- Ekonomi
Pemerintah Diminta Bentuk Pengusaha Perempuan Melek Digital
22 Desember 2020 , 19:02

JAKARTA - Pemerintah diminta membentuk pengusaha perempuan yang melek digital. Dengan begitu, diharapkan pengusaha perempuan dapat bertahan di tengah pandemi covid-19.
"Dengan membentuk pengusaha mikro perempuan yang melek digital, mereka dapat menggunakan platform digital untuk mempertahankan bisnis mereka selama dan pascapandemi," kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies atau CIPS Siti Alifah Dina dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Selasa (22/12).
Dina menyatakan ada dua langkah utama yang bisa dipertimbangkan pemerintah untuk mendukung perempuan pengusaha mikro melek digital.
Pertama, Kemenkop UKM sebaiknya memimpin pembentukan database tunggal untuk UMKM yang juga menjangkau data pengusaha mikro yang sebagian besar informal. Rencana ini sebenarnya sudah ada di dalam UU Cipta Kerja.
"Namun, penyertaan data terpilah gender tidak ada," ujar Dina.
Pemerintah diharapkan dapat membuat database yang akurat dan peka gender yang akan bermanfaat untuk merancang program pelatihan yang ditargetkan secara khusus untuk pengusaha mikro perempuan untuk beradaptasi dengan teknologi.
Untuk itu, Kemenkominfo harus bekerja sama dengan beberapa pemangku kepentingan. Misalnya Badan Pusat Statistik sebagai badan utama yang menangani data nasional. Lalu, Kementerian Keuangan karena mereka menangani program bantuan tunai. Terakhir, Kementerian Badan Usaha Milik Negara dan Bank BUMN karena memiliki program pendukung yang ditargetkan untuk UMKM.
Dina mengatakan pembentukan database tunggal adalah hal yang relevan. Karena, UU Cipta Kerja Pasal 8 menyarankan definisi baru UMKM yang akan dimasukkan dalam Peraturan Pemerintah yang akan datang.
Dalam menyesuaikan angka dengan klasifikasi baru, Kemenkominfo dapat memprioritaskan merancang program digitalisasi bagi pengusaha mikro perempuan di pedesaan dan dengan indeks literasi digital yang rendah dari rata-rata nasional.
Program-program tersebut juga harus berkelanjutan daripada pelatihan tunggal, dengan memprioritaskan kualitas daripada kuantitas. Pelatihan sebaiknya tidak dilakukan secara online atau metode pembelajaran jarak jauh.
Sebaliknya, perlu mempertimbangkan pembelajaran bertahap dengan melakukan praktik. Dina menuturkan, fasilitator pelatihan juga sebaiknya melibatkan warga setempat dan seseorang yang akrab dengan perempuan pengusaha mikro di daerahnya.
Terakhir, penting untuk menyederhanakan prosedur pendaftaran dan perizinan untuk penjualan online. Dina menyampaikan, pada Mei 2020 lalu, Kementerian Perdagangan mengeluarkan peraturan Nomor 50/2020 yang mewajibkan semua pengusaha termasuk mikro, untuk mendapatkan izin untuk melakukan penjualan online.
Pengusaha perlu melakukan registrasi dan pengisian data dan atau dokumen yang dipersyaratkan melalui online single submission atau OSS. Jika persyaratan ini tidak dipenuhi, pengusaha akan menerima surat peringatan dan, akhirnya, pemblokiran halaman penjualan online miliknya.
Menurut Dina, meski proses OSS tergolong sederhana, namun izin penjualan online akan menambah berbagai izin lain yang perlu diperoleh seperti SIUP, SNI dan sertifikasi halal. Juga, izin industri rumah tangga pangan yakni Sertifikat Produksi Pangan - Industri Rumah Tangga atau SPP-IRT.
"UU Cipta Kerja Pasal 91 telah menjamin perizinan tunggal bagi usaha mikro dan kecil, angin segar untuk mengurangi hambatan dalam berbisnis. SIUP, sertifikasi halal, dan SNI akan dirangkum menjadi satu lisensi tunggal," ujarnya.
Baca Juga:
Tidak Ada Data Publik
Dina menyoroti, tidak ada data publik yang tersedia tentang jumlah perempuan pengusaha mikro per Desember 2020.
Dia bilang, estimasi yang tersedia salah satunya dilakukan oleh Seno-Alday dan Bourne dari University of Sydney (2017). Dengan menggunakan populasi Indonesia 2015 sebagai tolok ukur, menghasilkan 24,7 juta perempuan yang usaha mikro yang dimiliki.
"Angka riilnya pasti saat ini lebih besar," kata Dina.
Lebih lanjut, studi Bank Dunia pada 2016 menyatakan bahwa mayoritas perempuan pengusaha adalah mikro, seringkali dijalankan sendiri tanpa pegawai, dan melakukan produksi barang dari rumah mereka, seperti makanan tradisional, kerajinan tangan dan pakaian.
Untuk itu, Dina mengatakan pertanyaan tentang berapa banyak dari target pengusaha mikro perempuan juga penting untuk dijawab. Menurut dia, hal itu karena wanita terpengaruh secara tidak proporsional selama pandemi. Pada pra-pandemi, perempuan pengusaha mikro termarjinalkan.
Selain itu, sambung Dina, perempuan terutama di pedesaan, juga terikat dengan pekerjaan rumah tangga seperti mengasuh anak, menjaga kebersihan rumah dan memasak untuk keluarganya.
"Tidak hanya itu, usaha mikro berpendapatan rendah sebagian besar dijalankan oleh pengusaha perempuan dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah atau sekolah dasar," ujar dia.
Dina menambahkan, termarjinalkannya peran perempuan diperburuk selama pandemi, ditunjukkan studi yang dilakukan oleh PBB pada 2020 yang menyebutkan bahwa perempuan terbebani oleh adanya peningkatan kesibukan karena anak-anak belajar dari rumah, kebutuhan perawatan orang tua dan layanan kesehatan. (Rheza Alfian)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN