- Ekonomi
Pengamat Serukan Tata Ulang Ekspor Benih Lobster
25 November 2020 , 10:22

JAKARTA – Pengamat sektor kelautan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan kebijakan ekspor benih lobster perlu ditata ulang, karena diduga terkait dengan kabar penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo oleh KPK.
"Indikasinya mengarah kuat ke kasus ekspor benih bening lobster," kata Abdul Halim di Jakarta, Rabu (25/11), dilansir dari Antara.
Abdul Halim menyebutkan penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo adalah tragedi yang disayangkan. Ia melanjutkan, asas praduga tak bersalah mesti dikedepankan. Dan, KPK harus membongkar kasus hukum tersebut setransparan mungkin.
"Pihak yang bersalah dihukum sesuai aturan yang berlaku, dan bisa menjadi hikmah untuk perbaikan tata kelola lobster dan perikanan secara umum di Indonesia yang harus diorientasikan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Khususnya pembudidaya lobster di dalam negeri," katanya.
Ia mengingatkan bahwa sejak awal Menteri Edhy Prabowo sudah diingatkan terkait dengan kontroversi ekspor benih lobster.
Sebagaimana diwartakan, KPK menyebut penangkapan terhadap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan beberapa orang lainnya terjadi di Bandara Soekarno-Hatta Tangerang, Banten pada Rabu dini hari.
"Benar, jam 01.23 dini hari di Soetta," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (25/11).
Berdasarkan informasi, Edhy ditangkap setelah pulang perjalanan dari Amerika Serikat. Edhy bersama beberapa orang yang ditangkap tersebut sudah berada di Gedung KPK, Jakarta untuk menjalani pemeriksaan intensif.
Namun KPK belum memberikan informasi detail terkait kasus apa sehingga pihaknya menangkap Edhy. Sesuai KUHAP, KPK mempunyai waktu 1X24 jam untuk menentukan status pihak-pihak yang ditangkap tersebut.
Baca Juga:
Diaudit
Pada awal Mei 2020, Kementerian Kelautan dan Perikanan menerbitkan Permen KP Nomor 12 tahun 2020, yang mengizinkan pengambilan benih lobster dari alam dan pembukaan keran ekspor. Dalam aturan ini, ekspor wajib melakukan budidaya lobster dan melepasliarkan 2% hasil panen ke alam.
Benih yang dibudidaya harus dibeli dari nelayan dengan harga minimal Rp5.000 per ekor.
Selang sebulan dari penerbitan aturan, ekspor sudah dilakukan. Berdasarkan data Kantor Bea dan Cukai Soekarno-Hatta, ekspor benih lobster PT TAM dan PT ASL dikemas dalam 7 koli. PT TAM mengekspor benih lobster sebanyak 60.000 ekor, sedangkan PT ASL sekitar 37.500 ekor.
Kepala Subdirektorat Jenderal Humas Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Deni Surjantoro mengatakan, ekspor benih lobster sudah dilakukan oleh dua perusahaan yakni PT TAM dan PT ASL pada 12 Juni 2020 melalui Bandara Soekarno-Hatta.
Perihal harga benih di level nelayan dipertanyakan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan atau Kiara. Pasalnya, menurut Sekjen Kiara Susan Herawati, perusahaan eksportir benih lobster mendapatkan keuntungan paling besar dengan adanya Permen KP 12/2020. Sementara pada saat yang sama, negara dinilai hanya menerima PNBP yang sangat kecil.
Berdasarkan data Bea dan Cukai pada tanggal 12 Juni 2020, PNBP yang diperoleh negara hanya sebesar Rp15.000 dari 60.000 ekor benih lobster yang diekspor.
“Angka yang sangat miris sekali. Jika negara hanya mendapatkan Rp15.000 per 60.000 ekor, maka berapa yang didapatkan oleh nelayan? Fakta ini menunjukkan perusahaan ekspor lobster menang banyak,” kata Susan seperti dikutip Antara, Kamis (2/7).
Lembaga ini juga menyoroti aspek transparansi dalam pemilihan perusahaan eksportir benih lobster yang dilakukan KKP.
Ia juga mendesak KKP untuk segera membuka informasi detail 26 perusahaan yang mendapatkan izin ekspor tersebut. Meliputi dasar pemilihan atau standar yang diterapkan KKP dalam memberi izin ke perusahaan calon eksportir, hingga rekam jejak perusahaan yang telah lolos mendapat izin.
Selain soal harga, terdapat dugaan pelaku ekspor adalah orang dekat Menteri KKP. Menanggapi hal tersebut, Menteri KKP Edhy Prabowo mengaku siap diaudit atas keputusannya mengeluarkan izin ekspor benih lobster, termasuk audit proses seleksi perusahaan penerima izin ekspor.
Edhy mengaku tidak mengetahui bila ada orang dekatnya di belakang perusahaan penerima izin ekspor benih lobster.
“Jadi ada perusahaan yang disebut ada korelasinya dengan saya, sahabat saya, yang sebenarnya saya sendiri tidak tahu kapan mereka daftarnya,” aku Edhy lewat keterangan tertulisnya, Selasa (7/7).
Ia menyebut seleksi pemberian izin ekspor kepada perusahaan eksportir diputuskan oleh satu tim tersendiri. Terdiri dari seluruh direktur jenderal hingga inspektur jenderal KKP.
“Silahkan saja kalau curiga, itu biasa. Silahkan audit, cek, KKP sangat terbuka,” imbuhnya.
Edhy pun mengaku tak mencampuri atau mengintervensi proses pemberian izin bagi pendaftar eksportir benih lobster. (Fin Harini)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN