- Nasional
Petani Tunggu Regulasi Pelarangan Kratom
07 November 2019 , 13:08

PUTUSSIBAU – Kalangan petani Kratom di perbatasan Indonesia-Malaysia wilayah Kapuas Hulu, Kalimantan Barat berharap pemerintah memberikan solusi terhadap pelarangan penanaman tanaman kratom. Reguasi terhadap tanaman ini harus ditegaskan pemerintah. Mereka mempertanyakan ketidaksinkronan antara Badan Narkotika Nasional yang menyatakan tanaman kraton termasuk jenis 1 narkotika dan Permenkes Nomor 44 Tahun 2019, yang menyebutkan tanaman kratom tidak masuk dalam golongan narkotika.
"Tolong Pak Presiden segera menyikapi persoalan kratom. Masyarakat kami sudah menggantungkan hidupnya dengan tanaman kratom, berikan kami solusinya, agar kratom jangan dilarang," kata Tokoh Masyarakat Kapuas Hulu, Rajuliansyah di Putussibau, Ibu Kota Kabupaten Kapuas Hulu, Kamis (7/11).
Rajuliansyah, yang pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Kapuas Hulu itu mengaku kecewa atas pelarangan. Dampak kebijakan itu mematikan pertumbuhan ekonomi masyarakat yang tinggal di kabupaten perbatasan wilayah Kalimantan Barat.
"Apalagi yang diharapkan masyarakat jika kratom pun dilarang, karet murah, mencari pekerjaan semakin sulit, biaya hidup semakin tinggi, tentu kondisi seperti itu dapat menimbulkan gejolak sosial ekonomi di tengah masyarakat," ucap Rajuliansyah, dikutip dari Antara.
Bupati Kapuas Hulu, Abang Muhammad Nasir, pada kesempatan berbeda, meminta pemerintah pusat dan pihak terkait agar membuat regulasi yang jelas terkait tanaman kratom.
"Jangan buat masyarakat kami resah karena memang masyarakat Kapuas Hulu salah satu penghasil terbesar tanaman kratom yang sudah menjadi mata pencaharian masyarakat," tegas Nasir.
Tak Sama Dengan Kopi
Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji sebaliknya, malah akan mendorong agar kratom tetap dibudidayakan oleh masyarakat di Kalbar. Namun, tujuannya untuk dimanfaatkan memenuhi kebutuhan farmasi dan kedokteran.
Pihaknya akan mendorong agar ini bisa dikelola secara farmasi dan bisa dimanfaatkan untuk obat-obatan, terutama pengganti morfin untuk mengurangi efek sakit (bius) pada dunia kedokteran.
Sebaliknya, Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan, daun kratom (mitragyna speciosa) akan dilarang total digunakan dalam suplemen makanan dan obat tradisional mulai tahun 2022 mendatang. Kepala Pusat Laboratorium Narkotika BNN, Mufti Djusnir di Pontianak, Selasa, mengatakan, pelarangan tersebut dilakukan lima tahun masa transisi setelah ditetapkannya tanaman kratom sebagai narkotika golongan I oleh Komite Nasional Perubahan Narkotika dan Psikotropika tahun 2017 silam.
BNN menemukan, kandungan kratom 13 kali lebih kuat dibandingkan morfin. Jika terus menerus dikonsumsi, kratom akan menimbulkan gejala adiksi, depresi pernapasan bahkan kematian.
"Daun kratom mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya bagi kesehatan sehingga jika digunakan dengan dosis rendah akan menyebabkan efek stimulan. Sementara penggunaan dalam dosis tinggi dapat menyebabkan efek sedatif (menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anastesi, koma dan mati)," ungkapnya saat menghadiri kegiatan Focus Group Discussion tentang Tanaman Kratom antara Kepala BNN RI dengan Forkopimda Kalbar di Pontianak.
Mufti juga meluruskan anggapan yang menyamakan kratom dengan kopi. Kratom jelas berbeda dengan kopi. Efeknya pun juga tak sama. Pada dosis rendah sampai sedangnya, yaitu 1-5 miligram, konsumsi kratom menimbulkan efek stimulan yang menyenangkan. "Namun pada dosis yang lebih tinggi, antara 5-15 miligram memberikan gejala seperti senyawa opiat, yaitu analgesik dan sedasi sehingga sangat beda," katanya.
Kepala Pusat Laboratorium Narkotika BNN menambahkan, pelarangan kratom tersebut akan disosialisasikan kepada masyarakat di seluruh Indonesia, terutama di Kalimantan. (Rikando Somba)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN