- Nasional
Program Pencegahan HIV Masih Minim Libatkan Masyarakat
02 Desember 2020 , 17:08

JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menekankan, momentum peringatan Hari AIDS 2020 dapat memperkuat kerja sama dan sinergi dalam melaksanakan pencegahan serta pengendalian HIV/AIDS. Namun, Program Manajer Yayasan Karisma Wahyu Khresna mengatakan, kata kerja sama dan sinergi ini akan lebih indah apabila benar diimplementasikan oleh pemerintah.
Sepenglihatannya, pemerintah dalam menjalankan program pencegahan dan penanggulangan HIV/ADIS sangat sedikit melibatkan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) maupun komunitas. Padahal salah satu motor penggerak dalam merealisasikan berbagai program yang ada ini adalah para ODHA maupun komunitas di lapangan.
"Sayang sekali, pemerintah hanya menjadikan kita ini sebagai pelaksana project saja. Keputusan-keputusan penting yang diambil oleh pemerintah sedikit sekali kita dilibatkan," kata dia dalam Konferensi Pers Matinya Kolaborasi di Tengah Selebrasi Hari AIDS Sedunia 2020 secara virtual, Selasa (2/12).
Menurutnya, contoh paling konkret tidak terlibatnya komunitas dalam kerja penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia dapat terlihat dari tidak adanya aktivis yang menjadi anggota Panel Ahli HIV/AIDS. Kemudian, pendanaan oleh pemerintah pun juga terbatas.
"Kita tahu pemerintah hanya melakukan sebagian programnya dari keseluruhan program," ucapnya.
Oleh karena itu, ia menilai perlu ada acuan kerja yang jelas antara pemerintah dan komunitas. Apabila benar-benar ingin mewujudkan kerja sama dan sinergi dalam melaksanakan pencegahan serta pengendalian HIV/AIDS di negeri ini.
Ia menilai, yang terjadi dan terlihat saat ini hanya komunitas saja yang terus melakukan advokasi kepada stakeholders. Padahal, pencegahan dan penanggulangan adalah tugas bersama.
Sementara, Manajer Advokasi Lentara Anak Pelangi Natasya Taslim juga mengatakan, kolaborasi merupakan upaya yang sangat penting apabila Indonesia ingin mengakhiri epidemi HIV/AIDS pada tahun 2030.
Namun, ia berharap kolaborasi yang dimaksudkan oleh pemerintah tidak hanya sekadar menghadirkan mereka untuk menjadi pembicara di dalam seminar dan acara-acara seremonial, tapi juga kepada pelibatan masyarakat sipil termasuk ODHA di setiap pengambilan kebijakan.
Menurutnya, sebagai masyarakat sipil mereka punya ruang untuk berpartisipasi dalam memberikan masukan di setiap pengambilan kebijakan maupun keputusan.
"Karena ini menyangkut masa depan dan kehidupan teman-teman juga," ucap dia.
Koordinator Nasional Jaringan Gaya Warna Lentara Indonesia (GWL-INA) Tengku Surya Mihari pun menilai, apabila terus tidak adanya kolaborasi yang baik dan populasi kunci masih dikriminalisasi, maka mustahil Indonesia bisa mengakhiri epidemi HIV/AIDS pada 2030.
"Untuk yang 2020 saja begini, apalagi 10 tahun yang akan datang dengan kondisi sepeti ini. Apabila masih alat-alat yang digunakan untuk pencegahan dijadikan barang bukti, menurut saya gak akan juga bisa berhasil," jelasnya.
Diketahui, tanggal 1 Desember diperingati sebagai Hari HIV/AIDS sedunia yang kerap ditandai dengan penggunaan pita merah.
Indonesia pun telah sepakat untuk mengakhiri HIV/AIDS pada tahun 2030, yakni dengan tiga indikator utama. Pertama, tidak adanya infeksi HIV baru. Kedua, tidak adanya kematian yang disebabkan akibat HIV. Terakhir, tidak ada lagi diskriminasi bagi pengidap HIV.
Kemenkes mencatat kasus baru HIV pada tahun 2020 hingga akhir November atau pada masa pandemi covid-19, menurun dibandingkan tahun 2019.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, temuan kasus HIV baru di masyarakat turun hampir 40%, menjadi 32 ribu kasus pada tahun ini. Tahun sebelumnya, Kemenkes menemukan kasus sebanyak 52 ribu. (Maidian Reviani)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN