c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

CATATAN VALID

27 Agustus 2025

14:00 WIB

Blue Economy: Kunci Pemanfaatan Sumber Daya Laut Secara Berkelanjutan

Kamu mungkin sering mendengar bahwa Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan. Tetapi, seberapa besar sebenarnya potensi itu. Apa hubungannya dengan blue economy?

Penulis: Oktarina Paramitha Sandy

Editor: Rikando Somba

<p><em id="isPasted">Blue Economy</em>: Kunci Pemanfaatan Sumber Daya Laut Secara Berkelanjutan</p>
<p><em id="isPasted">Blue Economy</em>: Kunci Pemanfaatan Sumber Daya Laut Secara Berkelanjutan</p>

Ilustrasi wisatawan bahari melakukan penyelaman. Pariwisata Bahari menjadi salah satu potensi blue economy di Indonesia. Shutterstock/Aaronejbull87

Sobat Valid, Kamu mungkin sering mendengar bahwa Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan. Tetapi, seberapa besar sebenarnya potensi itu? 

Bayangkan, garis pantai Indonesia terbentang lebih dari 99.000 kilometer, mengelilingi lebih dari 17.000 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Sejatinya, blue economy atau ekonomi biru bisa menjadi salah satu penyumbang terbesar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia karena potensi kelautan ini.  

Hamparan laut yang luas ini menyimpan berbagai peluang ekonomi, mulai dari sektor perikanan, pariwisata bahari, transportasi laut, hingga energi terbarukan. Potensi itu ibarat harta karun, yang jika dikelola dengan bijak, bisa menjadi bisa menjadi tulang punggung pembangunan nasional.

Sebuah penelitian berjudul The Influence of the Blue Economy on National Economic Growth (2023) menjelaskan bahwa penerapan blue economy mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional secara signifikan. Namun, dampak positif ini hanya bisa tercapai jika pengelolaan laut dilakukan dengan prinsip keberlanjutan, sehingga aktivitas ekonomi tidak merusak ekosistem yang menopang kehidupan di dalamnya. 

Dengan kata lain, laut bukan sekadar sumber daya yang bisa dieksploitasi, tetapi modal alam yang harus dikelola hati-hati agar tetap memberi manfaat jangka panjang.

Namun, kekayaan laut bukan hanya soal angka PDB atau besarnya potensi ekonomi. Di dalam laut yang luas tersimpan kehidupan yang sangat rentan tercemar dan rusak karena kegiatan ekonomi. Terumbu karang, misalnya, menjadi rumah bagi lebih dari 25% spesies ikan laut dunia, padahal luasnya hanya sekitar 1% dari dasar laut. Mangrove yang tumbuh di sepanjang garis pantai berfungsi layaknya benteng alami, menahan abrasi, menyaring polutan, sekaligus menjadi tempat pemijahan ikan dan udang. Sementara itu, ekosistem laut dangkal berperan sebagai tempat karbon biru (blue carbon) yang jumlahnya bahkan bisa melampaui hutan tropis di daratan.

Jika seluruh aktivitas ekonomi di laut hanya mengejar keuntungan jangka pendek, ekosistem yang berharga ini justru bisa hancur. 

Penangkapan ikan berlebih, pencemaran plastik, reklamasi pesisir, hingga penambangan pasir laut adalah contoh nyata bagaimana kegiatan manusia sering kali mengabaikan daya dukung alam. Ketika ekosistem laut rusak, dampaknya bukan hanya hilangnya keanekaragaman hayati, tetapi juga berkurangnya sumber pangan, hilangnya lapangan kerja, bahkan kerugian ekonomi yang jauh lebih besar. Laut yang seharusnya menjadi penopang kehidupan justru berubah menjadi beban jika tidak dijaga dengan baik. Di sinilah blue economy hadir sebagai konsep yang penting. 

Alih-alih hanya mengeksploitasi laut, pendekatan ini menekankan keseimbangan antara pemanfaatan ekonomi dan pelestarian ekosistem. Artinya, kamu tetap bisa memanen hasil laut, mengembangkan pariwisata bahari, atau memanfaatkan energi terbarukan dari angin dan gelombang, tetapi semuanya dilakukan dengan cara yang tidak merusak alam. Prinsipnya sederhana: laut harus tetap sehat agar bisa terus produktif, bukan hanya untuk hari ini, tetapi juga untuk generasi mendatang.

Indonesia yang punya lebih dari 17 ribu pulau dan garis pantai sepanjang hampir 100 ribu kilometer. Indonesia memiliki peluang emas untuk menjadi pionir blue economy di dunia. Namun, peluang besar itu juga datang bersama tantangan nyata, mulai dari perubahan iklim, polusi laut, hingga praktik penangkapan ikan ilegal. Oleh karena itu,  blue economy sebagai strategi pembangunan berkelanjutan menjadi tidak bisa ditawar lagi. Konsep ini memberi jalan tengah yang bijak: bagaimana kita bisa terus bertumbuh secara ekonomi tanpa mengorbankan keberlangsungan ekosistem laut.

Apa itu Blue Economy?
Blue economy dapat dipahami sebagai pendekatan pembangunan ekonomi yang berfokus pada pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan. Konsep ini mencakup berbagai sektor seperti perikanan, pariwisata bahari, energi terbarukan laut, hingga transportasi maritim, dengan tujuan menciptakan pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga ekosistem laut agar tetap produktif bagi generasi mendatang.

Dikutip dari penelitian yang berjudul Global and Indonesia Blue Economy Knowledge Map (2024), pendekatan blue economy diyakini mampu melepaskan aktivitas sosial-ekonomi dari praktik yang merusak lingkungan, sembari mengoptimalkan manfaat sumber daya laut. Temuan ini menegaskan bahwa blue economy bukan sekadar konsep, melainkan strategi pembangunan yang dapat menyelaraskan kebutuhan ekonomi dan konservasi alam. Empat komponen utama blue economy dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Perikanan Berkelanjutan
Sektor perikanan merupakan tulang punggung ekonomi kelautan Indonesia. Namun, praktik tangkap berlebihan (overfishing) dapat mengancam stok ikan dan mengurangi pendapatan jangka panjang. Melalui penerapan kuota tangkap yang tepat dan pengelolaan berbasis ekosistem, perikanan dapat tetap produktif sekaligus lestari.

2. Pariwisata Bahari
Destinasi seperti Raja Ampat, Bali, dan Lombok menunjukkan bahwa pariwisata laut memiliki potensi besar. Dengan pendekatan berbasis konservasi, sektor ini tidak hanya menghasilkan devisa, tetapi juga memberikan insentif ekonomi untuk menjaga terumbu karang, hutan mangrove, dan ekosistem pesisir lainnya.

3. Energi Terbarukan Laut
Potensi energi ombak, angin lepas pantai, dan pasang surut masih dalam tahap pengembangan, tetapi peluangnya besar mengingat Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia. Pemanfaatan energi terbarukan ini dapat mendukung transisi energi bersih sekaligus memperkuat ketahanan energi nasional.

4. Transportasi Maritim Ramah Lingkungan
Dengan ribuan pulau yang tersebar luas, transportasi laut adalah kunci logistik nasional. Inovasi kapal rendah emisi menjadi langkah penting untuk mengurangi jejak karbon sekaligus menjaga efisiensi konektivitas antarwilayah.

Dari aplikasi hal ini,  Norwegia terlihat sukses mengembangkan akuakultur berkelanjutan dengan menghasilkan salmon berkualitas tinggi tanpa merusak ekosistem laut. Negara ini memang dikenal luas sebagai salah satu eksportir seafood global, dengan nilai produksi perikanan yang mencapai sekitar NOK 109 miliar pada tahun 2021. 

Fokusnya bukan hanya dalam volume, tetapi juga kualitas, dengan penerapan standar lingkungan ketat dalam budidaya salmon dan cod.

Norwegia telah berkembang sebagai pemimpin dalam bidang ekonomi biru, yang mengandalkan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan, bioteknologi laut, energi terbarukan lepas pantai, hingga transportasi maritim yang canggih, sehingga menciptakan model pembangunan yang inklusif, produktif, dan ramah lingkungan. Negara ini bisa jadi salah satu kiblat Indonesia jika memang ingin menerapkan Blue Economy untuk mendukung keberlanjutan.

Tujuan Utama Blue Economy
Secara keseluruhan, tujuan utama blue economy ini sejalan dengan visi besar Indonesia sebagai poros maritim dunia yang telah dicanangkan pemerintah sejak 2014. Visi ini menempatkan laut bukan sekadar sebagai ruang transportasi atau sumber daya alam, melainkan sebagai fondasi strategis pembangunan nasional. Dengan posisi geografis di antara dua samudra dan dua benua, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi pusat perdagangan, logistik, sekaligus pengelolaan sumber daya laut berkelanjutan di kawasan Indo-Pasifik.

Implementasi konsep blue economy yang konsisten akan membawa dampak ganda: memperkuat daya saing ekonomi sekaligus menjaga ekosistem laut tetap sehat. Misalnya, melalui pengelolaan perikanan yang terukur, Indonesia tidak hanya bisa mengamankan pasokan pangan nasional, tetapi juga meningkatkan ekspor hasil laut yang bernilai tinggi. Begitu pula pada sektor energi terbarukan laut, peluang besar terbuka untuk menjadikan Indonesia pionir dalam pemanfaatan energi ombak dan angin lepas pantai di Asia Tenggara.

Dikutip dari IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (2023), tujuan penerapan blue economy di Indonesia mencakup lima aspek utama yang saling berhubungan, yaitu pertumbuhan ekonomi, kelestarian lingkungan, kesejahteraan masyarakat pesisir, inovasi teknologi, dan keadilan sosial.

Pertumbuhan Ekonomi dan Ekosistem Sehat
Optimalisasi sektor kelautan menjadi motor penting dalam mendukung pertumbuhan nasional. Sektor perikanan misalnya, saat ini menyumbang sekitar Rp250 triliun per tahun terhadap PDB Indonesia. Angka ini menegaskan betapa besar potensi ekonomi laut yang bisa terus dikembangkan bila dikelola dengan prinsip berkelanjutan. Ekonomi Biru, diyakini mampu mendorong pertumbuhan yang tidak hanya berorientasi pada keuntungan jangka pendek, melainkan juga menciptakan nilai tambah jangka panjang bagi perekonomian nasional.

Ekonomi laut tidak akan bertahan tanpa ekosistem yang sehat. Saat ini, terumbu karang Indonesia tercatat mengalami penurunan hingga 40% akibat praktik eksploitasi berlebihan dan dampak perubahan iklim. Dengan pendekatan blue economy, pengelolaan berbasis ekosistem, rehabilitasi ekosistem pesisir, serta pembatasan penangkapan ikan menjadi kunci untuk menjaga keseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian.

Kesejahteraan dan Keadilan Sosial
Sekitar 60% penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir. Artinya, kesejahteraan mereka menjadi tujuan penting dalam pengembangan blue economy. Nelayan tradisional di Lombok, Makassar, dan Maluku perlu merasakan manfaat langsung dari transformasi ini, baik dalam bentuk peningkatan pendapatan, akses terhadap teknologi, maupun jaminan sosial yang lebih baik.

Pengembangan teknologi menjadi penopang utama keberhasilan blue economy. Kapal rendah emisi, sistem budidaya ikan berbasis Internet of Things (IoT), hingga teknologi pengolahan limbah laut adalah contoh inovasi yang bisa mempercepat transisi menuju ekonomi kelautan berkelanjutan. Temuan IOP Conference Series (2023) menekankan bahwa pemanfaatan teknologi tepat guna dalam sektor perikanan dan pariwisata bahari berpotensi besar meningkatkan produktivitas tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan.

Aspek lain yang tak kalah penting adalah pemerataan manfaat. Blue economy tidak boleh hanya dinikmati oleh industri besar, tetapi juga harus menjangkau masyarakat di pulau-pulau kecil dan pesisir terpencil. Program pemberdayaan, akses modal, hingga penguatan kapasitas masyarakat lokal perlu menjadi bagian integral dari strategi implementasi. Dengan begitu, transformasi ekonomi laut benar-benar dirasakan secara adil.

Mengapa Blue Economy Penting Bagi Indonesia?
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 70% wilayahnya berupa laut. Kondisi geografis ini menjadikan laut bukan hanya bentang alam, melainkan sumber kehidupan sekaligus penggerak ekonomi yang tidak tergantikan. Karena itu, konsep blue economy muncul sebagai kunci pembangunan yang tidak hanya mengejar pertumbuhan, tetapi juga menjamin keberlanjutan.

Dikutip dari laporan World Bank berjudul Oceans for Prosperity: Reforms for a Blue Economy in Indonesia (2024), dijelaskan bahwa lautan Indonesia menyimpan potensi ekonomi yang luar biasa, namun pemanfaatannya selama ini belum maksimal. Sektor kelautan saat ini baru menyumbang sekitar 15–20% terhadap PDB nasional. 

Kontribusi ini sebagian besar berasal dari perikanan dengan nilai mencapai Rp250 triliun dan pariwisata bahari sekitar Rp150 triliun pada 2024. Angka tersebut baru permukaan dari potensi yang bisa digali, terutama bila pengelolaan sumber daya laut dilakukan secara lebih terukur dan berkelanjutan.

Di sisi lain, lautan Indonesia menghadapi ancaman serius yang bisa menggerus kekayaan ini. Praktik penangkapan ikan berlebih sudah mengganggu keberlanjutan stok ikan di berbagai perairan. Polusi plastik yang masuk ke laut diperkirakan mencapai 8 juta ton per tahun, menjadikan Indonesia sebagai penyumbang sampah laut terbesar kedua di dunia. Ditambah lagi, sekitar 40% terumbu karang mengalami kerusakan, padahal ekosistem ini sangat penting untuk mendukung perikanan, pariwisata, hingga ketahanan pangan.

Namun, ancaman tersebut sekaligus membuka peluang. Sekitar 60% penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir dan sangat bergantung pada laut untuk mata pencaharian. Dengan pendekatan blue economy, masyarakat pesisir dapat merasakan manfaat langsung melalui diversifikasi usaha, mulai dari perikanan berkelanjutan, ekowisata, hingga pengolahan produk laut bernilai tambah. Artinya, laut bukan hanya milik negara sebagai sumber devisa, tetapi juga sumber kesejahteraan bagi jutaan keluarga pesisir.

Lalu, apa yang sudah dilakukan pemerintah? Langkah konkret sudah dilakukan. Salah satunya adalah pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung di Sulawesi Utara, yang difokuskan pada sektor perikanan dan industri berbasis laut. Kementerian Kelautan dan Perikanan juga gencar mendorong pengelolaan perikanan berkelanjutan melalui penerapan kuota tangkap dan kebijakan berbasis ekosistem. 

Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya menyadari potensi lautnya, tetapi juga berusaha menjaga agar pemanfaatannya tetap sejalan dengan prinsip keberlanjutan.

Jika Indonesia mampu mengelola laut secara lebih bijak, negara ini berpeluang besar menjadi pemimpin regional dalam ekonomi kelautan. Dengan sumber daya yang melimpah dan posisi strategis di jalur perdagangan dunia, Indonesia bisa menjadi contoh bagaimana pembangunan ekonomi laut dapat berjalan seiring dengan konservasi alam.

Langkah ke arah itu sebenarnya sudah mulai tampak. Pemerintah telah meluncurkan Blue Economy Roadmap, sebuah panduan komprehensif yang dirancang untuk mengarahkan pembangunan kelautan nasional. 

Keberhasilan implementasi roadmap ini tentu tidak bisa hanya mengandalkan kebijakan dari atas. Dukungan teknologi modern seperti kapal rendah emisi, sistem monitoring berbasis satelit, atau budidaya ikan dengan Internet of Things (IoT) menjadi penopang penting. Namun, lebih dari itu, partisipasi masyarakat pesisir juga harus hadir sebagai motor penggerak. Nelayan di Lombok, pelaku wisata di Raja Ampat, hingga komunitas pengolah hasil laut di Sulawesi misalnya, perlu merasakan manfaat nyata dari pengembangan blue economy, baik melalui peningkatan pendapatan maupun kualitas hidup yang lebih baik.

Jika strategi ini berhasil dijalankan, Indonesia tidak hanya akan mencatat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menunjukkan kepada dunia bahwa keberlanjutan bisa berjalan beriringan dengan kemajuan. 

Dengan kekayaan laut yang melimpah dan posisi geografis yang strategis, Indonesia berpeluang besar menjadi contoh bagi negara maritim lainnya. Keberhasilan ini bisa menjadi bukti bahwa pengelolaan laut secara bijak adalah investasi jangka panjang, bukan sekadar pilihan politik sesaat.


*Penulis merupakan kontributor di Validnews.id   

 

Referensi:

  1. The Influence of the Blue Economy on National Economic Growth (2023).
  2. Global and Indonesia Blue Economy Knowledge Map (2024).
  3. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (2023).
  4. Oceans for Prosperity: Reforms for a Blue Economy in Indonesia (2024) By World Bank.

KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar