- Nasional
SELAKSA KISAH FENOMENA BERKELUARGA
Perempuan dan Problema Kesuburan
27 Januari 2020 , 14:55

Oleh: Gisantia Bestari, SKM*
Pasangan suami istri yang telah menikah selama lima tahun tanpa anak memutuskan pergi menemui dokter untuk memeriksakan kesehatan reproduksi mereka. Setelah beberapa kali melakukan pemeriksaan, diketahui sang istri sulit hamil karena memiliki sindrom ovarium poliklistik, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan polycystic ovary syndrome (PCOS). Sindrom ini ditandai dengan sel telur sang istri yang berukuran kecil-kecil. Setelah ditelusuri lebih jauh, ternyata sang istri mempunyai riwayat menstruasi yang tidak teratur, yakni kurang dari delapan kali dalam setahun. Agar bisa mengendalikan PCOS, sang istri diminta untuk mengubah gaya hidup.
PCOS merupakan kondisi hormon dalam tubuh perempuan yang tidak seimbang. Perempuan dengan PCOS memproduksi kadar hormon laki-laki secara dominan. Diperkirakan, sekitar 4—18% perempuan di dunia mengidap PCOS (Fitria, dkk, 2016). Dalam hal ini, PCOS adalah salah satu penyebab utama ketidaksuburan pada perempuan.
Mengenali Sebab dan Gejala
Untuk dapat hamil, seorang perempuan harus berovulasi. Ovulasi yang tidak teratur menyebabkan tidak banyak telur yang bisa dilepaskan untuk dibuahi. Oleh karena itu, perempuan yang mengalami menstruasi tidak teratur, seperti tiga bulan sekali, cenderung sulit untuk hamil akibat tidak adanya pematangan sel telur. Mengutip dari situs kesehatan Healthline (2018), PCOS dialami oleh perempuan usia 15—44 tahun. Mereka bisa menyadari gejala-gejala PCOS pada waktu-waktu awal menstruasi, namun bisa juga baru menyadarinya saat berusaha untuk hamil.
Di dalam ovarium perempuan dengan PCOS, terdapat banyak kista kecil, yakni kantong berisi cairan, yang menyebabkan ketidakseimbangan hormon. Meski demikian, kista tersebut tidak berbahaya. Selanjutnya, hormon laki-laki yang dominan membuat ovulasi berhenti. Inilah yang menyebabkan alih-alih melepaskan sel telur pada siklus menstruasi, perempuan dengan kondisi PCOS menghasilkan kista-kista kecil tersebut sebagai bentukan dari sel-sel telur yang tidak dilepaskan karena tidak matang. Oleh karena itu, penting bagi perempuan untuk mencatat siklus menstruasi agar dapat mewaspadainya lebih awal. Berbagai aplikasi jadwal menstruasi di telepon genggam, misalnya, dapat membantu pencatatan ini.
Siklus menstruasi yang tidak teratur hanyalah salah satu dari sejumlah gejala umum PCOS. Gejala lainnya adalah hirsutisme, yakni tumbuhnya rambut secara berlebihan pada wajah dan tubuh seperti punggung, dada, dan perut. Diperkirakan, lebih dari 70% perempuan dengan PCOS mengalami kondisi ini. Gejala selanjutnya adalah pendarahan hebat saat menstruasi. Pendarahan ini disebabkan tidak hadirnya menstruasi dalam waktu yang lama sehingga membuat lapisan rahim menumpuk.
Gejala berikutnya, timbulnya jerawat pada wajah yang disebabkan dominannya hormon laki-laki sehingga membuat kulit lebih berminyak daripada biasanya. Selanjutnya, sekitar 80% perempuan dengan PCOS mengalami pertambahan berat badan yang menyebabkan mereka kesulitan menurunkan berat badan atau mengalami obesitas (the American College of Obstetricians and Gynecologists, 2017).
Apa penyebab PCOS? Faktor genetik dan penolakan terhadap insulin dipercaya menjadi dua hal yang sangat berhubungan dengan kelebihan hormon laki-laki dalam tubuh perempuan. Insulin merupakan hormon yang mengubah gula menjadi energi. Penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki riwayat PCOS dalam keluarganya berpotensi untuk mewarisi PCOS juga. Kemudian, resistensi jaringan tubuh terhadap hormon insulin membuat pankreas sebagai penghasil insulin melepaskan lebih banyak insulin untuk ‘menebus’. Insulin yang terlalu banyak tersebut kemudian merangsang ovarium memproduksi lebih banyak hormon laki-laki. Dalam hal ini, penyebab utama dari penolakan insulin adalah obesitas.
Tetap Ada Jalan
Seorang artis bernama Fitri Tropika, pada awal Juni 2019 melalui akun media sosial pribadinya mengungkapkan kondisi PCOS yang diturunkan dari ibunya. Sempat bingung dengan periode menstruasinya yang hanya datang tiga bulan sekali, bulan Mei 2018 Fitri mulai curiga karena gejala PCOS yang dialami temannya tidak jauh berbeda dengan gejala yang dialaminya. Pada akhir tahun 2018, Fitri didiagnosa mengidap PCOS dan mulai diberikan obat untuk membenahi siklus menstruasinya. Memasuki tahun 2019, Fitri menggunakan minyak di beberapa bagian tubuhnya dan mulai menjalani pola hidup sehat dengan tidur di bawah pukul sepuluh malam. Akhirnya, pada Maret 2019, Fitri resmi dinyatakan hamil.
Meski tidak bisa dihilangkan sepenuhnya, PCOS bisa dikendalikan agar kondisi tidak memburuk. Kondisi buruk seperti apa yang bisa terjadi? PCOS, yang disertai dengan berat badan berlebih, dapat meningkatkan risiko gula darah tinggi, tekanan darah tinggi, rendahnya kolesterol baik, dan tingginya kolesterol jahat. Semua itu adalah gangguan metabolisme yang dapat meningkatkan risiko serangan jantung, diabetes, dan stroke. Tak hanya soal metabolisme, gejala-gejala PCOS serta perubahan hormon yang terjadi bisa membuat penderitanya mengalami depresi dan kecemasan.
Solusi yang kerap disarankan kepada perempuan dengan PCOS adalah pencapaian berat badan ideal dengan diet karbohidrat dan olahraga ringan agar ovulasi membaik. Penelitian menunjukkan bahwa perempuan obesitas dengan PCOS dapat membenahi proses ovulasi serta kesuburannya dengan memodifikasi gaya hidup untuk merangsang sensitivitas insulin.
Selain itu, hal yang tak kalah penting untuk mengendalikan PCOS adalah menghindari stres. Kepada penulis, seorang perempuan menikah berusia 25 tahun penderita PCOS bercerita bahwa kesulitan untuk memperoleh keturunan sempat membuatnya stres dan berpikir negatif secara terus-menerus. Secara perlahan, ia mengikis pikiran-pikiran buruk yang menjeratnya dan mulai menjalani kesehariannya dengan lebih santai. Di saat dirinya terbebas dari stres itulah, ia akhirnya dinyatakan positif hamil.
Lika-liku PCOS mengingatkan kita bahwa dengan atau tanpa PCOS yang menghinggapi tubuh, menjaga kesehatan jiwa dan raga dengan sebaik-baiknya adalah sebuah keharusan. Tubuh yang merdeka dari penyakit apapun bukanlah alasan untuk tidak memelihara gaya hidup yang baik. Perempuan-perempuan dengan PCOS yang berhasil hamil, yang tidak menyerah dalam mengusahakan kehamilannya, atau pun yang sekadar ingin mengupayakan kesehatannya, adalah sebuah bukti bahwa hidup bukan hanya tentang berjuang, tetapi juga bagaimana seseorang bisa bangkit dan tetap optimis meski harus jatuh di tengah perjuangan itu.
*Peneliti Muda Visi Teliti Saksama
Referensi:
Healthline. (2018). Polycystic Ovary Syndrome (PCOS): Symptoms, Causes, and Treatment. Diakses dari https://www.healthline.com/health/polycystic-ovary-disease tanggal 6 Juli 2019.
Saftarina, Fitria, Indrani Nur Winarno Putri. (2016). Pengaruh Sindrom Polikistik Ovarium terhadap Peningkatan Faktor Risiko Infertilitas. Majority, Volume 5, Nomor 2, April 2016.
Tan, Hedy. (2011). Perbandingan Efektifitas dan Efek Samping Pemakaian Metformin XR dan Metformin IR dalam Pengobatan PCOS yang Resisten terhadap Clomiphene Citrate. Universitas Sumatra Utara.
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN