- Ekonomi
SWF Akan Beroperasi Sebelum Akhir Kuartal I/2021
14 Januari 2021 , 20:30

JAKARTA – Lembaga Pengelola Investasi atau LPI (Sovereign Wealth Fund/SWF) yang dinamakan Indonesia Investment Authority (INA) ditargetkan beroperasi sebelum kuartal I/2021 berakhir.
“Mudah-mudahan sebelum kuartal I/2021 berakhir kita sudah bisa mendapatkan SWF ini up and running,” kata Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi Masyita Crystallin dalam Zooming With Primus: SWF Effect Bagi Ekonomi, Jakarta, Kamis (14/1).
Dia bilang, modal awal untuk membentuk INA mencapai Rp75 triliun. Bentuknya Rp15 triliun uang tunai dan sisanya seperti barang milik negara (BMN), saham BUMN, hingga piutang pemerintah di BUMN.
Dari modal tersebut, sambungnya, diharapkan keuntungan yang didapat tiga kali lipat besarannya, yakni Rp225 triliun dan akan berkembang seiring berjalannya lembaga tersebut.
“Dengan Rp75 triliun dasar ini kita berharap kalau leverage at least tiga kali sudah dapat Rp225 triliun awalan ini akan tetapi ini kita harapkan terus berkembang dan bergulir dana investasinya,” ujar Masyita.
Masyita melanjutkan, dari pembicaraan dengan mitra strategis, sudah banyak investor yang tertarik di Indonesia. Alasannya, karena Indonesia memiliki demografi yang masih muda.
“Kemudian kita punya middle class dan expiring middle class yang jumlahnya lebih dari 170 juta orang. Jadi pertumbuhan ekonomi masih menjadi salah satu yang menarik,” ujar dia.
Menurutnya, konsen dari investor global adalah pertanyaan bagaimana jika mereka ingin berinvestasi di Indonesia dan harus pergi ke mana. Untuk itu, INA dibentuk sebagai lembaga independen yang langsung melaporkan hasil kerjanya kepada presiden.
Saat ini pemerintah telah menyelesaikan tiga payung hukum mengenai INA. Di antaranya dua PP yang mengatur terkait modal LPI yaitu PP Nomor 73 Tahun 2020 dan PP Nomor 74 Tahun 2020.
Dalam PP Nomor 73 Tahun 2020 tentang Modal Awal LPI yang menjelaskan modal awal LPI sebesar Rp15 triliun adalah bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2020.
Sementara PP Nomor 74 Tahun 2020 menyebutkan modal LPI secara keseluruhan adalah Rp75 triliun dengan penyetoran modal awal Rp15 triliun sehingga ini menunjukkan masih terdapat Rp60 triliun sisa modal yang akan diserahkan pemerintah tahun ini.
Sebagaimana diketahui, pada akhir November 2020, US DFC telah menandatangani surat minat untuk menginvestasikan US$2 miliar ke INA. Komitmen investasi juga datang dari JBIC yang telah berkomitmen untuk menginvestasikan US$4 miliar.
Umumkan Dewas Minggu Depan
Masyita melanjutkan, anggota dewan pengawas (dewas) dari profesional akan diumumkan minggu depan. Dia bilang, dewas dari unsur pemerintah akan diwakili Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri BUMN Erick Thohir.
“Jadi dewas yang sudah diumumkan ini Insyaallah minggu depan itu akan langsung membentuk komite-komite termasuk untuk meng-hire dewa direktur,” ujarnya.
Seperti diketahui, Selasa (12/1) lalu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyerahkan Surat Presiden tentang LPI kepada Ketua DPR Puan Maharani. Surat Presiden Nomor R-03/Pres/01/2021 itu berisi nama-nama Dewan Pengawas LPI.
Masyita mengungkapkan, nantinya ada komite yang berisi para ahli yang bisa berupa gabungan dari mitra investasi strategis. Nantinya, para ahli dari mitra strategis itu disebut dapat memberikan masukan.
“Akan tetapi, seperti yang saya sampaikan tadi, pengambilan keputusannya based on business jadi tujuannya capital maximization untuk semua aset yang ada dalam SWF dan juga bagi semua investor termasuk pemilik SWF yaitu Republik Indonesia sendiri,” katanya.
Center of Reform on Economic atau Core Indonesia berharap dewas dari kalangan profesional memiliki integritas, manajerial, hingga pengalaman panjang khususnya di bidang yang berkaitan dengan investasi dan keuangan.
Tidak hanya itu, sosok yang mempunyai pengalaman di birokrasi pemerintah juga dinilai menjadi nilai plus juga. Hal ini dikarenakan sifatnya komprehensif, komposisi manajemen disebut harus bervariasi dalam latar belakang profesional.
“Setidaknya profesional di bidang investasi, keuangan, pengawasan hukum, hingga perbankan,” kata Ekonom Core Indonesia Yusuf Rendy Manilet kepada Validnews di Jakarta, Kamis (14/1). (Rheza Alfian)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN