Wisata Kontemplasi Ke Yerevan
20 June 2020 , 06:49

Oleh Ixora Lundia S.Sos, M.S*
Meski telah beberapa kali berkunjung, setiap kali saya menginjakkan kaki ke tanah Armenia rasanya selalu seantusias kali pertama. Orang terdekat saya pun pasti tahu alasannya. Selain karena pesonanya, mungkin karena belum banyak orang Indonesia yang tahu atau pernah ke Armenia, saya merasa ingin menjadi ahlinya saja.
Kenapa Orang Indonesia Jarang ke Armenia?
Pertama, tiketnya mahal. Untuk mendapatkan tiket termurahnya saja, kita harus menunggu low season. Selain itu, tidak ada penerbangan langsung. Untuk mencapai Armenia kita harus transit setidaknya satu kali via Dubai atau Doha. Pilihan lain, transit penerbangan dua kali via Moscow.
Pada satu ketika, demi tiket murah saya pernah mencoba transit lewat Turki. Akan tetapi, ternyata cukup merepotkan. Saya harus berganti maskapai penerbangan, keluar imigrasi, dan membayar visa. Tak apa lah. Toh Turki juga tujuan wisata yang menarik.
Intinya, sebelum memutuskan untuk berlibur ke Armenia, kita memang harus rela hidup irit dahulu. Kalau perlu, siapkan kartu kredit.
Alasan kedua Armenia jarang menjadi pilihan wisata orang Indonesia adalah mungkin karena kurang “instagramable”. Ya, kalau dibandingkan dengan Paris dengan Menara Eiffel-nya, mungkin memang secara visual kalah keren. Bisa dibilang, kalau liburan dengan niat pamer foto keren semata, Armenia bukan pilihan utama. Namun, bukan berarti negara ini tak punya lokasi menarik untuk dikunjungi.
Armenia punya banyak biara Kristen yang usianya ratusan tahun. Penampakannya memang tidak megah dan kinclong kalau difoto. Maklum, namanya juga sudah berusia ratusan tahun. Bentuknya susunan batu-batuan. Masih utuh saja menurut saya sudah keren sekali.
Selain itu, menurut beberapa orang, alam pegunungannya juga bagus. Namun, jujur saja, saya belum pernah ke tempat lain selain Yerevan, ibu kota negara Armenia. Selain karena anggaran yang terbatas, banyak sekali hal menarik di Yerevan yang membuat saya betah, misalnya wisata kuliner.
Terakhir, barangkali masih banyak orang Indonesia yang tidak pernah dengar tentang negara ini. Lokasinya pun mungkin tidak tahu. Tak apa. Di sini saya akan membagikan informasi tentang Armenia yang saya ketahui.
Armenia adalah negara landlocked, alias tak punya laut, dan lokasinya terjepit di tengah. Perbatasan negaranya adalah Georgia, Azerbaijan, Iran, dan Turki. Terbayang kan kira-kira di mana lokasinya?
Berarti negara muslim, dong?
Tidak juga. Armenia adalah negara penganut Kristen pertama di dunia, lebih tepatnya Kristen Apostolik. Saya tidak akan membicarakan lebih lanjut mengenai ini karena bukan kapasitas saya. Jelasnya, mereka merayakan Natal pada 6 Januari.
Sedikit sejarah tentang Armenia, setelah berpisah dengan Soviet pada 1991, negara ini kini berbentuk republik. Dengan luas setara Provinsi Jawa Tengah, Armenia dihuni sekitar 3 juta jiwa. Bandingkan dengan Jakarta yang jumlah penduduknya mencapai 12 juta jiwa.
Punya Banyak Tempat Menarik
Ada banyak hal yang menarik untuk dieksplorasi dari Armenia, terutama Yerevan, yang membuat saya bolak-balik berkunjung ke sana.
Pertama, makanannya enak dan lumayan cocok buat lidah saya. Masakan mereka banyak yang berbahan dasar daging. Memang tidak ada sertifikasi halal—kecuali sekarang ada Blackstar Burger—namun daging yang paling banyak dikonsumsi adalah domba dan sapi. Dolma, yakni daging cincang yang dibungkus daun anggur dan dikukus seperti somai, adalah salah satu makanan khas mereka.
Kedua, di negara ini masih ada beberapa bangunan dengan arsitektur Soviet Modernism yang terkesan dingin dan kaku, namun punya ciri futuristik. Salah satunya bangunan lama menara kontrol yang saat ini tidak berfungsi lagi di bandara Zvartnots. Memandang bangunan ini seakan membawa kita ke masa lampau.
Ada juga bangunan Cinema Rossiya yang sekarang hampir tertutup oleh pasar dan lapak pedagang. Bangunan ini melambangkan gunung Ararat yang menjadi kebanggaan orang Armenia.
Di samping kedua alasan di atas, hal lain yang membuat Yerevan layak menjadi destinasi wisata adalah karena biaya hidup di sana masih terbilang terjangkau. Jika dihitung, kurang lebih sama dengan biaya hidup normal di Jakarta.
Masalah transportasi, misalnya, Yerevan sudah punya metro sejak tahun 80an. Memang hanya 1 jalur, mengingat kotanya juga tidak terlalu besar. Tarifnya pun hanya 100 dram, atau setara Rp3 ribu, berapapun jarak tempuhnya.
Selain itu, kalau masih di sekitar Yerevan, kita bisa memesan taksi menggunakan aplikasi Yandex. Trarifnya mulai dari 300 dram, atau sekitar Rp9 ribu. Kalau kita pilih tarif ini, biasanya yang muncul mobil lawas macam Opel Astra.
Nah, kalau mau yang lebih bagus, bisa pilih mobil kategori Comfort+ atau Business. Untuk kategori ini, kisaran tarifnya 600—1000 dram, atau sekitar Rp18 ribu—30 ribu.
Biaya untuk makan sehari-hari juga terjangkau. Lahmajoun, semacam pizza tipis agak crispy dengan topping daging cincang sebesar pizza ukuran sedang, harganya sekitar Rp30 ribu. Kalau menurut saya, satu porsinya bisa buat berdua.
Ada pula shawarma, roti lavash yang diisi potongan daging dan sayuran. Shawarma isi daging dan sayuran porsi besar harganya juga sama, sekitar Rp30 ribu. Kalau di Indonesia, shawarma mungkin lebih sering disebut kebab, sedangkan di Armenia kebab adalah istilah untuk menyebut daging cincang yang dipanggang.
Selain makanan, biaya penginapan apartemen di Yerevan juga terbilang masih terjangkau. Bahkan, pada musim dingin lebih murah lagi. Jika menyewa melalui Airbnb, apartemen ukuran 60m² yang dilengkapi dengan ruang tamu, kamar tidur, kamar mandi, dapur, dan mesin cuci dihargai sekitar Rp300—500 ribu per malam. Kalau sewa bulanan—bukan lewat Airbnb—sekitar Rp3,5—5 juta per bulan.
Terakhir, bagi saya Armenia cocok untuk Anda yang ingin berlibur sembari mencari ketenangan. Meskipun ada kalanya kita ingin berjalan-jalan demi foto di tempat-tempat ciamik, pasti ada pula saatnya kita perlu berhenti sejenak untuk kontemplasi dan mengembalikan energi bersih dalam diri. Inilah yang saya dapatkan di Yerevan.
Di Yerevan, saya mendapatkan udara bersih tanpa polusi yang berlebihan. Saya bisa minum air murni sepuas-puasnya di pulpulak, keran air atau air mancur yang airnya aman untuk diminum, yang tersebar di penjuru kota. Selain itu, saya bisa jalan kaki keliling kota tanpa khawatir ada orang jahat, iseng, atau kepo.
Tak dimungkiri, masing-masing orang pasti punya minat dan niat yang berbeda ketika berlibur. Saya pun tidak akan maksa teman-teman untuk menyukai Armenia. Tulisan dibuat dengan maksud sekadar berbagi pengalaman, informasi, dan menjawab rasa penasaran sebagian teman-teman tentang negara Armenia, terutama ibu kotanya, Yerevan.
*Staf pengajar FIA UI, Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Administrasi UI
Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mencerminkan kebijakan institusi tempat penulis bekerja.
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN