- Nasional
Soal Kalung Eucalyptus, Ahli: Bikin Malu Indonesia
08 Juli 2020 , 11:53

JAKARTA – Kalung eucalyptus yang diklaim bisa menjadi antivirus masih menjadi polemik di masyarakat. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 diminta mengambil langkah tegas dan berani.
Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI), Syahrizal Syarif mengatakan, Gugus Tugas harus melakukan edukasi kepada masyarakat, serta memberikan pernyataan bahwa kalung itu tergolong aromaterapi dan terbuat dari herbal.
"Tidak benar bisa menjadi antivirus. Kasihan masyarakat. Masalahnya Gugus Tugas berani tidak melawan menteri?" kata Syahrizal kepada Validnews melalui sambungan telepon, Rabu (8/7).
Menurut dia, kalung eucalyptus tak jauh berbeda dengan suplemen. Sah-sah saja kalau Kementerian Pertanian (Kementan) bakal memproduksi massal. Namun, tidak benar apabila Kementan mengklaim kalung tersebut sebagai penangkal covid-19.
Syahril menganggap, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sudah sangat berlebihan. "Kalau saya jadi presiden, langsung saya ganti menterinya. Bikin malu Indonesia," kata dia.
Belakangan ini, masyarakat memang sedang ramai memperbincangkan produk eukaliptus yang dikembangkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementan.
Produk eucalyptus yang dikembangkan oleh Balitbangtan Kementan telah diuji molecular docking dan uji vitro. Berdasarkan kedua uji tersebut, minyak atsiri eucalyptus citridora ditemukan dapat menginaktiviasi virus avian influenza subtype H5N1, gammacorona virus, dan betavoronavirus.
Saat ini tiga produk turunannya yang berbentuk roll on, inhaler, dan kalung aromaterapi telah mendapat izin BPOM untuk kriteria jamu. Sejumlah pihak mendorong Kementan untuk secepatnya melakukan uji klinis sehingga statusnya bisa dinaikkan menjadi obat herbal terstandar (OHT).
Guru Besar Biologi Molekuler Universitas Airlangga (Unair) yang juga Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin di Professor Nidom Foundation (PNF), Chairul Anwar Nidom menilai, peneliti Balitbang Kementan harus melakukan kolaborasi dengan para peneliti penyakit dan kuman penyakit (patogen).
Hal itu guna melakukan riset lebih dalam pada eucalyptus, serta ditingkatkan dengan fasilitas riset yang canggih dan berteknologi. "Harus diselesaikan dengan dukungan dana riset, fasilitas, dan sumber daya manusia (SDM) yang unggul," katanya. (Herry Supriyatna)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN