- Nasional
GELORA KEJAYAAN MARITIM INDONESIA
SUMBER DAYA KELAUTAN DALAM KERANGKA KONSEPSI GEOPOLITIK
29 Oktober 2018 , 19:21

Oleh: Mohammad Widyar Rahman, M.Si*
Era Presiden Joko Widodo telah mengembalikan semangat kemaritiman bangsa ini dengan menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Dalam pidatonya pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-9 East Asia Summit (EAS) tanggal 13 November 2014 di Nay Pyi Taw, Myanmar, Presiden Jokowi menegaskan konsep Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Konsep tersebut kemudian dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Visi tersebut menegaskan kembali terkait geopolitik Indonesia yang selama ini belum seluruhnya terselesaikan seperti sengketa batas maritim. Konektivitas antara ruang darat, laut dan udara sebagai identifikasi wilayah dalam menghadapi tantangan dinamika perkembangan geopolitik dan geostrategis pada tataran global, regional maupun nasional yang semakin kompleks.
Perjuangan mewujudkan konsep wawasan nasional sebenarnya telah dilakukan sejak tahun 1957 itu baru berhasil setelah diterimanya Hukum Laut Internasional III Tahun 1982, pokok-pokok asas negara kepulauan diakui dan dicantumkan dalam United Nation Convention on the Law of the Sea atau Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS). Pemerintah Indonesia meratifikasi UNCLOS 82 melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 pada tanggal 31 Desember 1985. Berlakunya UNCLOS 82 berpengaruh pada upaya pemanfaatan laut bagi kesejahteraan, seperti bertambahnya Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Landasan Kontinen Indonesia.
Pembangunan kemaritiman memberikan mandat bahwa wilayah laut bukan lagi sebagai pemisah wilayah negara, tapi justru sebagai perekat seluruh pulau-pulau di wilayah Indonesia dan unsur terpenting dalam pembangunan poros maritim sehingga perlu didukung oleh pembangunan daerah. Dalam mewujudkan amanat undang-undang kelautan, pemerintah pusat bertanggung jawab atas penataan ruang laut di atas 12 mil. Selain itu, pemerintah daerah bertanggung jawab atas penataan ruang laut di bawah 12 mil. Landasan tata ruang sangat penting dalam menentukan aktivitas ekonomi sektoral dalam rangka mencegah tumpang-tindih atau konflik pemanfaatan ruang laut. Selama ini, hal tersebut menjadi salah satu kendala terkait kepastian investasi.
Di sisi lain, penetapan ruang laut juga harus melindungi pelaku ekonomi terlemah seperti nelayan dan pembudidaya ikan. Penataan ruang baik di atas 12 mil maupun di bawah 12 mil belum tertata dengan baik. Hal ini dapat kita lihat dari potensi konflik di wilayah pesisir dan pola jaringan pipa bawah laut yang belum tertata dengan baik. Perbatasan antarnegara di kawasan Asia Tenggara pun belum sepenuhnya selesai. Potensi sumber daya yang cukup besar di wilayah perbatasan dapat menjadi isu pertahanan keamanan karena terkait dengan kedaulatan negara.
Ekonomi Kelautan
Konsep pembangunan ekonomi kelautan bersifat multisektoral. Menurut BAPPENAS (2014) konsep pembangunan kelautan Indonesia dibangun oleh tujuh sektor, yaitu: Perhubungan laut, Perikanan, Wisata Bahari, Industri Maritim, Energi dan Sumber Daya Mineral, Bangunan Laut, dan Jasa Kelautan. Semuanya memiliki potensi besar dalam peningkatan ekonomi nasional. Sektor sumber daya kelautan dan perikanan sebagai sumber utama berfokus pada peningkatan produksi dan produktivitas usaha kelautan dan perikanan, berkembangnya diversifikasi dan pangsa pasar produk hasil kelautan dan perikanan, terwujudnya pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan.
Penyebaran daerah penangkapan ikan di Indonesia mencapai luas sekitar 5,8 juta km2 yang terbagi menjadi sebelas Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), yaitu Selat Malaka, Samudera Hindia (2 WPPNRI), Laut Cina Selatan, Laut Jawa, Selat Makassar-Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tomini-Laut Seram, Laut Sulawesi, Samudera Pasifik, dan Laut Arafura-Laut Timor. Potensi lestari sumber daya ikan di Indonesia saat ini mencapai 9,9 juta ton yang tersebar di sebelas WPPNRI. Potensi tersebut terdiri dari ikan pelagis kecil 3,52 juta ton, ikan pelagis besar 2,49 juta ton, ikan demersal 2,32 juta ton, ikan karang 977 ribu ton, udang penaeid 327 ribu ton, lobster 8,8 ribu ton, kepiting 44,5 ribu ton, rajungan 48,7 ribu ton, dan cumi-cumi 197 ribu ton (BPS, 2017).
Di samping potensi perikanan tangkap, wilayah pesisir Indonesia juga memiliki potensi perikanan budidaya laut seluas 12.123.383 hektare. Potensi perikanan budidaya laut tersebut baru termanfaatkan sekitar 281.474 hektare, atau hanya sekitar 2,32% dari potensi perikanan budidaya laut yang dimiliki Indonesia. Jenis komoditas perikanan budidaya laut mencakup rumput laut, udang, dan berbagai jenis ikan seperti Kerapu, Kakap, Bandeng dan sebagainya. Potensi ini perlu dikembangkan melalui peningkatan nilai tambah produk sehingga dapat meningkatkan daya saing tinggi. Apabila dimanfaatkan secara optimal tentu saja dapat memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan ekonomi masyarakat dan pembangunan wilayah.
Berdasarkan data BPS (2017), pada tahun 2016 kontribusi perikanan dalam Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 19,00%. Volume ekspor hasil perikanan pada periode 2012-2015 mengalami kenaikan sebesar 1,49% per tahun. Sebaliknya volume impor perikanan mengalami penurunan sebesar 6% per tahun pada periode yang sama. Selama periode tahun 2011-2015, tren ketersediaan ikan untuk konsumsi terus mengalami kenaikan, yaitu sebesar 8,69% atau rata-rata sebesar 9,96 juta ton ikan per tahun. Persediaan ikan untuk konsumsi yang terus mengalami kenaikan kemungkinan berasal dari besarnya impor perikanan dan adanya overfishing. Produksi perikanan tangkap selama kurun tahun 2011-2016 mengalami pertumbuhan sebesar 13,19%. Kenaikan tersebut didorong oleh peningkatan produksi perikanan tangkap di laut sebesar 9,49% dan peningkatan produksi perikanan tangkap di perairan umum sebesar 3,02%. Perikanan budidaya mengalami pertumbuhan hanya sebesar 2,91% pada kurun periode yang sama.
Sisi lain sumber daya kelautan Indonesia yang memiliki nilai strategis yaitu komoditas garam. Kebutuhan garam nasional tahun 2018 ini mencapai 4,2 juta ton per tahun. Kebutuhan tersebut mencakup garam konsumsi dan industri. Saat ini, untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Indonesia masih bergantung pada impor. Pada tahun 2017, impor garam Indonesia mencapai 2,2 juta ton.
Sektor-sektor lainnya yang dapat menunjang pembangunan kelautan Indonesia di antaranya pentingnya konektivtas perhubungan laut melalui kebijakan tol laut yang dapat menghubungkan antarpulau di seluruh wilayah Indonesia dan terintegrasi dengan jalur internasional dalam menunjang distribusi barang dan jasa. Hal ini bertujuan agar dapat menurunkan disparitas harga antarwilayah timur dan wilayah barat.
Dalam mendukung kebijakan tol laut tersebut, industri maritim Indonesia, konektivitas maritim juga perlu ditunjang oleh industri perkapalan nasional yang tangguh. Saat ini, perkembangan industri perkapalan nasional belum optimal. Pentingnya industri perkapalan nasional karena dapat menopang sektor lain seperti industri pelayaran dan logistik.
Kemudian, wilayah laut Indonesia menyimpan potensi sumber daya energi dan mineral yang cukup besar. Menurut BPS (2017) minyak dan gas bumi (migas) mendominasi potensi energi yang tersimpan di laut Indonesia. Cadangan migas Indonesia sekitar 70% terdapat di cekungan-cekungan tersier lepas pantai dan lebih dari separuhnya terletak di laut dalam. Hal tersebut telah terindikasi 66 cekungan migas di seluruh Indonesia, di mana sebagian besar terletak di darat dan laut dangkal perairan teritorial dan hanya beberapa cekungan yang terletak di landas kontingen (cekungan busur muka). Dari seluruh cekungan yang telah terindikasi, 16 cekungan di antaranya telah berproduksi, 8 cekungan berpotensi, dan 42 cekungan belum dieksplorasi.
Sebagai pengembangan dari konektivitas perhubungan laut Indonesia, sektor jasa lingkungan melalui wisata bahari yang berkaitan erat dengan laut dan pesisir. Wisata bahari Indonesia menyimpan sejuta pesona untuk dikembangkan bahkan keindahan laut Indonesia dikenal hingga ke manca negara. Data dari Kementerian Pariwisata (2015) menunjukkan bahwa wisatawan lebih banyak memilih wisata pantai (60%) dibandingkan wisata laut (25%) seperti cruise dan yacht ataupun wisata bawah laut (15%) seperti diving dan snorkeling.
Tantangan Regional dan Global
Atas dasar potensi ekonomi sektor kelautan yang cukup besar dalam menopang pembangunan nasional, kondisi geografis sekitar 70% wilayahnya adalah lautan, secara geopolitik dan geostrategis kawasan Indonesia menghadapi tantangan yang sangat besar ke depan. Cita-cita menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia harus mampu memastikan bahwa faktor keamanan dan keselamatan di wilayah laut menjadi prioritas utama dalam pengelolaan potensi perekonomian dan potensi-potensi lain sebagai konsekuensi posisi strategis wilayah laut Indonesia di dunia (Hanim & Noorman, 2017).
Aspek pertahanan keamanan dalam kaitannya dengan terorisme, illegal fishing, narkoba dan kriminalitas lainnya berpotensi mengancam kedaulatan laut Indonesia. Aspek pentingnya Kebijakan Satu Peta dapat menjadi pedoman terkait batas wilayah yang dimulai dari administrasi desa. Hal ini sangat penting mengingat potensi konflik wilayah dimulai dari skala luasan wilayah ini. Hal ini sekaligus menegaskan batasan wilayah negara. Saat ini, Kebijakan Satu Peta yang tersedia pada skala 1:50.000. Padahal, peta penataan ruang di tingkat kabupaten/kota saja membutuhkan skala peta 1:25.000. Sementara itu, untuk Rencana Detail Tata Ruang membutuhkan skala peta 1: 5000. Hal ini menjadi tantangan ke depan bahwa pentingnya peta tidak hanya sebagai pedoman dalam pembangunan wilayah, tapi juga dapat menunjang aspek-aspek lainnya seperti eksplorasi sumber daya mineral.
Ditinjau dari geopolitik kawasan, berkembangnya Geo-Ekonomi dan Geopolitik Dunia, pusat ekonomi dunia ke depan diperkirakan akan bergeser terutama dari kawasan Eropa-Amerika ke kawasan Asia Pasifik. Kontribusi PDB negara berkembang terhadap PDB Dunia pada tahun 2019 diperkirakan akan mencapai 43,8%, di mana pada tahun 2010 hanya sebesar 34,1%. Akibatnya, aliran modal asing ke negara berkembang diperkirakan akan terus meningkat, terutama ke negara berkembang di kawasan Asia dan Amerika Latin. Sumber pertumbuhan akan bertumpu di negara berkembang, sehingga aliran perdagangan di kawasan ini akan meningkat, tidak saja perdagangan barang namun juga perdagangan jasa, seperti: jasa logistik dan distribusi, jasa transportasi, jasa keuangan, dan lain-lain (BAPPENAS, 2016a).
Pada posisi sebagai poros maritim dunia, Indonesia dapat berperan aktif berkontribusi dalam peradaban maritim dunia, berperan dalam global supply chain system (memiliki pangsa/share yang cukup dominan, menjadi hub dalam suatu rantai dan berperan dalam jaringan dan diplomasi dunia di bidang kelautan dan kemaritiman. Potensi ancaman terhadap sumber daya kelautan Indonesia dapat dieksploitasi oleh bangsa lain, posisi geografis akan dimanfaatkan negara lain menjadi hub, Indonesia akan menjadi negara “penonton”, penjaga lalu lintas Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) tanpa mendapat manfaat, bahkan bisa menghasilkan polusi yang ditimbulkan dari berbagai kegiatan tersebut (BAPPENAS, 2016b).
Oleh karena itu, kesadaran kita sebagai bangsa yang berada di posisi geostrategis dunia perlu memiliki konsep pembangunan berorientasi maritim yang kuat. Tantangan ke depan tidak hanya dari sisi internal, tapi juga menghadapi perubahan lingkungan maritim Indonesia dari sisi eksternal.
*) Peneliti Junior Visi Teliti Saksama
Referensi:
[BAPPENAS] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2016a. Konsep Mainstreaming Ocean Policy Kedalam Rencana Pembangunan Nasional. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
[BAPPENAS] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2016b. Prakarsa Strategis Optimalisasi Pemanfaatan Potensi Kelautan Menuju Terwujudnya Indonesia Sebagai Poros Maritim. Jakarta: Deputi Bidang Kemaritiman Dan Sumberdaya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Statistik Sumberdaya Laut dan Pesisir. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/03/27/inilah-neraca-garam-indonesia-2017 [diakses pada tanggal 29 Oktober 2018]
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/14/204555326/kebutuhan-garam-nasional-capai-42-juta-ton-per-tahun [diakses pada tanggal 29 Oktober 2018]
Hanim, L dan Noorman, M S, 2017. Kebijakan Kelautan Dalam Rangka Menjaga Dan Mengelola Sumber Daya Alam Laut Sebagai Upaya Mewujudkan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia, Legality, 25 (1): 1-12.
Kementerian Pariwisata. 2015. http://www.kemenpar.go.id/asp/detil.asp?c=16&id=2945, [diakses tanggal 29 Oktober 2018].
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN