- Nasional
Setara Ingatkan Pemda Berperan Tingkatkan Toleransi
08 April 2021 , 19:41

JAKARTA - Ketua Setara Institute Hendardi menilai pemerintah daerah khususnya kota, memiliki tugas meningkatkan nilai toleransi dan keragaman di masyarakat.
Ia menuturkan, laporan Setara Institute ke-14 mengenai KBB di masa pandemi covid-19 tahun 2020, ada 180 peristiwa, dengan 422 tindakan pelanggaran KBB. Sedangkan tahun 2019, terjadi 200 peristiwa pelanggaran KBB, namun dari sisi tindakan adalah 327 pelanggaran.
"Kita juga menyaksikan beberapa aksi terorisme dan penangkapan terduga teroris, yang mengancam perdamaian kita sebagai masyarakat bhinneka," kata dia pada acara Promosi Toleransi dan Penghormatan Terhadap Keberagaman di Tingkat Kota, disaksikan virtual, Kamis (8/4).
Dari 422 tindakan yang terjadi, disebutkan bahwa 238 di antaranya dilakukan oleh aktor negara. Sementara, 184 di antaranya dilakukan oleh aktor non-negara.
Tindakan tertinggi yang dilakukan oleh aktor negara adalah diskriminasi (71 tindakan). Sedangkan, tindakan tertinggi oleh aktor non-negara adalah intoleransi (42 tindakan).
Oleh karena itu, ia mengatakan, memajukan toleransi, penerimaan atas perbedaan dan penghormatan terhadap orang lain menjadi keharusan. Hal itu sebagai modal hidup berdampingan secara damai, di tengah keberagaman.
Ia juga menuturkan, toleransi merupakan DNA masyarakat sebagai warga bangsa. Sebab secara historis, nenek moyang telah mewariskan toleransi, agar dapat saling berinteraksi. Kemudian, harus ada budaya gotong-royong membangun kerukunan dan harmoni.
Pada kesempatan sama, Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani mengatakan, guna mempromosikan praktik-praktik toleransi terbaik kota-kota di Indonesia, pihaknya selalu merilis Indeks Kota Toleran (IKT).
Tujuan daripada IKT adalah untuk memberikan baseline dan status kinerja pemerintah kota, serta pengetahuan kepada masyarakat tentang kondisi toleransi di 94 kota di Indonesia.
Inisiatif Pemerintah Pusat
Ismail juga sampaikan, ada peningkatan inisiatif di pemerintah pusat, dalam rangka mengatasi persoalan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB), serta intoleransi dan diskriminasi di Indonesia.
"Setidaknya di akhir tahun lalu dan awal tahun ini, ada inisiatif-inisiatif yang lebih konkrit dibandingkan dengan periode kepemimpinan Pak Jokowi disebelumnya," kata Ismail.
Menurut dia, inisiatif itu antara lain seperti munculnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024.
Perpres ditandatangani Jokowi pada 6 Januari 2021 dan diundangkan sehari setelahnya. Perpres tersebut memuat rencana pelatihan dan sosialisasi untuk pencegahan ekstrimisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme di masyarakat. Terutama pelatihan pengelolaan rumah ibadah dan penceramah.
Kemudian, Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, dan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas, soal penggunaan seragam dan atribut di lingkungan sekolah.
"Kebijakan pembebasan seragam ini adalah paradigma konstitusi dan hak asasi," pungkasnya.
Inisiatif lainnya adalah pemerintah melakukan pembubaran Front Pembela Islam (FPI) pada 30 Desember 2020 lalu. Setara memandang, FPI adalah organisasi yang kerap menjadi aktor intoleransi di Indonesia.
"Lalu ada juga inisiasi revisi peraturan bersama antara menteri agama dan menteri dalam negeri terkait dengan peran kepala daerah. Dan yang terakhir ada inisiasi pencegahan kerja-kerja diskriminatif di tubuh Kemendagri," sambung dia.
Namun demikian, ia menilai, upaya-upaya yang telah diambil pemerintah pusat tidak akan maksimal tanpa dukungan dan peran kepala daerah. Karena itu, ia berharap, kepala daerah bisa mengawal inisiatif yang pemerintah pusat. (Maidian Reviani)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN