- Ekonomi
MEMBIDIK CUAN DARI TREN BERULANG
Preloved: Bergaya Sambil Melestarikan Lingkungan
17 Januari 2020 , 17:30

Oleh Sita Wardhani S, SE, MSc*
Pakaian seken, demikian masyarakat Indonesia memberikan istilah keren dari barang bekas yang berasal dari kata secondhand, semakin digemari masyarakat. Para pemerhati fesyen, tidak lagi sungkan untuk menggunakan pakaian bekas, baik itu baju, maupun aksesoris lainnya, seperti sepatu, tas, dan aksesoris lainnya pelengkap gaya sehari-hari.
Barang seken pun saat ini memiliki istilah baru, yang membuat gengsinya naik kelas. Istilah yang sekarang digunakan adalah preloved, atau kadangkala juga disebut dengan preowned.
Tren dalam menggunakan pakaian seken pun terjadi di skala global. Statista mencatat bahwa penjualan pakaian secondhand secara global mengalami peningkatan pesat. Jika pada tahun 2012, nilai pasar dari pakaian secondhand adalah sebesar US$11 triliun, pada tahun 2018 nilainya meningkat menjadi USD 24 triliun.
Dapat dikatakan antara tahun 2012 hingga 2018 terjadi kenaikan transaksi jual beli secara mendunia sebesar 118%. Tren pakaian secondhand ini diperkirakan masih akan terus meningkat. Pada tahun 2023, diperkirakan nilainya mencapai US$51 triliun, dan meningkat lagi menjadi US$64 triliun pada tahun 2028, atau 1,5 kali lipat dari fast-fashion industry, yang diprediksi bernilai USD44 triliun di tahun yang sama.
Sebagai informasi, fast fashion industry adalah istilah lain dari industri pakaian jadi/siap pakai. Rancangan pakaian yang baru saja di perkenalkan oleh para model di atas catwalk secara cepat ditiru, diproduksi dan dijual dalam jumlah besar di toko-toko ritel pakaian dengan harga terjangkau. Filosofi dari fast fashion ini diaplikasikan oleh berbagai peritel pakaian global, seperti H&M, Zara, C&A, dan sebagainya.
Barang Preloved Menjamur
Di Indonesia, para fashionista tetapi thrifty pasti pernah ke Pasar Senen dan Pasar Baru di Jakarta. Kalau di Bandung, yang terkenal adalah Cimol. Cimol adalah sebutan lain dari pasar yang menyediakan baju-baju bermerek dan bekas yang dahulu berlokasi di jalan Cibadak, sehingga diberikan nama Mal Cibadak, disingkat menjadi Cimol. Namun, saat ini Cimol telah dipindah ke Pasar Gedebage, tetapi namanya masih melekat dan menjadi Pasar Cimol Gedebage.
Bagi pelajar dan mahasiswa yang memiliki uang saku terbatas, namun tetap ingin bergaya maka fesyen bermerek, bekas dengan kondisi yang masih bagus, menjadi alternatif. Sepatu Nike yang harganya bisa mencapai jutaan rupiah, ataupun tas merek Chanel ataupun LV jika beruntung, dapat ditemukan di pasar barang bekas, dengan harga sangat miring. Akibatnya, pasar-pasar seperti Pasar Senen, Pasar Baru, dan Pasar Cimol pun menjadi andalan dalam berburu baju dan aksesorinya.
Namun saat ini, barang bekas dan bermerek bukan melulu menjadi konsumsi mahasiswa atau individu-individu yang memiliki keterbatasan dana. Preloved, sebuah istilah yang disematkan pada barang bekas, membuatnya memiliki gengsi sehingga naik kelas.
Saat ini konsumen memiliki berbagai alternatif untuk berburu barang bekas. Mereka tidak perlu berpanas-panas mencari di pasar tradisional, tetapi sekarang banyak toko berlokasi di pusat perbelanjaan yang berpendingin pun banyak yang menjual pakaian bekas.
Tampilan barang yang dijual terlihat cantik dan rapi. Tidak terlihat sama sekali bahwa barangnya bukan barang baru. Salah satu indikator bahwa pakaian yang dijual adalah barang bekas selain harga yang murah, adalah stok barang hanya satu-satunya yang ditampilkan disitu.
Selain toko offline, berbagai toko online pun menyediakan jasa jual beli barang-barang preloved ini. Sebutlah marketplace, seperti Carousel, Prelo, dan Tinkerlust, merupakan beberapa toko daring yang menjual pakaian serta aksesori preloved. Tidak hanya pakaian, perabotan-perabotan yang sudah tidak terpakai lagi dapat dijual melalui marketplace besar, seperti OLX, Belanjabekas.Com, Bukalapak dan Tokopedia. Penjualan barang preloved secara online juga merupakan salah satu faktor yang mendorong peningkatan penjualan, terutama penjualan pakaian bekas.
Perilaku Konsumen Preloved
Keberadaan pasar barang seken sejak semula adalah alasan ekonomi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak mampu membeli barang baru. Namun demikian, terdapat juga beberapa individu yang meski mampu membeli barang baru, namun mereka tetap mau berburu barang seken. Biasanya individu seperti ini mencari pengalaman. Mereka menikmati pengalaman berburu, mencari barang berharga diantara tumpukan barang bekas.
Kepuasan menemukan barang yang ternyata bermerek, dengan kondisi masih layak pakai, bahkan kadang kala terawat, dengan harga sangat miring, bisa mencapai hanya 10% dari harga aslinya, adalah pengalaman yang mereka cari.
Motivasi perilaku belanja seperti ini disebut sebagai hedonic and recreational shopping motivation, dimana ada perasaan seperti berburu harta karun (Han, 2013). Terdapat juga unsur nostalgia dalam aktivitas berbelanja, di mana mereka mencari barang di antara tumpukan barang beraroma tua, berharga, serta memiliki model/gaya yang spesifik.
Sedangkan unsur rekreasi di sini adalah pengalaman berada di toko, berisi barang-barang tua. Mereka merasa seolah-olah sedang berada di museum, namun dengan barang-barang yang boleh mereka sentuh, pegang, bahkan beli dan di bawa pulang.
Bagi penggemar barang seken, ekonomi tidak selalu menjadi alasan. Terutama bagi individu yang sangat memperhatikan mode, ada beberapa diantara mereka yang menyukai gaya vintage. Untuk mendapatkan gaya vintage seperti ini, mereka dapat berburu ke toko barang seken, yang memang menjual barang-barang yang mungkin tidak lagi di jual di pasaran.
Faktor lain dari semakin meningkatkan ketertarikan orang terhadap barang seken adalah gaya selebritis panutan yang tidak malu mengakui bahwa mereka menggunakan pakaian bekas. Beberapa artis Hollywood yang tidak malu dan gemar berbelanja di toko seken di antarnya adalah Julia Roberts, Jada Pinkett -Smith, dan Zooey Deschanel. Tidak hanya itu, beberapa artis pria, seperti penyanyi Ryan Tedder, dan rapper Macklemore.
Preloved Melestarikan Bumi
Faktor yang mendorong mereka, dan banyak individu, terutama di negara maju, untuk membeli barang seken, adalah perhatian terhadap kelestarian lingkungan. Hal ini terungkap dalam sebuah survey yang dilakukan oleh salah satu toko secondhand daring berbasis di AS, Thredup, yang melihat ada peningkatan perilaku membeli produk yang ramah lingkungan. Sebanyak 72% konsumen membeli produk ramah lingkungan di tahun 2018, meningkat dibandingkan tahun 2013, sebesar 47%.
Bertolak dari perhatian terhadap lingkungan ini lah, kemudian mengkonsumsi barang bekas tidak lagi menurunkan gengsi. Dan hal ini kemudian dimanfaatkan dengan memunculkan istilah preloved. Sebuah marketing gimmick yang dapat menjaga nilai jual sebuah produk bekas, namun masih terpelihara dengan baik. Oleh karena itu, preloved semula berhubungan erat dengan barang-barang bermerek kelas atas, namun bekas. Di Indonesia pun, beberapa selebriti dan sosialita memiliki preloved shop. Bahkan terdapat sebuah acara tahunan yang memungkinkan para pemilik preloved shop berinteraksi langsung dengan pembelinya. Acara tersebut adalah Irresistable Bazaar, yang diklaim sebagai bazaar preloved branded terbesar di Indonesia saat ini, dan telah berlangsung sejak 2015.
Bergaya dengan pakaian dan aksesoris seken sekarang pun telah menjadi sebuah tren. Alih-alih mendapat barang bermerek dan murah, serta tetap fashionable, ternyata kita juga sekaligus dapat menyelamatkan bumi.
*Peneliti Utama dan Pengajar FEBUI
Referensi
Han, Jinhee, "Understanding second-hand retailing: A resource based perspective of best practices leading to business success" (2013).
Graduate Teses and Dissertations. 13636.
htps://lib.dr.iastate.edu/etd/13636
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN