- Yudisial
Polri Akui Keluarkan Surat Jalan Untuk Joko Tjandra
15 Juli 2020 , 18:32

JAKARTA – Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Argo Yuwono mengakui bahwa surat jalan untuk Joko S Tjandra dikeluarkan oleh Bareskrim Polri yang ditandatangani Brigadir Jenderal Prasetyo Utomo selaku Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim. Argo menyebutkan, surat itu dikeluarkan atas inisiatif Prasetyo Utomo sendiri.
"Surat itu juga tanpa ada pemberitahuan dan tembusan kepada pimpinan," kata Argo, di Mabes Polri, Rabu (15/7).
Argo mengatakan, saat ini, jenderal bintang satu itu tengah menjalani pemeriksaan di Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. Bila terbukti bersalah, Argo menegaskan, Polri akan mencopot Prasetyo Utomo dari jabatannya.
"Jelas kalau memang bersalah akan ditindak tegas. Yang bersangkutan akan dicopot dari jabatannya," tegas Argo.
Saat ditanya terkait kegunaan surat jalan itu dan pihak mana yang sesungguhnya berwenang mengeluarkan surat jalan itu, Argo tak menjawab. Dia hanya meminta tunggu sampai pemeriksaan selesai.
"Tunggu saja," ucap Argo.
Sejalan dengan itu, Argo menyebut, Divisi Propam Mabes Polri juga memeriksa sejumlah personil yang diduga berkaitan dengan terhapusnya red notice atas nama buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, pada basis data Interpol sejak 2014.
"Divisi Propam saat ini sedang bekerja, sedang memeriksa dan mencari tahu alur red notice tersebut," tutur Argo.
Dari pemeriksaan itu, polisi akan melihat apakah ada kesalahan atau tidak terkait prosedur terkait red notice Joko Tjandra itu.
"Kalau ada yang bersalah akan diberikan punishment (hukuman)," sebut Argo.
Terkait hal ini, Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin memastikan pihaknya tidak pernah mencabut red notice buronan Joko Tjandra. Dia menegaskan, pihaknya tidak akan melakukan pencabutan permohonan red notice ke Interpol melalui Polri sampai buron yang ditetapkan telah ditangkap.
"Red notice itu kan tidak ada cabut mencabut, selamanya sampai ketangkap, tapi nyatanya begitulah," kata Burhanuddin di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (15/7).
Terpisah, Indonesian Police Watch (IPW) mengecam, pemberian surat jalan Joko Tjandra oleh Polri. Surat jalan tersebut dikeluarkan dengan status Joko Tjandra sebagai konsultan Bareskrim Polri.
Dari data yang diperoleh IPW, surat Jalan untuk Joko Chandra dikeluarkan Bareskrim Polri melalui Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS, dengan Nomor: SJ/82/VI/2020/Rokorwas, tertanggal 18 Juni 2020, yang ditandatangani Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Prasetyo Utomo.
"Dalam surat jalan tersebut Joko Chandra disebutkan berangkat ke Pontianak Kalimantan Barat pada 19 Juni dan kembali pada 22 Juni 2020," kata Ketua Presidium IPW Neta S. Pane, di Jakarta, Rabu (15/7).
Menurut Neta, sekelas jenderal bintang satu seperti Prasetyo Utomo pasti diperintahkan oleh seseorang untuk membuat surat jalan itu. Ia pun mendesak agar diusut siapa dalang dari perintah pembuatan surat jalan untuk Joko Tjandra yang menjadi pelindungnya bepergian.
"IPW mendesak agar Brigjen Prasetyo Utomo segera dicopot dari jabatannya dan diperiksa oleh Propam Polri," tutur Neta.
Neta meminta Presiden Jokowi harus mengevaluasi kinerja Polri, terutama Bareskrim yang melindungi koruptor kelas kakap.
Untuk diketahui, Joko merupakan terdakwa kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung. Pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000, Kejaksaan pernah menahan Joko. Namun hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatan itu bukan perbuatan pidana melainkan perdata.
Pada Oktober 2008, Kejaksaan mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap kasus Joko ke Mahkamah Agung. Pada 11 Juni 2009, Majelis Peninjauan Kembali MA menerima PK yang diajukan jaksa. Majelis hakim memvonis Joko 2 tahun penjara dan harus membayar Rp15 juta. Uang milik Joko di Bank Bali sebesar Rp546,166 miliar dirampas untuk negara. Imigrasi juga mencekal Joko.
Joko Tjandra kabur dari Indonesia ke Port Moresby, Papua Nugini pada 10 Juni 2009, sehari sebelum MA mengeluarkan putusan perkaranya. Kejaksaan menetapkan Joko sebagai buronan. Belakangan, Joko diketahui kembali masuk ke Indonesia untuk mendaftarkan PK ke PN Jakarta Selatan. (James Manullang)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN