- Nasional
SELAKSA KISAH FENOMENA BERKELUARGA
Para Ibu Di Babel Diberikan Pelajaran Bermedsos
24 Februari 2020 , 18:25

PANGKALPINANG – Saat ini, angka perceraian di Bangka Belitung cukup tinggi. Salah satu pemicunya istri atau suami tidak menggunakan media sosial (medsos) secara benar serta bijak. Ini membuat Sekolah Perempuan Sekuntum Melati Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berniat mendidik ibu rumah tangga (IRT) menggunakan media sosial secara benar dan bijak. Tujuannya, ya guna menekan angka perceraian yang tinggi di pulau penghasil timah itu.
Ketua Sekolah Perempuan "Sekutum Melati" Provinsi Kepulauan Babel, Melati Erzaldi di Pangkalpinang, Senin (24/2) mengatakan, medsos ini merupakan salah satu tantangan bagi para istri, suami dan anak. Mereka diminta lebih bijak menggunakan informasi teknologi dengan baik dan benar, agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti perceraian, masalah hukum dan lainnya.
"Pendidikan bermedsos ini penting dan kita akan masukkan ke dalam modul pembelajaran IRT di sekolah perempuan ini," ujarnya.
Ia mengatakan, meskipun pendidikan bermedsos bagi ibu rumah tangga produktif di sekolah perempuan tidak dibahas secara detail, namun demikian para IRT tetap dilakukan pembinaan, pendampingan agar mereka dapat berperilaku sebagai istri dan ibu untuk anaknya.
"Mudah-mudahan dengan adanya sekolah ini masyarakat lebih bijak menggunakan media sosial ini dalam mencari ilmu bermanfaat bagi peningkatan ekonomi keluarga," katanya.
Kepala Sekolah Perempuan Provinsi Kepulauan Babel, Muslim Elhakim mengatakan, sekolah ini yang bermakna "Sekolah Untuk Perempuan Jadi Mandiri dan Terlatih" ini merupakan pilot project yang berada di Desa Rukam, Bangka dan Jelutung II, Bangka Selatan. Sekolah ini didirikan di dua desa itu ditujukan, agar di sana hadir perempuan-perempuan yang menjadi mandiri, memiliki karakter, dan jiwa wirausaha yang dapat membantu keluarga.
Juga, pertimbangan pemilihan dua desa tersebut berdasarkan indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Ekonomi, dan Indeks Kesehatan yang masih rendah. Seperti di Desa Jelutung II, hanya 8% dari 1.492 perempuan usia produktif (15–64 tahun) yang bekerja.
Meningkat
Perceraian juga menjadi momok di Kota Bengkulu. Selama dua tahun terakhir, ada 1067 perkara perceraian di sana. Ribuan perkara cerai gugat dan talak itu masuk ke Pengadilan Agama Kota Bengkulu, pada tahun 2018 dan 2019.
Direktur Yayasan Pusat Pendidikan untuk Perempuan dan Anak (PUPA) Bengkulu, Susi Handayani mengatakan, ada 1.040 perkara telah memiliki hukum tetap. Pengaju dan yang diajukan sudah berstatus duda dan janda. Dan, kini masih ada 27 perkara masih dalam proses persidangan di 2020.
Handayani mengungkapkan, gugatan perceraian disebabkan adanya perselisihan dan pertengkaran terus menerus. Penyebab lainnya adalah meninggalkan salah satu pihak, ekonomi, dihukum/penjara, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), poligami, zina, pindah agama, mabuk, dan madat.
Diberitakan Antara, pengaju gugatan tak hanya kalangan perempuan. Ada juga pengaju yang merupakan laki-laki.
Terhadap perceraian, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional atau BKKBN, Hasto Wardoyo, menilai memang kian tinggi jumlahnya. Namun, ia menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang atau RUU Ketahanan Keluarga tidak bisa menjadi solusi terhadap hal itu.
Ditegaskannya, penyebab pasangan suami istri bercerai paling tinggi adalah ketidakcocokan. Ada pula masalah ekonomi, dan perselingkuhan. Adapun yang dinilainya berkaitan, dalam RUU kontroversial itu, adalah bimbingan konseling pranikah. Hal ini dinilai cukup berkaitan dengan menimbulkan kematangan pasangan yang menikah. Jadi, di kemudian hari mereka bisa lebih matang menghadapi persoalan keluarga, dan tak melulu berujung dengan perceraian. (Rikando Somba)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN