- Megapolitan
LIMBUNG RODA TERPASAK CORONA
Tugas Mulia Kearsipan Kala Pandemi Covid-19
03 June 2020 , 11:36

Oleh Muhamad Tris Hadi Pratama S.Hum*
Kearsipan Indonesia merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari komunitas dunia dalam mewariskan memori kolektif pandemi covid-19 kepada generasi berikutnya. Dengan segala keterbatasan, kearsipan Indonesia perlu menyesuaikan diri secara cepat dengan perkembangan global melalui peningkatan akses terhadap arsip secara daring dan menjalankan proyek kearsipan covid-19 yang menampung arsip cetak maupun digital.
Selama pandemi berlangsung, imbauan pemerintah guna menghadapi covid-19 terasa tak bertaring. Kita tak henti dibuat heran dengan rentetan perilaku abai masyarakat selama dijalankannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB), hingga munculnya rencana penerapan kelaziman baru (new normal) dari pemerintah.
Sebut saja beberapa fenomena yang terjadi akhir-akhir ini. Mulai dari seremoni penutupan McDonald’s Sarinah, antrean di Bandara Soekarno-Hatta, hingga sejumlah masyarakat yang nekat mendatangi pusat perbelanjaan hanya untuk membeli baju Lebaran. Hal ini seolah membuktikan betapa bangsa kita tak pernah belajar dari pengalaman sejarah untuk membangun sebuah ingatan bersama atau memori kolektif.
Padahal, arsip dengan berbagai bentuk media, mulai dari catatan hingga foto, telah merekam berbagai peristiwa wabah, epidemi, maupun pandemi yang pernah menghantam tanah air. Bahkan, bahasa Jawa pun telah memiliki kosakata pagebluk untuk menggambarkan wabah penyakit semacam ini.
Ketika peristiwa pandemi flu spanyol pada tahun 1918, misalnya. Menurut Serjarawan Ravando dalam tulisannya Belajar dari Pandemi Flu Spanyol 1918, pada saat itu, Indonesia yang masih bernama Hindia Belanda menjadi wilayah yang paling buruk terdampak pandemi, yakni dengan korban meninggal 1,5 juta jiwa akibat tidak seriusnya penanganan dari pemerintah dan abainya masyarakat.
Andaikan saat ini sejarah lebih diperhatikan, pengalaman berharga dari peristiwa pandemi flu spanyol pastinya sudah menjadi memori kolektif bangsa yang menjadi modal mitigasi saat wabah serupa terjadi kembali. Namun, sayangnya yang terjadi tidak demikian.
Agar tidak terulang kembali, kala pandemi covid-19 saat ini, setiap entitas kearsipan di berbagai belahan negeri dan dunia perlu berperan aktif melawan dengan tugas mulianya, yakni melakukan pengelolaan arsip demi mewariskan memori kolektif ke generasi berikutnya.
Tugas Mulia Bersama
Arsip, menurut pemahaman bersama internasional berdasarkan Deklarasi Universal tentang Kearsipan, maupun Indonesia dengan Undang-Undang No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, didefinisikan sebagai sebuah rekaman peristiwa dalam berbagai bentuk media, sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Saat ini, masifnya perkembangan TIK telah menghadirkan perubahan paradigma dalam bidang kearsipan. Sebagaimana Ivan Szekely berpendapat dalam The Right to be Forgotten and the New Archival Paradigm, sekarang arsip bergerak dari “paradigma publik” menuju “paradigma global”.
Dalam hal ini, arsiparis yang mulanya sebagai profesional kunci yang memberikan akses kepada negara, sejarawan, dan masyarakat melalui pelayanan publik di ruang baca, kini berubah menjadi profesional teknologi informasi menyediakan akses arsip secara global.
Termasuk perihal arsip peristiwa pandemi covid-19, Indonesia melalui lembaga kearsipan nasionalnya, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), tidak bisa memisahkan diri dari negara lain atau komunitas dunia. Hal ini karena covid-19 dengan tingkatannya sebagai pandemi adalah permasalahan global yang harus ditangani bersama.
Baru-baru ini, tepatnya pada 4 Mei 2020, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) mencetuskan deklarasi “Turning the threat of COVID-19 into an opportunity for greater support to documentary heritage” yang didukung berbagai asosiasi lembaga ingatan dunia, seperti International Federation of Library Associations (IFLA), International Council of Museums (ICOM), Co-ordinating Council of Audiovisual Archives Associations (CCAAA) dan International Council on Archives (ICA).
Deklarasi ini menegaskan peran bersama bagi seluruh penyelenggara kearsipan di seluruh dunia dalam menghadapi covid-19. Tidak hanya lembaga kearsipan yang dibiayai negara, tetapi juga swasta, media massa, sektor pendidikan, bahkan komunitas dan individu. Dalam hal ini, terdapat empat bidang utama yang ditekankan dalam deklarasi ini sebagai tanggung jawab bersama.
Pertama, memperkuat kerja sama nasional dan internasional dalam pelestarian dan aksesibilitas warisan dokumenter.
Penguatan dilakukan melalui jaringan komite nasional dan regional Program Memori Dunia (Memory of the World) UNESCO dengan meningkatkan solidaritas internasional dengan membangun kerja sama terhadap berbagai asosiasi lembaga ingatan dunia.
Kedua, bersama meningkatkan investasi dalam pelestarian dan aksesibilitas warisan dokumenter dalam konteks pengurangan dan manajemen risiko bencana. Tak dimungkiri, pandemi covid-19 memberikan dampak buruk bagi pendanaan sebuah institusi kearsipan, khususnya yang bukan lembaga pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan investasi negara dan sektor swasta agar tetap berjalan sebagaimana mestinya dalam menyelenggarakan kearsipan dan mengarsipkan pandemi.
Ketiga, mempermudah akses arsip bagi para peneliti, pembuat kebijakan, profesional media, ilmuwan, dan masyarakat luas. Dalam hal ini, informasi sejarah terkait keadaan darurat kesehatan di masa lalu berperan besar bagi penanganan covid-19 saat ini. Selain itu, mempermudah akses arsip dengan menghadirkan layanan jarak jauh juga dapat membantu masyarakat terhubung satu sama lain sehingga memberikan bantuan psikososial melalui arsip budaya, bahasa, dan ekspresi kreatif.
Keempat, mendorong individu, pembuat kebijakan, dan komunitas ilmiah untuk menghargai nilai kemanfaatan lembaga arsip sebagai pemegang memori dunia dalam semua manifestasinya. Lembaga kearsipan harus dapat diandalkan sebagai penjaga informasi yang berkualitas, terlebih lagi di tengah meningkatnya disinformasi seputar pandemi covid-19. Demi mereduksi disinformasi, lembaga arsip dapat mengumpulkan, membuat katalog, dan menyebarluaskan informasi ilmiah berbasis fakta dan menyediakan perspektif kritis dan komparatif.
Ke depannya, empat bidang utama tanggung jawab bersama ini diharapkan dapat mewujudkan ketersediaan arsip yang lengkap tentang pandemi covid-19 sehingga kita dapat mencegah berjangkitnya kembali penyakit ini dan lebih siap mengelola dampaknya di masa selanjutnya.
Proyek Kearsipan Covid-19
Universitas-universitas di Amerika Serikat telah memiliki inisiatif yang baik dalam menangani covid-19. Walaupun beberapa inisiatif itu muncul sebelum Deklarasi UNESCO, semangat yang diusung tetap sama.
Arsip universitas atau lembaga kearsipan perguruan tinggi dari berbagai kampus ternama, seperti Harvard University, Vanderbilt University, Ball State University (BSU), University of Nebraska at Omaha, dan Arizona State University, meluncurkan proyek kearsipan covid-19. Tujuannya mengarsipkan pengalaman seluruh civitas akademikanya dalam menghadapi covid-19.
Kegiatan kearsipan berfokus pada pengalaman personal dan komunitas lokal. Proyek kearsipan covid-19 tersebut merupakan kegiatan terbesar yang bermula dari inisiatif universitas, yaitu arsip digital, dengan sistem crowdsourcing (urun daya) “A Journal of the Plague Year: An Archive of COVID-19” besutan Arizona State University.
Sama seperti proyek dari universitas lainnya, platform tersebut menjadi tempat menghimpun memori personal maupun komunitas, berupa foto, teks, video, dan konten lainnya. Platform ini berhasil berkembang luas dengan cakupan kurator dan kontributor dari seluruh wilayah Amerika Serikat hingga Australia.
Upaya serupa juga datang dari National Library of Medicine dengan membuat Global Health Events web archive. Di dalamnya, termuat 200 website tentang beberapa krisis kesehatan, seperti wabah ebola 2014 dan 2016; penyakit virus zika 2015—2016; dan covid-19 yang diarsipkan dari berbagai website dan media sosial milik pemerintah dan non-government organizations (NGO), jurnalis, petugas kesehatan, dan ilmuwan di Amerika Serikat dan seluruh dunia.
Lebih lanjut, selain beberapa lembaga di atas, Public-Source, sebuah perusahaan Inggris, bekerja sama dengan majalah fotografi Then There Was juga melakukan pengumpulan cerita untuk arsip covid-19. Mereka melakukannya dengan menampilkan karya para fotografer dan penulis dari seluruh dunia yang merekam kehidupan selama merebaknya virus corona.
Menjadi Titik Balik
Jika mengacu Deklarasi UNESCO dan melihat beberapa inisiatif proyek kearsipan covid-19 di luar negeri, sangat terasa betapa jauh tertinggalnya Indonesia.
Para sejarawan dan mahasiswa sejarah, serta pihak lainnya yang membutuhkan arsip, masih harus gigit jari karena tutupnya layanan kearsipan. Sementara itu, layanan daring (online) masih belum mengempuni dari segi kelengkapan dan ketersediaan arsip. Inisiatif proyek kearsipan covid-19 pun juga belum muncul.
Pandemi covid-19 telah membatasi semua sendi kegiatan, termasuk kearsipan. Walaupun demikian, nasihat orang bijak berkata bahwa keterbatasan akan memicu kreativitas.
Terlebih, akhir-akhir ini pemerintah telah masif mengimbau setiap masyarakat agar terbiasa dengan kelaziman baru (new normal) untuk menghadapi penyebaran covid-19. Segala keterbatasan ini mungkin saja akan menjadi akselerator bagi kearsipan Indonesia agar dapat terselenggara secara ideal, dengan akses yang luas untuk mengemban Deklarasi UNESCO.
Bersambut baik, pada Hari Kearsipan Nasional ke-49 18 Mei 2020 lalu, beberapa diskursus tentang kearsipan dan covid-19 mulai muncul ke permukaan, menjadi narasi yang digulirkan. Bahkan, beberapa di antaranya menggelar webinar mengenai peran arsip saat pandemi covid-19, seperti yang diselenggarakan ANRI dan Asosiasi Arsiparis Indonesia (AAI).
Kendati sekadar seremonial, tidak menutup kemungkinan ini akan menjadi awal sebuah titik balik penyelenggaraan kearsipan Indonesia menuju paradigma global. Dengan demikian, ke depannya masyarakat dapat semakin mudah mengakses arsip supaya tidak ada lagi masyarakat yang abai di kala pandemi.
*) Analis Kearsipan ANRI dan Penikmat Sejarah
Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mencerminkan kebijakan institusi tempat penulis bekerja
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN