan menjadi lebih mudah diakses, lebih cepat, dan lebih efisien. Sedangkan, green fintech menambahkan satu dimensi lagi yang sangat penting: memastikan bahwa aktivitas keuangan yang dilakukan tidak sekadar mengejar profit atau kemudahan transaksi, tapi juga mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan.

Pada green fintech, setiap keputusan, baik itu investasi maupun pembiayaan, akan dianalisis dari sudut pandang dampak lingkungan. Mulai dari berapa jejak karbonnya, apakah proyek yang dibiayai memiliki praktik keberlanjutan, bagaimana dampak jangka panjangnya terhadap ekosistem. Dengan kata lain, green fintech berusaha agar keuangan bukan menjadi bagian dari masalah kerusakan lingkungan, melainkan bagian dari solusi.

Di lapangan, aplikasinya bisa sangat beragam dan nyata. Misalnya, ada platform crowdfunding yang secara khusus menyalurkan dana ke proyek energi terbarukan; ada aplikasi investasi yang menawarkan portofolio “hijau”, di mana kamu bisa memilih untuk mendanai perusahaan atau proyek yang punya rekam jejak lingkungan-baik. Mulai dari sistem carbon offset digital muncul yang memungkinkan perusahaan atau individu untuk mengompensasi emisi mereka melalui pembelian kredit karbon atau dukungan ke proyek penyerapan karbon, 

Atau, bahkan payment gateway atau layanan pembayaran yang sebagian dari biaya layanannya dialokasikan untuk program penanaman pohon atau program edukasi lingkungan. Ini menunjukkan bahwa keuangan ramah lingkungan bukan cuma wacana atau jargon, tapi sudah berubah jadi produk fintech yang bisa kamu pakai, dengan pilihan dan dampak yang lebih sadar lingkungan.

Lalu, mengapa green fintech menjadi hal yang sangat penting? Karena ia menawarkan cara untuk mendemokratisasi akses ke investasi hijau. Dahulu, investasi ke proyek energi terbarukan atau konservasi alam hanya bisa dilakukan oleh korporasi besar atau investor kaya raya. Akses terbatas, skala besar, risiko tinggi. Sekarang lewat platform digital dan fintech, kamu sebagai individu atau pelaku usaha kecil sekalipun bisa ikut berkontribusi dengan modal yang jauh lebih kecil, memilih layanan yang mempertimbangkan lingkungan, dan ikut masuk dalam ekosistem ekonomi hijau.

Bahkan, dalam penelitian yang berjudul The Role of Fintech and Digital Transformation in Renewable Energy Growth in Indonesia, perkembangan fintech dan transformasi digital punya kaitan erat dengan pertumbuhan energi terbarukan di Indonesia, baik dari sisi produksi maupun konsumsi energi hijau. Penelitian ini menemukan bahwa semakin masif penggunaan teknologi finansial di sektor energi, semakin besar pula peluang untuk mendorong adopsi energi terbarukan. 

Perkembangan Green Fintech di Indonesia
Perkembangan green fintech di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari arah kebijakan keuangan berkelanjutan yang dibangun secara bertahap selama satu dekade terakhir. Semua berawal ketika Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Sustainable Finance Roadmap pertama pada tahun 2014. 

Dokumen ini menjadi pijakan awal bagi lembaga keuangan di Indonesia untuk mulai mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari setiap aktivitas bisnis mereka. Roadmap tahap kedua yang dirilis pada tahun 2021 juga mempertegas komitmen tersebut dengan mendorong seluruh pelaku industri jasa keuangan, termasuk sektor fintech, untuk menerapkan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) secara terukur dan konsisten.

Langkah itu kemudian diperkuat dengan kolaborasi lintas lembaga. Bank Indonesia, misalnya, memperkenalkan kerangka Green Central Banking yang menekankan pentingnya integrasi faktor lingkungan dalam kebijakan moneter dan stabilitas sistem keuangan nasional. Di sisi lain, Kementerian Keuangan juga berperan aktif dengan menerbitkan green sukuk dan green bond untuk membiayai proyek-proyek berkelanjutan seperti energi terbarukan, transportasi rendah emisi, dan konservasi ekosistem alam. Semua upaya ini menunjukkan bahwa keuangan hijau bukan lagi konsep idealistik, tetapi sudah menjadi bagian dari strategi ekonomi nasional.

Pertumbuhan ini juga tercermin dari data pasar. Berdasarkan laporan dari Climate Policy Initiative (CPI), Indonesia Green Finance Landscape Analysis (2024)nilai transaksi keuangan hijau di Indonesia mencapai sekitar USD 15 miliar pada tahun 2023, meningkat sekitar 40% dibandingkan tahun sebelumnya. Laporan tersebut menyoroti bahwa pertumbuhan pesat ini sebagian besar didorong oleh inovasi fintech, yang mampu memperluas akses terhadap pembiayaan hijau melalui platform digital. 

Kini, perjalanan menuju ekosistem green fintech yang matang masih panjang. Salah satu tantangan terbesar adalah rendahnya tingkat literasi keuangan hijau di masyarakat. Banyak dari kamu mungkin belum terlalu familiar dengan istilah seperti ESG investing, carbon offset, atau renewable energy fund. Padahal, pemahaman dasar tentang konsep-konsep ini penting agar Sobat Valid  bisa mengambil keputusan finansial yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Selain itu, persepsi risiko terhadap proyek hijau juga masih menjadi hambatan. Banyak investor menganggap proyek energi terbarukan atau konservasi alam memiliki tingkat pengembalian yang lebih rendah dibanding sektor konvensional. Padahal, dalam jangka panjang, sektor hijau menawarkan potensi stabilitas dan keberlanjutan yang jauh lebih kuat. Tantangan lainnya terletak pada ketersediaan data dan infrastruktur digital yang memadai untuk mendukung inovasi produk keuangan hijau di berbagai daerah.

Dengan berbagai perkembangan ini, kamu bisa melihat bahwa green fintech di Indonesia bukan lagi sekadar gagasan tanpa alasan. Konsep ini merupakan sebuah gerakan nyata menuju sistem keuangan yang lebih inklusif dan bertanggung jawab.  

Masa Depan Keuangan yang Hijau dan Inklusif di Indonesia
Kalau diperhatikan arah perkembangan sistem keuangan di dunia, akan sangat ditentukan oleh kemampuannya menyesuaikan diri terhadap tantangan lingkungan dan sosial. Di sinilah peran green fintech menjadi semakin penting. Konsep ini bukan sekadar inovasi digital, tapi juga cerminan dari perubahan cara berpikir baru, bahwa aktivitas keuangan bisa sekaligus jadi sarana untuk menjaga bumi tetap lestari.

Di Indonesia sendiri, peluang untuk mengembangkan green fintech sangat besar. Tren investasi berbasis Environmental, Social, and Governance (ESG) terus meningkat, baik di level global maupun domestik. 

Namun, kekuatan utama dari green fintech bukan hanya pada inovasi teknologinya, tapi juga pada kemampuannya membangun kolaborasi lintas sektor. Startup atau usaha rintisan punya keunggulan dari sisi inovasi dan kecepatan beradaptasi, lembaga keuangan punya basis nasabah dan kredibilitas, sementara pemerintah bisa memberikan dukungan lewat regulasi dan insentif fiskal. Kalau ketiganya bisa bergerak dalam arah yang sama, maka ekosistem keuangan hijau di Indonesia bisa berkembang jauh lebih cepat dan berkelanjutan.

Bisa dikatakan, green fintech bukan cuma konsep ideal, tapi solusi nyata yang bisa membantu Indonesia mencapai target ambisiusnya, yakni net zero emission pada tahun 2060. Melalui kolaborasi antara regulator, pelaku industri, dan masyarakat, green fintech bisa menjadi motor penggerak dalam menciptakan sistem keuangan yang tidak hanya inklusif secara ekonomi, tetapi juga bertanggung jawab terhadap lingkungan.


* Penulis adalah kontributor di Validnews.id 


Referensi:

  1. The economic impact of fintech adaptation on sustainable banking performance: The role of green finance and innovation in Indonesia (2025) 
  2. The Role of Fintech and Digital Transformation in Renewable Energy Growth in Indonesia (2023) 
  3. Climate Policy Initiative (CPI): Landscape of Climate-Aligned Investment in Indonesia’s Financial Sector(2023)

KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar