- Nasional
Soal SE Tarif Rapid Test, Persi: Rumah Sakit Belum Siap
13 Juli 2020 , 16:40

JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menetapkan harga tertinggi rapid test mandiri. Meski menyambut positif, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) merasa rumah sakit membutuhkan waktu penyesuaian.
Sekretaris Jenderal Persi, Lia G. Partakusuma mengatakan, hal itu disebabkan karena masih banyak rumah sakit yang menggunakan alat rapid test yang dibeli dengan harga cukup tinggi. Alat rapid test tersebut dibeli sebelum aturan dari Kemenkes terbit.
"Tentu otomatis rumah sakit akan bersedia mengikuti itu. Tapi kamu harus akui kami sangat kaget karena rumah sakit belum siap," kata Lia saat diskusi daring di Graha BNPB, Jakarta, Senin (13/7).
Lia mengatakan, keberhasilan aturan mengenai harga tertinggi rapid test sebesar Rp150 ribu ditentukan juga campur tangan pemerintah. Rumah sakit, kata Lia, sangat bergantung pada harga komponen rapid test yang dibeli dari produsen.
Pemerintah diharapkan bisa menekan produsen komponen rapid test yang masih menjual dengan harga tinggi. Di sisi lain, pemerintah juga perlu memberikan waktu bagi pihak rumah sakit untuk melakukan transisi.
"Kita sangat bergantung pada komponen itu (harga alat rapid test). Tapi Persi berusaha meminta rumah sakit mematuhi dan mengikuti anjuran pemerintah," kata dia.
Aturan harga tertinggi tertuang pada Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Test Antibodi. SE tersebut ditandatangani oelh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Bambang Wibowo pada 6 Juli 2020.
Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan, Tri Hesty Widyastoeti menegaskan, pada prinsipnya SE tersebut atas laporan masyarakat terkait tingginya tarif rapid test. Kemenkes, kata Hesty, menginginkan masyarakat yang melakukan rapid test secara mandiri tidak kesulitan karena tingginya tarif.
"Kita juga mau menciptakan kewajaran tarif sehingga tidak ada komersialisasi. Agar pemeriksaan bermanfaat bagi masyarakat," kata Hesty.
Oleh sebab itu, dia mengimbau agar seluruh rumah sakit di Indonesia dapat mengikuti aturan yang telah dikeluarkan Kemenkes.
Pihak rumah sakit juga diminta bisa mengesampingkan untung rugi. Karena di dalam setiap pelayanan harus berpihak pada masyarakat. Apalagi dalam kondisi seperti saat ini.
Hanya saja, pihaknya belum membuat suatu aturan yang memiliki sanksi. "Ke depan kami akan melihat SE ini, apakah akan efektif atau tidak. Kalau dari kami sebetulnya tidak perlu sanksi, asalkan semua pihak menjalankan aturan yang ada," ujarnya. (Herry Supriyatna)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN