- Ekonomi
Sampai Mei, Rupiah Bisa Anjlok ke Rp14.500
12 Februari 2019 , 19:28

JAKARTA – Kondisi rupiah diperkirakan sulit membaik dalam beberapa bulan ke depan. Bahkan dalam tempo 2—3 bulan ke depan, mata uang Garuda diproyeksikan bisa anjlok ke kisaran Rp14.300—14.500 per dolar Amerika Serikat (AS). Banyaknya sentimen negatif dari dalam negeri ditambah ketegangan global yang tak kunjung mereda menjadi penyebabnya.
“Kalau diprediksi sampai bulan Mei, itu rupiah bisa berpotensi sampai ke Rp14.300—14.500. Jadi, tren 2—3 bulan ke depan rupiah akan melemah karena tidak cukup banyak sentimen positifnya,” tutur ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov, kepada Validnews di Jakarta, Selasa (12/2).
Ia menjabarkan, dari dalam negeri setidaknya ada tiga sentimen negatif yang menghantui kurs rupiah. Sentimen negatif pertama terkait dengan kondisi transaksi berjalan 2018 yang tercatat negatif 2,98% dari produk domestik bruto (PDB). Meningkat jauh dibandingkan kinerja 2017 di mana transaksi berjalan hanya defisit 1,6% dari PDB. Sejak rilisnya diungkap pada Jumat (8/2) lalu, rupiah memang mulai tampil terseok.
“Kedua, menjadi sentimen negatif juga adanya defisit perdagangan barang meskipun defisitnya masih kecil. Itu menggambarkan empat tahun upaya pemerintah untuk mendorong sektor riil, ternyata kontradiktif dengan realitas,” papar peneliti ini lagi.
Lalu yang ketiga, adanya penurunan harga BBM nonsubsidi yang dipicu dari turunnya harga minyak mentah dunia. Penurunan harga BBM ini dipandang akan membuat neraca perdagangan migas sudah mulai bergejolak sejak awal tahun karena indikasi konsumsi yang akan bertambah karena turunnya harga. Di mana permintaan dolar pun akan lebih banyak sehingga berpengaruh pula pada nilai tukar mata uang garuda.
Sementara itu, sentimen negatif dari luar terkait dengan kondisi perang dagang AS-China yang tidak kunjung menunjukkan jalan keluar terbaik. Arah perang dagang yang belum menentu dari kedua negara adi daya tersebut membuat kondisi global menegang.
“Lalu ada juga perang teknologi, perang masa depan. Yang ketiga masalah Brexit. Itu tiga isu utama yang menyebabkan gejolak global. Nanti ujungnya bisa memengaruhi tingkat konsumsi maupun produksi global,” jelasnya lagi.
Per Selasa (12/2) berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah memang sudah kembali terpuruk ke level Rp14.088 per dolar AS. Terpeleset hingga 93 poin dibandingkan kurs tengah pada Senin (11/2) kemarin di angka Rp13.995 per dolar AS.
Abra berpandangan, nilaI tukar ke depan pun akan makin sulit untuk diprediksi. Dikarenakan banyak anomali dari faktor luar yang membuat kondisi nilai tukar mata uang sangat mudah bergejolak.
Karena itu pulalah, sulit menggambarkan bagaimana kondisi mata uang garuda hingga akhir tahun. Namun dengan kondisi saat ini, gambaran 2—3 bulan ke depan setidaknya masih bisa diproyeksikan.
Abra menyebutkan, faktor geopolitik globallah yang menjadi anomali terkuat dalam memengaruhi kurs mata uang. Khususnya terkait hubungan antar negara-negara besar, mulai dari AS, China, sampai Eropa.
“Itu yang seketika bisa mengubas konteslasi kebijakan global. Itu memengaruhi harga minyak mentah. Memengaruhi kebijakan The Fed,” pungkas Abra. (Teodora Nirmala Fau)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN